Untuk Menjamin Hak Muslimah Turki Berjilbab, Erdogan Usulkan Referendum

Jilbab menjadi pusat perdebatan pada 1990-an. Tetapi tidak ada partai yang mengusulkan atau mendukung pelarangan jilbab di Turki saat ini.

Seorang wanita pendukung Presiden Erdogan mengibarkan bendera Turki dalam parade militer di Republik Turki yang dideklarasikan di Siprus Utara pada 20 Juli 2021. (AFP)

SALAM-ONLINE.COM: Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah mengusulkan digelarnya pemungutan suara nasional (referendum). Tujuannya untuk menjamin hak perempuan Muslim mengenakan jilbab di lembaga-lembaga milik negara, sekolah dan universitas.

Sebagai seorang Muslim yang taat, bagi Erdogan subjek ini sangat penting. Partainya, AKP, diketahui berakar kuat kepada Islam, sehingga berhasil mencabut larangan lama mengenakan jilbab di lembaga-lembaga resmi negara sejak tahun 2013.

Masalah jilbab telah mendominasi perdebatan politik dalam beberapa bulan terakhir. Khususnya menjelang pemilihan umum pada 2023, yang akan menjadi salah satu tantangan paling serius dalam dua dekade Erdogan berkuasa atas Turki.

Presiden Erdogan kerap menyinggung soal pencabutan larangan tersebut. Sebagai contoh, bagaimana partainya (AKP) berhasil menjadi perwakilan Muslim Turki yang konsisten melawan partai-partai sekuler yang memerintah Turki sebelum AKP lahir pada tahun 2002.

“Jika Anda memiliki keberanian, ayo, mari kita bawa masalah ini ke referendum… Biarkan bangsa yang membuat keputusan,” kata Erdogan dalam pidatonya yang ditujukan kepada pemimpin utama partai oposisi, Kemal Kilicdaroglu pada Sabtu, 22 Oktober 2022 lalu.

Kilicdaroglu adalah pemimpin partai sekuler, CHP. Didirikan oleh pendiri Republik Turki modern sekuler, Mustafa Kemal Ataturk.

Pemimpin CHP telah mengusulkan undang-undang untuk menjamin hak mengenakan jilbab. Pemimpin CHP mengusulkan ini bertujuan untuk mengurangi ketakutan terhadap partainya yang dianggap mungkin akan memberlakukan kembali larangan jilbab tersebut jika berkuasa lagi.

Baca Juga

Jilbab menjadi pusat perdebatan pada 1990-an. Tetapi tidak ada partai saat ini yang mengusulkan larangan jilbab di Turki yang penduduknya mayoritas Muslim.

“Kami telah membuat kesalahan di masa lalu mengenai jilbab,” ungkap Kilicdaroglu awal bulan ini dalam sebuah pidatonya. “Sudah saatnya untuk meninggalkan masalah itu di belakang kita.”

Bagi para pengamat politik, Kilicdaroglu berusaha menunjukkan kepada “pemilih Islam” bahwa mereka tidak perlu takut memilih partai sekulernya tahun depan.

Merespons hal ini, Erdogan mengusulkan perubahan konstitusi yang akan “segera” dikirim untuk disetujui di parlemen. Partainya, AKP, memegang mayoritas suara di parlemen bersama mitra aliansi nasionalisnya.

Tetapi di bawah undang-undang sekuler Turki, perubahan mengharuskan 400 anggota parlemen untuk memberikan dukungan agar lolos tanpa perlu referendum. Karena itu CHP perlu memberikan dukungannya. Jika tidak, hanya dengan 360 suara milik AKP dan aliansinya, proposal harus diajukan ke rakyat untuk referendum.

“Jika masalah ini tidak dapat diselesaikan di parlemen, kami akan menyerahkannya kepada rakyat,” tegas Presiden Erdogan.

Ahmad Ghifari

Sumber: Middle East Eye (MEE)

Baca Juga