Mesir Penjarakan Para Aktivis Hingga 15 Tahun dengan Tuduhan Rekayasa: ‘Terorisme’
SALAM-ONLINE.COM: Sebuah pengadilan khusus Mesir pada Ahad (5/3/2023) menjatuhkan hukuman penjara kepada empat veteran aktivis hak asasi manusia hingga 15 tahun atas tuduhan yang direkayasa: “terorisme”.
Mohammed Abu Horayra, seorang pengacara, seperti dilansir Middle East Eye (MEE), Ahad (5/3/2023) divonis 15 tahun penjara, demikian diungkap Inisiatif Mesir untuk Hak Pribadi dan kelompok lainnya.
Mereka mengatakan istrinya Aisha Khairat al-Shater, putri mantan pemimpin Ikhwanul Muslimin Khairat al-Shater, mendapat hukuman 10 tahun penjara.
Khairat al-Shater ditangkap menyusul tindakan kekerasan terhadap Ikhwanul Muslimin yang telah dilarang rezim kudeta Mesir setelah militer yang dipimpin Presiden hasil kudeta, Abdel Fattah al-Sisi, menggulingkan presiden Mohamed Mursi pada tahun 2013 secara tidak sah.
Ikhwanul Muslimin dan Presiden Mohammad Mursi—yang meninggal dalam sidang pengadilan—telah memenangkan pemilihan nasional, tetapi dia digulingkan menyusul unjuk rasa yang didukung militer terhadap pemerintahannya yang saat itu (2013) baru berumur satu tahun.
Mesir kemudian memvonis Ikhwan sebagai “organisasi teroris”.
Hoda Abdelmoneim, juga seorang pengacara, menerima hukuman penjara lima tahun dan tidak dapat mengajukan banding, kata kelompok HAM itu.
Di usia 60-an, Abdelmoneim telah menjadi anggota resmi Dewan Hak Asasi Manusia Nasional sebelum ditangkap pada 2018. Dia juga juru bicara Koalisi Revolusioner Wanita Mesir—sebuah kelompok yang dekat dengan Ikhwanul Muslimin.
Ezzat Ghoneim, pengacara lain, menerima hukuman penjara 15 tahun, kata kelompok itu.
Keempatnya adalah bagian dari Koordinasi Hak dan Kebebasan Mesir, sebuah kelompok non-pemerintah yang menghentikan aktivitasnya pada 2018 ketika Abdelmoneim, Shater, dan aktivis lainnya ditangkap.
Dituntut dalam persidangan yang tidak adil
Mary Lawlor, pelapor khusus PBB untuk pembela hak asasi manusia, pada Sabtu (4/3) lalu men-tweet bahwa dia akan mengikuti dengan cermat putusan untuk keempat aktivis tersebut.
Dia mengatakan pengacara dan aktivis itu telah ditahan secara sewenang-wenang pada tahun 2018, dihilangkan secara paksa, disiksa dan didakwa dalam pengadilan yang tidak adil karena dituduh bergabung dengan kelompok “teroris”.
Mesir dengan penuh rekayasa menggunakan tuduhan dukungan atau pembiayaan “terorisme” untuk menahan aktivis dan tokoh oposisi selama mungkin dalam penahanan pra-sidang.
“Batas waktu dua tahun untuk penahanan semacam itu sering terlampaui,” kata kelompok HAM yang mendata ada sekitar 60.000 tahanan politik di negara itu. Para tahanan mengalami penyiksaan brutal di sel yang penuh sesak.
Mesir telah lama dikritik karena catatan pelanggaran HAM beratnya. (mus)