Rempang Menangis! Solo Peduli Melayu

Seorang warga Pulau Rempang, Galang, Batam, Kepulauan Riau, menangis saat mengikuti aksi demo yang menolak direlokasi (Dok SAID)

SALAM-ONLINE.COM: Rempang Menangis. Rempang melawan. Warga Rempang Galang memblokade jalan. Mereka menghalangi masuknya aparat gabungan yang hendak memasang patok kawasan Rempang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri) guna pembangunan proyek strategis nasional yang dimodali China. Warga Melayu yang turun temurun sejak ratusan tahun lalu mendiami wilayah ini tak rela Rempang dikuasai China. Mreka menolak.

Tiba-tiba, seorang pria keluar rumah membopong bayi yang masih berusia 8 bulan diikuti istrinya. Pria tersebut berteriak sekencang-kencangnya meminta tolong karena anaknya pingsan. Bayi tersebut pingsan seusai terkena gas air mata yang masuk ke dalam rumahnya melalui jendela.

Banyak pelajar pingsan karena terkena gas air mata. (IG @bangsamahrdika)

Herman, warga Galang yang rumahnya berada tak jauh dari Jembatan 4 Barelang, Batam, panik dan ketakutan. Algifari, anaknya yang masih berusia 8 bulan, pingsan. Bola matanya memutih. Ia juga sulit bernafas karena pekatnya asap gas air mata yang dilepaskan aparat gabungan untuk meredam aksi massa warga Rempang yang memanas di area Jembatan 4 pada Kamis (7/9/2023) lalu.

Herman menggendong bayinya yang pingsan setelah terkena gas air mata. (TribunBatam/Aminudin)

Dalam situasi yang tak kondusif, Herman menggendong anaknya merangsek keluar rumah. Dia berteriak sekeras-kerasnya di tengah kekacauan tersebut. “Anak saya enggak bisa bernapas, tolong anak saya,” seru Herman, dikutip dari Tribunnews, Jumat (8/9).

Istri Herman, tak kalah paniknya. Sebagai ibu, ia mencemaskan anaknya. “Ya, Tuhan anak saya, enggak bergerak,” serunya.

Herman lega setelah anaknya sadar dari pingsan seusai mendapat pertolongan.

Aksi warga Solo dalam Solo Peduli Melayu di Bundaran Gladak, Jumat (15/9). (Dok SPM)

Herman mengatakan, saat kejadian anaknya pingsan dan bola matanya memutih. “Saya kaget awalnya melihat anak saya pingsan dan matanya putih semua.” Tutur Herman.

“Dia terkena gas air mata di rumah,” ujarnya. Asap gas air mata ini masuk ke rumah Herman melalui jendela kamar.

Tak hanya bayi Herman. Banyak warga lainnya, termasuk ibu-ibu dan anak-anak sekolah terkena gas air mata.

Aksi Solo Peduli Melayu: Menolak Investasi yang menyengsarakan rakyat. (Dok SPM)
Baca Juga

Warga di 16 kampung tua Melayu di kawasan tersebut menolak lahan dan kediaman mereka diambil alih untuk kepentingan proyek China. Mereka juga menolak rencana relokasi. Mereka bahkan menegaskan,”Kata orang Melayu, lebih baik kami mati berdiri daripada kami hidup berlutut. Jadi kami tetap bertahan, berapapun uangnya, kami tetap mempertahankan itu sampai kapan pun, karena kami mau jadi tuan rumah di negeri kami sendiri.”

Warga dari berbagai daerah pun meradang dan protes terhadap perlakuan saudara-saudara mereka di Rempang. Sejumlah ormas Islam, NU dan Muhammadiyah misalnya, bergerak. Muhammadiyah menggelar Malam Solidaritas dan Doa untuk Rempang, Jumat (15/9) malam.

Sementara masyarakat Kota Solo yang tergabung dalam ‘Solo Peduli Melayu’ (SPM) menggelar Aksi Peduli ‘Tragedi Tanah Rempang’ di seputaran Gladak, Solo, ba’da Jumat (15/9/2023).

Warga Solo dalam Aksi Solo Peduli Melayu. (Dok SPM)

“Kami masyarakat Kota Solo yang tergabung di dalam ‘Solo Peduli Melayu’ menyikapi peristiwa/tragedi yang terjadi di Tanah Rempang Adat Rempang, Batam, Kepulauan Riau, hendak menyampaikan pernyataan sikap,” kata Ketua Solo Peduli Melayu, Agus Junaidi, Jumat (15/9).

Dalam pernyataan sikapnya, Solo Peduli Melayu, menegaskan, Pulau Rempang dan Pulau Galang merupakan wilayah adat dari komunitas adat Melayu yang telah menghuni wilayah tersebut selama lebih dari 200 tahun sampai sekarang. Karena itu, tuturnya, warga di kepulauan tersebut menolak segala bentuk eksploitasi, apalagi relokasi.

Massa Solo Peduli Melayu di Gladak, Jumat (15/9). (Dok SPM)

“Untuk itu, Solo Peduli Melayu pun menolak segala bentuk eksploitasi dan relokasi yang dilakukan oleh korporasi dan pemerintah di wilayah adat Pulau Rempang dan Pulau Galang,” kata Agus Junaidi.

Solo Peduli Melayu meminta pemerintah pusat agar membatalkan segala bentuk perizinan yang dikeluarkan untuk pengembangan proyek Rempang Eco City yang telah menimbulkan kerusuhan dan konflik masyarakat sehingga memicu aksi keprihatinan di berbagai tempat.

Solo Peduli Melayu juga menolak relokasi warga Rempang Melayu. (Dok SPM)

Selanjutnya Solo Peduli Melayu meminta pemerintah pusat dan daerah untuk patuh kepada konstitusi (UUD 1945) yang memberikan perlindungan dan penghormatan terhadap seluruh wilayah adat, termasuk wilayah adat Rempang dan Galang.

Agus Junaidi juga menyatakan pihaknya meminta kepada pemerintah pusat Cq Presiden Joko Widodo dan pemerintah daerah agar lebih mengedepankan keberadaan nilai-nilai luhur bangsa yang dibangun oleh masyarakat adat Rempang dan Galang daripada hanya mengeruk keuntungan dari proyek-proyek korporasi China (Tommy Winata) yang telah menimbulkan kerusuhan di Rempang dan Galang.

“Karenanya, kami juga meminta kepada aparat kepolisian di daerah tersebut untuk tidak bertindak sewenang-wenang dan segera membebaskan masyarakat yang ditahan dalam tragedi tersebut,” demikian desak Ketua Solo Peduli Melayu, Agus Junaidi. (S)

Baca Juga