TEGAL (SALAM-ONLINE): Pada Prinsipnya orang yang telah bersyahadat (Muslim) berlaku atasnya semua hukum-hukum Islam, dan orang yang keluar dari Islam (kafir) batal atasnya hukum-hukum Islam, termasuk pernikahan dan hak asuh bagi anaknya.
Anggota Komisi A KH Dr Tengku Zulkarnaen pada acara Ijtima Ulama MUI di Tegal, Selasa (9/6) lalu, menjelaskan kriteria Pengkafiran (Dhawabit At-Takfir). Ada empat macam kriteria seperti disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yakni:
- Kafir Ingkar, yaitu mengingkari tauhid dengan hati dan lisannya;
- Kafir Penolakan (Juhud), yaitu mengingkari dengan lisannya dan mengakui dalam hatinya;
- Kafir Mu’anid, yaitu mengetahui kebenaran Islam dalam hatinya dan dinyatakan oleh lisannya, namun ia menolak beriman;
- Kafir Nifaq, yaitu menyatakan beriman dengan keulamaan yang diotorisasi oleh umat dan negara.
Muncul di tengah masyarakat dua sikap ekstrem, pertama, menganggap enteng bahkan meniadakan vonis kafir (tafrith fi at-takfir). Kedua, mudah memvonis kafir (ifrath fi at-takfir).
Tengku mengimbau kepada masyarakat agar menghindari diri dari kelompok tersebut.
Ia juga menambahkan vonis kafir sedapat mungkin dilakukan sebagai upaya terakhir dengan syarat dan prosedur yang sangat ketat, kecuali telah nyata dan meyakinkan seseorang telah melakukan satu dari tiga penyebab kekafiran sebagai berikut:
- Kekafiran I’tiqad (mukaffirat I’tiqadiyyah), segala macam akidah dan keyakinan yang bertentangan dengan salah satu rukun iman yang enam atau menginigkari ajaran Islam yang qath’I (al-ma’lum min ad-din bi ad-dharurah).
- Kekafiran ucapan (mukaffirat ‘qawliyyah), yaitu setiap ucapan yang mengandung pengakuan atas akidah kufur atau penolakan terhadap salah satu akidah Islam atau unsur pelecehan/penistaan agama, baik akidah maupun syariah.
- Kekafiran Perbuatan (mukaffirat ‘amaliyyah), setiap perbuatan yang dipastikan mengandung indikator nyata akidah yang kufur.
Tengku juga mengatakan penetapan vonis kafir setelah benar-benar memenuhi semua syarat pengkafiran sebagai berikut:
- Ucapan atau perbuatan yang menyebabkan kekafiran itu benar dilakukan oleh seorang mukallaf, yaitu orang yang sudah akil baligh dan berakal.
- Ucapan atau perbuatan yang menyebabkan kekafiran itu benar dilakukan tidak dalam keadaan terpaksa. Jika ia dipaksa untuk mengingkari Islam, sementara hatinya masih tetap iman, maka tidak bisa ditetapkan atasnya vonis kafir.
- Ucapan yang menyebabkan kekafiran itu bukan akibat dari ketidakstabilan emosi atau pikiran, misalnya karena terlampau senang atau sedih.
- Sudah sampai padanya hujjah dan dalil-dalil yang jelas, sehingga apabila muncul penyebab kekafiran karena kebodohannya, misalnya karena ia tumbuh di tempat yang jauh dari jangkauan Islam, atau baru saja masuk Islam, maka tidak boleh baginya divonis kafir.
- Tidak karena syubhat atau takwil Seseorang yang melakukan takwil atas nas dengan niat untuk mencapai kebenaran, bukan karena hawwa nafsunya, seandainya ia salah dalam hal itu, maka tidak bisa ditetapkan atasnya vonis kafir.
- Vonis kafir harus ditetapkan, berdasarkan syara’ dan bukan oleh opini, hawa nafsu, atau keinginan pihak-pihak tertentu. Kalau tidak demikian maka tidak boleh dihukumi kafir. (EZ/salamonline)