Pemerhati Kontra-Terorisme: “Penting bagi Kita Secara Kritis Mengeja Peristiwa Paris”

Prancis-Penting Kita Secara Kritis Mengeja Peristiwa Paris-jpeg.image
Petugas damkar bertugas di dekat Gedung Konser Bataclan, Paris, yang diserang, Jumat (13/11) malam (AFP)

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Klaim dari pihak IS-ISIS atas serangan di Paris, jelas bagi dunia Barat dengan mudah bisa menghakimi sebagai aksi “terorisme” produk dari kelompok Islam. Tapi penting kiranya bagi kita secara kritis menghadirkan pisau analisis framework rasional untuk mengeja peristiwa Paris.

Metodologi ini mengkaji korelasi antara “teroris” dan sasaran dalam aspek kesamaan-kepentingan, konflik kepentingan dan pola interaksi di antara keduanya.

“Dalam Framework ini ‘teroris’ dan sasaran terornya diletakkan sebagai aktor rasional dan strategis. Rasional dalam arti tindakan mereka konsisten dengan kepentingannya dan semua aksi mencerminkan tujuan mereka,” ujar Pemerhati Kontra Terorisme Harits Abu Ulya kepada redaksi, Ahad (15/11).

Strategis, menurut Harits, dalam artian pilihan tindakan mereka dipengaruhi oleh langkah aktor lainnya (lawan) dan dibatasi oleh kendala (constrain) yang dimilikinya.
Dalam framework rasional berasumsi kalkulasi strategis antar aktor menghasilkan teror.

Frame ini, kata Harits, mengharuskan evaluasi terhadap langkah, kebijakan, strategi yang digunakan oleh kedua belah pihak; ‘pelaku serangan’ dan ‘sasaran serangan’. Sebagai catatan, sambungnya, risiko logis penggunaan metodologi ini akan dianggap analisis yang obyektif dan rasional atau dianggap sebagai simpatisan “teroris” karena manganalisa secara kritis sasaran teror, di saat “sasaran” sedang menjadi “korban”.

Baca Juga

“Penggunaan framework rasional urgent karena mampu menjawab dua hal penting; kondisi yang memunculkan dan kondisi yang meredam terjadinya “teror”. Belajar paska penyerangan WTC di AS yang disusul dengan kampanye Global War on Terrorism, mereka fokus menuduh the evil ideology sebagai penyebab “terorisme” namun abai pada faktor penyebab lain,” tandas Direktur Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) ini.

Akhirnya, terangnya, solusi yang digelar justru malahirkan spiral kekerasan yang tidak berujung. Pelaku serangan dengan aksi serangannya konfrontatif dengan teror yang dilakukan oleh kekuatan negara (state terrorism).

Harits mengatakan, hari ini kita juga menyaksikan konflik akut di dunia Islam, khususnya di kawasan Timur Tengah tidak bisa dikatakan steril dari campur tangan dunia Barat. Bahkan mereka melanjutkan deklarasi Global War on Terrorism dengan memobilisasi kekuatan koalisi negara-negara Barat untuk konfrontasi langsung di Aghanistan, Irak, dan terkini adalah Suriah.

Menurutnya, tindakan koalisi ini disambut dengan perlawanan dari berbagai elemen di Suriah. Dengan mengikuti framework rasional secara konsisten, bisa diambil kesimpulan kenapa Paris-Perancis dijadikan target serangan yang diklaim oleh kelompok IS-ISIS itu.

“Pilihan Prancis terlibat dalam konflik Suriah bersama negara koalisi adalah jawabannya. Di samping Prancis menjadi negara terbuka yang mengaminkan peluang munculnya tindakan yang melahirkan ketersinggungan yang amat sangat terkait dimensi keyakinan,” ujar Harits menjelaskan. (mus)

Baca Juga