Kecam Cina, Inggris & Australia Desak Beijing Hormati Hak Kebebasan Muslim Uyghur

SALAM-ONLINE.COM: Perdana Menteri Australia dan Inggris mengulangi keprihatinan serius atas dugaan kondisi hak asasi manusia (HAM) di Xinjiang, Cina, dan meminta Beijing untuk menghormati hak-hak minoritas Muslim di wilayah tersebut.

Dalam pernyataan bersama, keduanya mengecam Cina yang diketahui telah melakukan penindasan dan pelanggaran HAM berat terhadap minoritas Muslim Uyghur di Xinjiang.

PM Australia Scott Morrison bertemu secara virtual dengan mitranya dari Inggris, Boris Johnson, Kamis (17/2/2022). Mereka membahas hubungan bilateral kedua negara serta situasi di Cina dan kawasan Indo-Pasifik.

Scott Morrison dan Boris Johnson mendesak Beijing untuk melindungi dan menghormati hak dan kebebasan minoritas Muslim Uyghur di Xinjiang, demikian dilansir Anadolu Agency, Kamis (17/2).

Kedua pemimpin menyatakan keprihatinan besar atas “laporan yang dapat dipercaya” tentang pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang. Keduanya juga meminta Cina untuk melindungi hak, kebebasan dan otonomi tingkat tinggi untuk Hong Kong yang diabadikan dalam Deklarasi Bersama Tiongkok-Inggris dan Hukum Dasar.

Sejumlah negara menuduh Cina melakukan pembersihan etnis terhadap Muslim Uyghur di Xinjiang. Meskipun negara komunis itu membantahnya dan menolak tuduhan itu sebagai “kebohongan dan virus politik”, namun banyak kesaksian atas kebiadaban yang dialami oleh Muslim Uyghur.

Di Hong Kong, Beijing memperkenalkan Undang-Undang Keamanan Nasional pada tahun 2020 sebagai reaksi atas protes besar-besaran kelompok pro-demokrasi. Para kritikus mengatakan undang-undang tersebut mengurangi otonomi wilayah administrasi khusus, dan melanggar prinsip “satu negara, dua sistem” di mana bekas jajahan Inggris itu dikembalikan ke Cina.

Para pemimpin Inggris dan Australia juga menegaskan kembali dukungan mereka kepada Taiwan untuk terlibat dalam organisasi internasional sebagai anggota, yang ditentang Cina.

Cina mengklaim Taiwan sebagai provinsi yang memisahkan diri, tetapi Taiwan telah bersikeras untuk merdeka sejak 1949 dan telah menjalin hubungan diplomatik penuh dengan setidaknya 15 negara.

Baca Juga

Morrison dan Johnson menentang tindakan sepihak apa pun yang dapat meningkatkan ketegangan di kawasan itu. Keduanya menegaskan kembali sikap mereka terhadap “upaya untuk mendominasi” Laut Cina Selatan yang disengketakan.

“Para pemimpin mengakui pentingnya negara-negara untuk dapat menggunakan hak dan kebebasan maritim mereka di Laut Cina Selatan sesuai dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut.”

Tahun lalu, Australia, AS dan Inggris menandatangani pakta keamanan AUKUS, yang dipandang sebagai upaya lain untuk melawan pengaruh ekonomi dan militer Cina yang meluas di kawasan itu. Ini akan memungkinkan Australia membangun kapal selam bertenaga nuklir menggunakan teknologi yang disediakan oleh AS.

Cina mengatakan kesepakatan itu akan merusak perdamaian dan stabilitas regional dan mengintensifkan perlombaan senjata.

Para pemimpin menyambut baik berlakunya Perjanjian Pertukaran Informasi Propulsi (sistem tenaga penggerak) Nuklir Angkatan Laut, yang memungkinkan Inggris dan AS untuk berbagi informasi propulsi nuklir angkatan laut dengan Australia.

Australia juga merupakan bagian dari Quad, sebuah kelompok strategis dengan AS, Jepang dan India, yang disebut bertujuan untuk mengurangi dominasi Cina di Asia-Pasifik.

Kedua pemimpin (Inggris dan Australia) juga menyatakan keprihatinan mendalam atas situasi saat ini di Myanmar. Sepert diketahui, militer mengambil alih kekuasaan tahun lalu. Morisson dan Johnson menyerukan penghentian segera kekerasan terhadap penduduk sipil dan pembebasan semua tahanan di Myanmar. (mus)

Baca Juga