Ghazwul Fikri

–Catatan ABU MUAS TARDJONO–

Ghazwul Fikri-mencengkram umat-1-jpeg.imageSALAM-ONLINE: Disadari atau tidak, kini kaum kuffar dan munafiqin secara gencar dan sistematis berupaya keras mengeliminasi Islam supaya tidak berkembang dan berupaya pula menghancurkan umat Islam dari dalam. Program eliminasi dan penghancuran ini terangkum dalam program Al-ghazwul-fikri (perang pemikiran) yang mereka rencanakan.

Dalam bukunya, Pengantar Memahami Al-ghazwul-fikri, Abu Ridha menyatakan, Al-ghazwul-fikri merupakan bagian yang tak terpisahkan dari uslub qital (metode perang) yang bertujuan menjauhkan umat Islam dari agamanya. Ia adalah

penyempurnaan, alternatif, dan penggandaan cara peperangan dan penyerbuan mereka terhadap dunia Islam.

Paling tidak, ada empat hal yang termasuk dalam program al-ghazwul-fikri. Pertama,Tasykik, yakni gerakan yang berupaya menciptakan keraguan dan pendangkalan akidah kaum Muslimin terhadap agamanya. Misalnya, dengan terus menerus menyerang (melecehkan) Al-Qur’an dan Hadits, melecehkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam atau mengampanyekan bahwa hukum Islam tidak sesuai dengan tuntutan zaman.

Kedua, Tasywih yakni gerakan yang berupaya menghilangkan kebanggaan kaum Muslimin terhadap agamanya. Caranya, memberikan gambaran Islam secara buruk sehingga timbul

rasa rendah diri di kalangan umat Islam. Di sini, mereka melakukan penyesatan dan pencintraan negatif,  tentang agama dan umat Islam lewat media massa dan lain-lain, sehingga Islam terkesan menyeramkan, kejam, sadis, radikal dan lain sebagainya.

Ketiga, Tadzwib, yakni pelarutan budaya dan pemikiran. Di sini, kaum kuffar dan munafiqin melakukan pencampur-adukan antara hak dan batil, antara ajaran Islam dan non-Islam, sehingga umat Islam yang awam kebingungan dengan pedoman hidupnya.

Dan, keempat, Taghrib yakni “pembaratan” dunia Islam, mendorong Kaum Muslimin agar menerima pemikiran dan budaya Barat, seperti sekularisme, pluralisme, liberalisme, nasionalisme dan lain sebagainya.

Keempat hal tersebut di atas, dirasakan atau tidak, kini telah banyak mempengaruhi ucap, sikap dan perilaku kaum Muslimin dalam meniti kehidupannya.

Tak sedikit, di antara saudara seiman kita yang terperdaya oleh program ini. Kini, di hadapan kita terbentang banyak tantangan. Muncul bermacam aliran pemikiran, paham dan gerakan dari kaum kafirin dan munafiqin yang berupaya keras meracuni jiwa tauhid kita. Bahkan lebih dari itu, kaum kafirin dan munafiqin saling bahu membahu melakukan aksi pemurtadan dengan berbagai cara, dari mulai yang paling halus dengan iming-iming dan kedok Kemanusiaan hingga memaksa banyak umat Islam dengan cara kasar, brutal disertai penganiayaan untuk meninggalkan Islam.

“Dan tiada henti-hentinya mereka memerangi kalian sehingga kalian murtad dari agama kalian, jika mereka mampu…,” (QS Al-Baqarah: 217).

Seiring dengan itu, gerakan sekularisme berskala global pun sedang berupaya keras mengenyahkan syariat Islam dari kehidupan kaum Muslimin. Penguasa negara-negara kapitalis yang notabene kaum Salibis dan Zionis, rela mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk menjerumuskan kaum Muslimin ke dalam jurang sekularisme yang mereka tawarkan.

Allah berfirman: “Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai,” (QS At Taubah: 32).

Saat ini pula, kaum kuffar tak henti-hentinya memunculkan isu “terorisme”, sebagai isu utama (main issue)  atau isu sentral. Sasaran kampanye anti-“terorisme” itu sebenarnya sangat mudah dipahami oleh kita. Sasarannya tiada lain adalah kekuatan Islam.  Tegasnya, umat Islam yang berupaya menerapkan syariat Islam dan menyerukan jihad melawan kezaliman kaum kafir bersiap-siaplah mendapat label “teroris”.

Kampanye anti-“terorisme” hakikatnya merupakan bagian dari ghazwul fikri, yakni invasi, serangan, atau serbuan pemikiran dengan tujuan mengubah sikap dan pola pikir agar sesuai dengan yang mereka kehendaki. Dalangnya (Zionis) dan antek-anteknya berupaya secara sistematis untuk menempatkan Islam dan umatnya agar dipandang sebagai ancaman yang sangat menakutkan.

Semakin jelas kiranya, pada era global sekarang, medan perang utama Islam vis a vis kaum kafirin dan munafiqin adalah ghazwul fikri, selain medan perang konvensional seperti yang terjadi di Afghanistan, Palestina, Suriah, Kashmir, dan lain-lain.Ghazwul Fikri-cuci otak-2-jpeg.image

Senjata utama kemenangan dalam perang pemikiran ini adalah media massa, yang terbukti sangat efektif mempengaruhi pola pikir, pemahaman, dan perilaku masyarakat. Karena itu, pihak yang lemah dalam bidang penguasaan media massa akan menjadi pihak yang kalah perang.

Ringkasnya, siapa yang menguasai media, dialah yang akan menguasai dunia, karena “The new source of power is information in the hand of many” (sumber utama kekuasaan yang baru adalah informasi yang menyebar kepada banyak orang (opini publik). Opini yang terus-menerus melalui media massa bisa menentukan yang jahat (batil) menjadi benar (hak) dalam persepsi masyarakat atau sebaliknya.

Sarana paling efektif dari ghazwul fikri yang dibarengi dengan ghazwuts tsaqofi (perang peradaban/budaya) adalah media massa, termasuk di antaranya radio, televisi, suratkabar, tabloid, majalah, buku, buletin, selebaran dan lain sebagainya.

Dalam dunia komunikasi ada istilah populer, “Siapa yang menguasai informasi, dialah penguasa dunia”. Memang, telah menjadi pendapat umum bahwa siapa yang menguasai informasi, dialah penguasa masa depan. Sumber kekuatan baru masyarakat bukanlah uang di tangan segelintir orang, melainkan informasi di tangan banyak orang.

Kaum Zionis Yahudi memang tak pernah menyia-nyiakan kesempatan. Mereka dengan sangat lincah menguasai sarana media massa  dalam  ‘perang pemikiran dan perang kebudayaan’ yang serba canggih itu sekaligus merekrut menjadi pemiliknya. Dalam bukunya berjudul ‘Bahaya Zionisme terhadap Dunia Islam’, Dr Majid Kailani mengajak kita untuk mau membaca sekaligus mewaspadai strategi mereka dalam menghadapi abad Informasi yang tercantum dalam Protokolat Zionis XII yang isinya:

“Peran apakah yang dapat dimainkan oleh media massa akhir-akhir ini? Salah satu di antaranya adalah untuk membangkitkan opini rakyat yang keliru. Hal ini dapat membangkitkan emosi rakyat. Kadang juga bermanfaat guna mengobarkan konfrontasi antar partai politik,  tentunya  akan  banyak menguntungkan pihak kita. Apalagi saat mereka sedang bertikai, kesempatan baik bagi kita untuk mengadu domba. Namun dengan media massa, kita juga dapat memakainya sebagai ajang persahabatan semu yang kebanyakan orang tidak mengerti kesemuan itu. Kita akan mengendalikan peran media ini dengan sungguh-sungguh. Sastra dan pers adalah dua kekuatan yang amat berpengaruh. Oleh karena itu kita akan banyak menerbitkan buku-buku kita dengan oplag yang besar.”

Menurut Dr Majid Kailani, memang Zionis amat suka menyuguhkan berbagai pemberitaan yang menimbulkan umpan emosional di segala bidang. Atau juga banyak menimbulkan kebangkrutan moral pembacanya. Berbagai jenis media massa dalam strategi Zionis dibagi menjadi tiga bagian yang setiap bagiannya berperan sesuai dengan perannya, seperti tercantum dalam Protokolat Zionis XII yang isinya:

“Media pertama, kita jadikan sebagai media yang resmi, yakni media yang selalu siap membela kepentingan rakyat. Dengan strategi ini mata rakyat akan terkibuli. Media yang kedua, kita jadikan semi-resmi, yang berkewajiban menetralkan setiap oposisi yang hendak mengobarkan api permusuhan atau pemberontakan. Sedang media ketiga, bertugas sebagai media yang berpihak menjadi oposisi semu. Di dalam berita utamanya harus menampakkan sikap konfrontatif. Dengan memasang perangkap semacam itu, akan bermunculanlah orang-orang yang berwatak oposisi menjadi kolomnis yang gigih dan banyak menantang. Maka kerja kita tinggal mencatat mereka ke dalam ‘Daftar Hitam’ kita.”

Sebenarnya, Ghazwul Fikri bukanlah hal baru bagi kalangan gerakan Islam, namun mungkin karena kurangnya persiapan dan minimnya ‘peralatan perang’ masih jauh tertinggal dibanding dengan sarana ghazwul fikri yang dimiliki kaum kuffar dan munafiqin, utamanya televisi. Minimnya dana, kurang profesionalnya pengelola, dan lemahnya manajemen biasanya menjadi penyebab utama lemah dan hancurnya sebuah media massa Islam.

Kini tiba saatnya, kaum aghniya (orang-orang kaya) untuk lebih disadarkan dalam jihad al mal (jihad harta). Dan, dana Infak (zakat & shadaqoh) pun diberdayakan lebih optimal, khususnya untuk membekali para da’i dan mujahid terjun ke medan perang/ghazwul fikri.

Ghazwul-Fikri-human-brain-3-jpeg.imageKaum Muslimin, khususnya kalangan mudanya juga harus terus membekali diri menghadapi ghazwul fikri ini dengan bermodal iman, ilmu, wawasan dan keterampilan jurnalistik untuk bertempur di medan media massa. Sekaligus memerangi kaum penyesat ajaran Islam melalui keterampilan menulis di media massa.

Betapapun gencarnya Zionis Yahudi dan Salibis setiap hari mengendalikan pikiran kita melalui gambar dan kata-kata, namun semua itu tidak menjadikan kita lupa untuk mengambil langkah bijak dengan check and recheck, tabayun dalam setiap menerima informasi.

Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu,” (QS Al Hujuraat: 6).

Wallahu a’lam bish-shawab.

Baca Juga