Dari MUI Keluarga Korban Densus Ke Komnas HAM, TPM: Orang Baru Usai Shalat, Diberondong!

TPM & keluargakorban kekerasan aparat ke _Komnas-HAM-jpeg.image
Keluarga Korban bersama TPM & Pushami saat mengadu di Komnas HAM

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Setelah bertemu dengan pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, keluarga korban penembakan brutal Densus 88 di Makassar dan Bima mengadukan dugaan pelanggaran yang dialami anggota keluarga mereka ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jl. Latuharhary, pada Selasa (22/1/2013).

Kepada Komisioner Komnas HAM yang diwakili Nurkholis, keluarga korban yang didampingi oleh Tim Pembela Muslim (TPM) dan Pusat Hak Asasi Muslim Indonesia (PUSHAMI) melaporkan sejumlah kejanggalan dalam proses kematian keluarga mereka dan sulitnya mereka meminta jenazah korban penembakan.

Dalam kesempaan itu, TPM menjelaskan ke Komnas HAM bahwa ada ketidakwajaran dalam penanganan tertuduh “teroris” oleh Densus 88.

Menurut Ahmad Michdan, dari TPM, dalam setiap terjadi penembakan biasanya pihak aparat mencari keluarga korban untuk mendapatkan sample DNA yang dipergunakan mengidentifikasi identitas korban. Namun kali ini, keluarga korban yang justru mendatangi sendiri Rumah Sakit Polri untuk mencari kejelasan informasi dan keberadaan anggota keluarga mereka.

“Keluarga tidak pernah diberitahu, mereka jauh-jauh dari Makassar datang ke Jakarta untuk mencari jenazah anggota keluarga mereka,” ungkap Ahmad Michdan yang diamini oleh istri Ahmad Kholil, salah satu korban.

“Keluarga juga meminta dalam proses otopsi ini ada transparansi, apakah korban ditembak dari depan atau dari belakang, melawan atau tidak saat ditembak ?” ujar Michdan.

Menurut TPM, penembakan di pelataran masjid juga tidak bisa diterima dan merupakan pelanggaran HAM. “Bayangkan, orang baru selesai shalat diberondong,” tukas Micdan.

TPM kembali menegaskan, keinginan saat ini dari  pihak keluarga ialah dapat melakukan tes DNA dan pengembalian jenazah korban penembakan secepatnya.

Komnas HAM sendiri, dalam pertemuan tersebut lebih  mendalami kronologi dan informasi seputar peristiwa tersebut untuk menjadi alat petunjuk, apakah dalam penegakan hukum itu ada norma-norma hukum dan HAM yang dilanggar oleh aparat.

Istri dari korban Kholil dan Adik dari korban Syamsudin menceritakan kronologis penembakan anggota keluarga mereka, dari pertemuan terakhir hingga kabar terakhir yang kali pertama mereka dapatkan terkait nasib keluarga mereka.

Baca Juga

Dalam penuturannya, Heriana, istri Ahmad Kholil mengisahkan proses kematian suaminya di pelataran Masjid Komplek RS Wahidin, Makassar pada Jumat (4/1/2013).

“Kabar yang saya terima, suami saya diberondong tembakan dari belakang dan tanpa perlawanan,” ungkapnya yang dibenarkan oleh adik perempuan Syamsudin.

Kronologis peristiwa juga disampaikan oleh keluarga korban yang berasal dari Bima kepada komisioner Komnas HAM, termasuk latar belakang kehidupan salah seorang korban penembakan, yaitu Bachtiar.

Dalam kesempatan itu mereka juga mengadukan perihal hilangnya sepeda motor dan uang 10 Juta hasil tagihan penjualan kue serta arisan yang dibawa oleh Bachtiar pada hari ketika tertembak, dimana hingga kini belum diketahui kejelasannya.

Komnas HAM sendiri, berjanji akan menindaklanjuti aduan keluarga korban terkait dugaan pelanggaran HAM tersebut dengan lebih mendalami penyelidikan dan investigasi di lapangan.

“Kita sudah bentuk tim invetigasi, nanti kita akan melakukan penyelidikan ke Makassar dan Dompu (Bima, red),” ujar Nurkholis.

Sementara itu, pengurus PUSHAMI, M Hariyadi Nasution meminta pula kepada Komnas HAM agar menyelidiki Kepolisian, apakah dalam operasinya sudah memenuhi unsur standar operasi prosedur yang diamanatkan UU 15 Tahun 2003 pasal 26 tentang Terorisme bahwa untuk melakukan penyidikan diperlukan izin pengadilan setempat.

“UU tersebut pada dasarnya untuk melakuan kontrol, agar dalam operasinya Densus 88 tidak sembarangan. Jadi, ini yang ingin kita pertanyakan apakah mereka bertindak sesuai data intelijen. Kalau punya data intelijen tidak mungkin asal tembak saja,” ucap Hariyadi.

Dalam pertemuan tersebut, keluarga korban yang hadir di antaranya berasal dari Makassar, keluarga Ahmad Kholil dan Syamsuddin serta dari Bima yaitu keluarga Bachtiar dan Anas. (arrahmah.com/salam-online)

Baca Juga