BALIKPAPAN (SALAM-ONLINE): Ribuan pengungsi/imigran Syiah membanjiri wilayah Indonesia. Balikpapan salahsatunya. Menurut penelusuran Fajar Shadiq, anggota Jurnalis Islam Bersatu (JITU) yang melaporkan dari Balikpapan, ada sekitar 300 imigran asal Afghanistan di Kota Balikpapan. Sementara di seluruh Indonesia jumlahnya lebih dari 6.000 imigran.
Keruan saja, segenap masyarakat menolak kedatangan imigran ilegal ke kota yang mereka tinggali. Pasalnya, selain tidak ada dokumen yang lengkap, hanya mengandalkan selembar kertas sertifikat dari UNHCR, mereka juga memiliki paham dan ideologi yang bertolak belakang dengan umat Islam di Indonesia.
Pengungsi Afghanistan ini terang-terangan mengaku beragama Syiah. Masyarakat khawatir, mereka akan menyebarkan pengaruhnya ke Indonesia. Apalagi, imigran Syiah, khususnya yang berada di Balikpapan, tidak semuanya tertampung di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim).
Banyak pihak bertanya-tanya, kenapa pihak imigrasi tidak mendeportasi mereka? Ditemui di Balikpapan, Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban Rumah Detensi Imigrasi Lamaru Balikpapan, Edu Andarius Aria menyatakan bahwa saat ini pihak keimigrasian juga terbentur dengan hukum yang dibuatnya sendiri.
“Kita ini terbentur dengan hukum, karena para pencari suaka itu ada payung hukumnya. Di luar itu ada konvensi tentang HAM, ada konvensi tentang pengungsi tahun 1951, walaupun kita tidak ikut meratifikasi,” ujar Edu saat ditemui di Rudenim Lamaru Balikpapan pada Kamis, (11/12) lalu.
Meskipun Indonesia tidak ikut meratifikasi konvensi internasional tentang pengungsi, tetapi ada hukum positif yang sudah mengatur di sini.
Ada aturan imigrasi Indonesia yang menyatakan bahwa pencari suaka tidak bisa dideportasi, berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI-1489.UM.08.05 Tahun 2010. (Fajar Shadiq/JITU)