Terpukul Pandemi, Pedagang Gorengan Ini Masih Berusaha Bertahan di Ibu Kota

Karim dengan usaha gorengannya

SALAM-ONLINE.COM: Sejak tahun 1990-an, tekad Karim bulat untuk memperbaiki nasibnya di Jakarta. Berbagai pekerjaan dilakoninya, mulai dari mebel, tukang pahat batu alam, hingga terakhir menjadi sopir.

Setelah berumah tangga, pria berusia 40 tahun ini sempat balik ke kampung halamannya di Cirebon, Jawa Barat. Tapi dengan tuntutan pemenuhan biaya rumah tangga, Karim kembali ke ibu kota.

Dengan profesi sebagai sopir di toko material bangunan selama beberapa tahun, gaji Karim tidak lebih dari Rp2 juta per bulan. Hidup di ibu kota dengan nominal demikian, tentu belum cukup untuk memenuhi biaya hidupnya sehari-hari. Untuk membayar kontrakan rumah saja sudah habis Rp1,5 juta per bulan.

Ditambah lagi jika menghitung anak sulungnya yang berniat lanjut ke bangku kuliah, dan si bungsu yang masih sekolah yang meski saat ini belajar dari rumah, Karim tetap mengeluarkan biaya pendidikan untuk anaknya.

“Karena anak saya sekolahnya swasta,” terang Karim. Oleh karenanya, sebagai tambahan ia juga membuka warung kopi sederhana di malam hari setelah pulang kerja.

Tiga bulan lalu, ia kehilangan pekerjaan sebagai sopir karena mendadak pemilik toko bangunan tersebut memintanya berhenti. Sampai sekarang, ia masih belum mengetahui kenapa ia diberhentikan setelah bertahun-tahun bekerja sebagai sopir.

Hidup harus tetap berlanjut. Ia memutuskan untuk berjualan gorengan di samping kontrakannya. Gerobak yang ia gunakan masih dalam status utang sebesar Rp3 juta kepada temannya. Meski demikian, ia merasa bersyukur dengan kondisinya karena masih bisa berusaha secara mandiri.

Baca Juga

“Sebelumnya memang saya pernah ikut teman, bantu-bantu jualan gorengan. Jadi ada pengalaman untuk memulai usaha gorengan. Meski kadang-kadang enggak cukup buat kebutuhan sebulan, karena saya masih baru usaha ini. Buat bayar kontrakan dan biaya sekolah online anak,” ungkap Karim.

Kesulitan juga kerap ditemuinya saat pandemi ini, seperti sulitnya mencari bahan baku saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pertama kali sehingga harus pergi ke pasar yang lebih jauh. Tetapi berangsur seiring berjalannya waktu, keadaan membaik. Dia berharap pandemi cepat berlalu.

Wahyu Nur Alim dari Tim Global Wakaf–Aksi Cepat Tanggap (Global Wakaf-ACT) menyampaikan, permasalahan yang dihadapi Karim saat ini banyak juga dialami oleh warga masyarakat lainnya, yakni PHK dan banting setir menjadi pedagang kecil. Modal menjadi salah satu faktor penting dalam hal ini, sehingga Global Wakaf–ACT meluncurkan program Wakaf Modal Usaha Mikro untuk membantu mereka.

Wakaf Modal Usaha Mikro bertujuan untuk membebaskan pelaku usaha mikro dari jeratan utang dan riba. Dengan dasar sistem Qardh al-Hasan, Wakaf Modal Usaha Mikro memiliki peran dalam membangun komitmen para pelaku usaha penerima modal, sehingga para penerima manfaat senantiasa bertekad dalam membangun bisnisnya untuk lebih maju dan berkembang.

Wahyu pun mengajak masyarakat untuk bersama-sama mendukung agar kebermanfaatan program ini meluas. “Bukan cerita baru, kita kerap dengar masih banyak para para pedagang yang mentok pada persoalan permodalan. Kami berharap, dengan semangat kedermawanan, kita bisa menopang petani sebagai salah satu produsen pangan dan penjaga negeri,” harap Wahyu. []

Segera klik https://indonesiadermawan.id/category/wakaf dan pilih program wakaf terbaik menurut Anda. []

Baca Juga