Di Tengah Gencatan Senjata, dengan Dalih Palsu ‘Israel’ Kembali Serang Gaza

Seorang anak Palestina berjalan di lokasi serangan “Israel” di Gaza pada Rabu (29/10/2025). (Reuters)

SALAM-ONLINE.COM: Meski gencatan senjata telah diberlakukan sejak 10 Oktober lalu, Penjajah “Israel” kembali melancarkan serangan di Gaza pada Rabu (29/10/2025). Klaim “Israel”, sasarannya adalah sebuah “gudang senjata”.

Serangan dilakukan beberapa jam setelah malam pengeboman paling mematikan sejak dimulainya gencatan senjata yang ditengahi AS, Turki, Qatar dan Mesir. Sebelumnya “Israel” mengancam bahwa mereka akan terus beroperasi untuk mengatasi ancaman yang dirasakan.

Militer penjajah itu mengumumkan telah melakukan serangan presisi di sebuah lokasi di wilayah Beit Lahia, Gaza utara, yang menurut klaim penjajah itu merupakan tempat senjata-senjata yang ditimbun untuk “serangan teror yang akan segera terjadi’.

Pasukan “Israel”, klaimnya, akan tetap dikerahkan “sesuai dengan perjanjian gencatan senjata dan akan terus beroperasi untuk mengatasi ancaman langsung apa pun”.

Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza mengatakan, serangan terbaru itu mengakibatkan kematian dua warga Palestina. Badan pertahanan sipil wilayah tersebut melaporkan bahwa dalam serangan sebelumnya jatuh korban jiwa sebanyak 104 warga Palestina – termasuk 46 anak-anak dan 24 perempuan.

Militer penjajah melancarkan gelombang pengeboman setelah salah seorang tentaranya tewas di Gaza pada Selasa (28/10). Menjelang Rabu siang, “Israel” menyatakan telah memulai “penegakan kembali gencatan senjata”.

Baik Presiden AS Donald Trump maupun mediator regional Qatar mengatakan mereka berharap gencatan senjata akan bertahan. Tetapi di Gaza, keluarga-keluarga pengungsi mulai kehilangan harapan.

“Kami baru saja mulai bernafas lega, mencoba membangun kembali kehidupan kami, ketika serangan kembali terjadi,” kata Khadija al-Husni, 31 tahun, seorang ibu pengungsi yang tinggal bersama anak-anaknya di bawah tenda terpal di sebuah sekolah di kamp pengungsi al-Shati.

“Ini kejahatan. Gencatan senjata atau perang – tidak bisa keduanya. Anak-anak tidak bisa tidur; mereka pikir perang sudah berakhir,” ungkapnya.

“Kami kelelahan”

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengecam keras “pembunuhan akibat serangan udara ‘Israel’ terhadap warga sipil di Gaza kemarin, termasuk banyak anak-anak,” kata juru bicaranya, Stephane Dujarric, pada Rabu.

Kepala Hak Asasi Manusia PBB, Volker Turk, mengatakan laporan tentang begitu banyak korban jiwa sangat mengerikan. Ia mendesak semua pihak untuk tidak membiarkan perdamaian “lepas dari genggaman”. Turk menggemakan seruan dari Inggris, Jerman dan Uni Eropa agar para pihak berkomitmen kembali pada gencatan senjata.

Dalih palsu “Israel”

Di kota Deir al-Balah, Gaza tengah, Jalal Abbas yang berusia 40 tahun hampir putus asa dan menyebut “Israel” menggunakan dalih palsu untuk melanjutkan serangan mereka.

“Masalahnya adalah Trump memberi mereka kedok untuk membunuh warga sipil karena mereka menyesatkannya dengan informasi palsu,” katanya kepada AFP.

Baca Juga

“Kami ingin mengakhiri perang dan eskalasi. Kami kelelahan dan di ambang kehancuran.”

Militer penjajah berdalih bahwa serangannya telah menargetkan 30 militan senior. Sementara Menteri Pertahanan penjajah, Israel Katz menyatakan “puluhan komandan Hamas telah dinetralisir”.

“Israel” berdalih telah melancarkan gelombang serangan setelah Sersan Mayor Yona Efraim Feldbaum, 37 tahun, tewas di Rafah ketika kendaraan tempurnya terkena tembakan musuh.

Hamas menyatakan bahwa para pejuangnya “tidak terkait dengan insiden penembakan di Rafah” dan menegaskan kembali komitmennya terhadap gencatan senjata yang didukung AS itu.

Hamas juga menunda penyerahan jenazah sandera yang disebutnya telah meninggal. Hamas menyatakan, “Eskalasi apa pun akan menghambat pencarian, penggalian, dan pemulihan jenazah.”

Kelompok pejuang Palestina itu menyandera 251 orang dalam serangan Hamas ke “Israel” pada 7 Oktober 2023.

Berdasarkan kesepakatan gencatan senjata yang mulai berlaku pada 10 Oktober, Hamas memulangkan 20 sandera yang masih hidup dan masih berada dalam tahanannya. Kemudian memulai proses pemulangan 28 jenazah.

Namun, perselisihan mengenai lambatnya pengembalian jenazah terakhir ini telah mengancam akan menggagalkan rencana gencatan senjata – yang disepakati antara penjajah “Israel” dengab Hamas, yang didukung didukung oleh pemerintahan Trump di AS serta mediator regional Mesir, Turki dan Qatar.

“Israel” terus berdalih bahwa Hamas telah mengingkari kesepakatan dengan tidak mengembalikan jenazah mereka dengan cukup cepat. Tetapi kelompok pejuang Palestina tersebut mengatakan akan membutuhkan waktu untuk menemukan jenazah yang terkubur di reruntuhan Gaza.

Hamas berada di bawah tekanan yang semakin besar setelah mengembalikan sebagian jenazah seorang tawanan yang sebelumnya ditemukan, yang menurut dalih “Israel” merupakan pelanggaran gencatan senjata.

Hamas mengatakan jenazah-jenazah itu adalah jenazah ke-16 dari 28 jenazah yang telah disepakati untuk dikembalikan.

Pemeriksaan forensik dari kantor Netanyahu menyatakan, Hamas telah mengembalikan jenazah seorang sandera yang jenazahnya telah dibawa kembali ke pihak “Israel” dua tahun lalu.

Serangan Hamas pada Oktober 2023 mengakibatkan tewasnya 1.221 orang di pihak penjajah “Israel”, menurut penghitungan pihak penjajah itu.

Serangan “Israel” berikutnya di Gaza telah membunuh setidaknya 68.643 orang, sebagian besar warga sipil. (is)

Baca Juga