Pertemuan Bersejarah dengan Putin, Presiden Suriah Akan ‘Mendefinisikan Ulang’ Hubungan Negaranya dengan Rusia

Presiden Suriah Ahmad Hussein Al Sharaa (kanan) dan Presiden Rusia Vladimir Putin

SALAM-ONLINE.COM: Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa berjanji untuk “mendefinisikan ulang” hubungan negaranya dengan Rusia dalam pertemuan dengan Presiden Vladimir Putin di Moskow.

Pertemuan yang disiarkan televisi antara keduanya pada Rabu (15/10/2025) lalu terjadi di tengah seruan Suriah untuk mengekstradisi mantan Presiden Basyar Assad, yang digulingkan oleh Sharaa bersama barisan pejuang revolusi Suriah pada Desember 2024.

Putin dengan hangat menyambut Sharaa di Istana Kremlin. Meskipun keduanya sebelumnya berada di pihak yang berseberangan dalam perang Suriah yang telah berlangsung selama hampir 14 tahun.

“Selama beberapa dekade ini, kami selalu berpedoman pada satu hal: kepentingan rakyat Suriah,” klaim Putin.

“Kami sungguh memiliki hubungan yang sangat erat dengan rakyat Suriah.”

Di sisi lain, Sharaa mengatakan bahwa hubungan yang berkelanjutan harus menekankan kedaulatan Suriah, merujuk pada banyaknya negara yang terlibat dalam “perang saudara” di negaranya.

“Kami berusaha memulihkan dan mendefinisikan ulang dengan cara baru hakikat hubungan ini sehingga Suriah dapat merdeka, berdaulat, dan juga memiliki kesatuan dan integritas teritorial serta stabilitas keamanan,” ujarnya.

Baca Juga

Terlepas dari pernyataan hangat tersebut, status Assad—sekutu setia Putin—tetap menjadi titik kritis.

Seorang pejabat Suriah mengatakan kepada AFP bahwa Damaskus akan meminta Moskow untuk menyerahkan Assad pekan ini. Serta “semua orang” yang telah melakukan “kejahatan perang” yang kini juga berada di Rusia.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov pada Senin lalu menegaskan kembali bahwa Moskow telah menawarkan suaka kepada Assad dan keluarganya atas “alasan kemanusiaan semata”. Assad dan keluarganya tinggal tinggal “di ibu kota Rusia”.

Selain nasib mantan pemimpin Suriah tersebut, ada juga pertanyaan tentang pangkalan militer Rusia di Tartus dan Khmeimim, yang terletak di pesisir Mediterania dan merupakan satu-satunya pos militer resmi Rusia di luar bekas Uni Soviet.

Tidak ada angka pasti yang disepakati mengenai jumlah korban yang disebabkan oleh keterlibatan Rusia dalam perang di Suriah, namun perkiraan dari berbagai kelompok hak asasi manusia dan lembaga pemantau menyebutkan jumlah korban sipil berada pada kisaran 4.000 hingga 9.000 jiwa. (ib)

Baca Juga