Ridwan Saidi: Rezim Ini Sudah Jatuh Tempo!

Jakarta (salam-online.com): Inilah rezim yang menurut Budayawan Ridwan Saidi sudah jatuh tempo. Apa maksudnya? Ya, rezim ini mestinya sudah selesai. Rezim ini sudah tak mampu lagi melanjutkan atau menjalankan pemerintahan karena sudah kehilangan trust, sudah kehilangan kepercayaan rakyat.

“Ya… lihat saja nanti, instabilitas terhadap negeri ini akan berlanjut. Keputusan DPR dan pemerintah atas harga BBM kan merupakan keputusan waria (banci-red), tak ada kepastian, pemerintah bisa menaikkan harga BBM kapan pun. Jadi, instabilitas akan berlanjut!” seru Ridwan dalam dialog di TVOne pagi ini (31/3/12).

Seperti diketahui, DPR dengan suara 356 mendukung (Demokrat, Golkar, PAN, PPP, PKB) telah memutuskan menyetujui naiknya BBM dengan syarat jika harga minyak mentah dunia berkisar di atas 15% dari harga 105 dolar perbarel. Saat ini harga minyak dunia berkisar 115-116 dolar perbarel, Jadi, jika harga minyak dunia mencapai 120 dolar perbarel, maka pemerintah berhak menaikkan harga BBM di kisaran Rp 6.000 perliter dari Rp 4.500.

Opsi di atas ditolak PDIP, PKS, Gerindra dan Hanura. Tapi di saat mau diambil voting, Hanura dan PDIP walkout. PDIP dan Hanura menganggap Sidang Paripurna tadi malam sampai dini hari (pukul 01.00) sudah tak menghormati etika dan kepatutan. Lobi yang lama (hingga sampai 6 jam) yang dilakukan oleh Setgab Koalisi tanpa menghargai ada partai lainnya (PDIP, Gerindra, Hanura) yang sangat lama menunggu, ditambah lagi koalisi gabungan tanpa melibatkan PDIP, Gerindra dan Hanura, dengan seenaknya membuat opsi lain (opsi menolak naiknya BBM dengan catatan seperti di atas—yang pada dasarnya hanya menunda kenaikan saja), tentu membuat “oposisi” berang.

Yang membuat PDIP tambah meradang, karena menurut tata tertib DPR, pembahasan pasal 7 ayat 6 itu mestinya berakhir pada pukul 00.00. Tapi sampai pukul 13.35 masih membahas pasal itu. Ini sudah melanggar. Artinya, mestinya pembahasan pasal itu sudah tak berlaku, dan harus kembali pada opsi penolakan penaikan harga BBM tanpa embel-embel. Ditolak. Titik! Pemerintah tak boleh menaikkan harga BBM, kapanpun, tanpa persetujuan DPR.

Lalu, yang mengagetkan, PKS ikut bersama PDIP, Gerindra dan Hanura, menolak penaikan harga BBM tanpa embel-embel penambahan pasal 7 ayat 6 a yang intinya hanya penundaan saja. Sewaktu-waktu dalam tahun ini juga, pemerintah bisa menaikkan harga BBM tanpa DPR, jika harga minyak mentah dunia mencapai 120 dolar perbarel. Saat ini harga perbarel di kisaran 115-116 dolar.

Menurut pengamat politik Burhanuddin, adalah Golkar yang bermain di opsi ini. Adalah usulan Golkar yang akhirnya diterima, yaitu pemerintah bisa menaikkan harga BBM jika dengan selisih angka 15%–artinya jika harga minya dunia sekarang berkisar 105 dolar perbarel, pemerintah boleh menaikkan harga BBM jika harga minyak dunia mencapai 120 dolar perbarel. Ini, merupakan kemenangan Golkar.

Baca Juga

Jadi, jika malam sebelumnya Golkar menyatakan menolak naiknya harga BBM—tanpa syarat—maka  pada hakikatnya tadi malam dini hari (31/3/12), Golkar bersama Demokrat, PPP, PAN dan PKB, sebenarnya setuju naiknya harga BBM dengan syarat seperti tersebut di atas (diikuti pasal 7 ayat 6a).

Dengan demikian, sesungguhnya, pernyataan penolakan Golkar malam sebelumnya, itu “bersayap”. Apalagi, pernyataan itu menyebutkan dengan kata-kata “tidak sepakat”—bukan menolak!

Apapun, seperti dikatakan Ridwan Saidi, dengan keputusan DPR yang diterima pemerintah itu, instabilitas negeri ini masih mengancam! Unjuk rasa mahasiswa dan rakyat berlanjut!

Akankah rezim ini ingin mengubur dirinya lantaran tetap membuka peluang maraknya unjuk rasa menolak penaikan harga BBM? Akankah rezim ini ingin mengakhiri kekuasaannya karena masih tetap “mengundang” maraknya demo?

Inilah, rezim, yang bagi Ridwan Saidi, memang sudah “jatuh tempo”! (s)

Foto: Rasul Arasy & republika.co.id

Baca Juga