Menyorot Dugaan Barter Pasal BBM dengan Lumpur Lapindo

JAKARTA (salam-online.com): Sejak ekonom dari Econit, Hendri Saparini, menyebut (Rabu, 4/4/12) adanya Pasal 18 UU APBN-P 2012 soal pembiayaan lumpur Lapindo, isu ini pun terus bergulir. Dialog MetroTV petang, Jumat (6/4/12) juga menyoroti kasus ini.

Isu adanya deal politik antara Partai Demokrat dan Golkar mengenai barter pasal 7 ayat 6A dengan pasal 18 Undang-Undang APBN-P 2012 soal pembiayaan lumpur Lapindo, sulit disembunyikan. Padahal, saat lobi antarfraksi pada sidang paripurna DPR (30/3/12) tak ada pembahasan pasal lumpur Lapindo ini. Publik tahunya fraksi sedang fokus membahas pasal 7 ayat 6 A.

Lalu, benarkah ada barter pasal 7 ayat 6 A dengan pasal 18 UU APBN-P 2012?  Politisi Partai Keadilan Sejahtera, Mardani Ali Sera, seperti dikutip wartanews.com, Jumat (6/4/12) meminta dugaan ini dibongkar agar jelas apa yang sebenarnya terjadi.

“Kalau itu benar terjadi dibongkar saja. Kami belum masuk ke sana. Biar masyarakat saja yang melakukan,” ujar Mardani.

Mengenai adanya dugaan alokasi dana yang diterima oleh korban hanya sekitar 20 persen, Anggota Komisi VII DPR ini berharap agar dibuka saja ke publik jika benar adanya.

“Biar masyarakat yang menilai karena masyarakat sekarang sudah bisa menilai, tapi silakan tanya ke orang Banggar,” katanya. Wakil Ketum Golkar Agung Laksono jelas membantah. Menurutnya, tak ada deal-deal antara Golkar-Demokrat dengan membarter isu  BBM dengan lumpur Lapindo (detikcom, 5/4/12). “Tak ada, tak ada, itu cuma isu,” bantah politisi Golkar yang juga menjabat Menko Kesra ini.

Sebelumnya, Wasekjen PKS Mahfudz Siddik mempertanyakan pasal 18 yang berada dalam satu paket UU APBN-P 2012 yang disahkan tanggal 31 Maret lalu. Pasal 18 ini tidak dijelaskan ke publik. Padahal isinya soal krusial, yakni anggaran pemerintah untuk mengganti rugi korban lumpur Lapindo di tiga desa wilayah yang berdampak langsung.

Baca Juga

“Itu memang tidak muncul dari paripurna dan saya tidak dengar waktu rapat di badan anggaran. Jadi memang yang patut dipertanyakan adalah mengapa pemerintah masih terus terbebani untuk membayar uang ganti rugi terhadap korban Lapindo di tiga desa di luar wilayah berdampak. Kan ini sudah berlangsung sejak 2008 dan 2009,” ungkap Mahfudz di Gedung DPR.

Dia pun meminta BPK untuk melakukan audit terhadap anggaran yang dikucurkan dari pihak pemerintah maupun Lapindo Brantas. Kenyataan di lapangan, menurut Mahfudz, saat dia melakukan kunjungan langsung di tiga desa di wilayah yang terkena semburan lumpur Lapindo, warga hanya mendapatkan bantuan senilai 20 persen dari yang dianggarkan.

Jadi, ke mana raibnya yang 80% lagi? Bagaimana pula nasib dana anggaran jika benar adanya deal dengan membarter pasal 7 ayat 6 A dengan pasal 18 UU APBN-P 2012?  jelas ini sangat memprihatinkan—dimana uang rakyat digelontorkan hanya untuk kepentingan politik segelintir pihak.  Itu belum lagi jika nilai yang diterima warga korban lumpur Lapindo, tak utuh, sebagaimana temuan Mahfudz.

Sampai kapan bangsa dan negeri ini menolerir praktik-praktik seperti diungkap di atas?

Keterangan Foto: Hendri Saparini & Mardani Ali Sera

Baca Juga