JAKARTA (SALAM-ONLINE.COM): Ketua Front Pembela Islam (FPI) Bekasi Raya Murhali Bardah menyatakan keprihatinnya. Apa pasal?
Murhali gundah lantaran pilkada jadi ajang kampanye hitam menggunakan bahkan menyerang Islam. Itu terjadi menjelang pemilihan kepala daerah (pemilukada) Kota Bekasi, Jawa Barat.
Kerisauan Murhali ini terkait dengan aksi unjuk rasa yang dilakukan sekelompok orang yang menamakan dirinya Gerakan Wanita Antipoligami (Gewap), Rabu (12/12/2012) di Jalan Ahmad Yani, Kota Bekasi.
Bahkan akhlak dalam berunjuk rasa pun sudah diabaikan. Kata Murhali, pengunjuk rasa sudah sampai menggunakan pakaian dalam wanita dan BH sebagai masker dalam aksinya.
”Kenapa harus (menyerang) syariat? Katanya anti poligami, tapi itu malah anti syariat. Ini sudah tidak benar,” tegas Murhali di Bekasi, Jumat (14/12/2012), seperti dikuitip jpnn.com.
Murhali mensinyalir, di balik Gewap ada muatan politik untuk menjatuhkan salah satu pasangan calon. Tapi, kata dia, jika ingin menarik simpati pemilih janganlah menjelek-jelekkan syariat Islam.
”Pernyataan saya ini tidak membela siapapun. Tapi jujur saya tidak terima dengan aksi Anti Poligami kemarin. Aksi itu sudah kurang ajar. Saya ingin tahu siapa aktor di belakangnya? Saya ingin datangi. Kalau ingin menjatuhkan lawan politik, jangan dengan cara seperti itu. Cari yang lebih kreatif. Katanya Soekarnois. Tapi kok mereka malah menolak poligami. Soekarno saja istrinya banyak. Tapi dia mampu memimpin istri-istrinya secara adil,” ungkap Murhali.
Sebelumnya, mantan Rektor Universitas Islam 45 (Unisma) yang kini aktif sebagai Kepala Pusat Kajian Otonomi & Pembangunan Daerah (Puskopda) Unisma Bekasi, Haris Budiyono, juga mengungkapkan hal serupa.
”Hampir di semua ajang Pilkada, aksi black campaign (kampanye hitam) muncul. Karena pada umumnya para kandidat maupun tim sukses mencoba mencari kelemahan lawan-lawannya. Terlebih kepada lawan yang dianggap punya kekuatan dan peluang lebih kuat,” ungkap Haris.
Namun masalahnya, kenapa harus menentang dan menyerang syariat Islam? Apa hubungannya dengan poligami yang merupakan syariat yang terdapat dalam Al-Qur’an?
Apa pula kaitannya dengan kasus Bupati Aceng di Garut? Tak ada hubungannya, karena kasus Aceng bukan masalah poligami, melainkan persoalan cara dan etika dalam menikah.
Ketua Lembaga Kajian Politik & Syariat Islam (LKPSI) Fauzan Al-Anshari mengecam demo puluhan ibu-ibu di bekasi (Gewap) yang menggunakan celana dalam dan BH.
Itu, menurutnya, demo menentang hukum Allah: menolak syariat poligami yang dihalalkan Allah! Kenapa, ujarnya, mereka tidak demo terhadap pejabat atau artis yang berzina? Kenapa kaum wanita yang berunjuk rasa itu diam terhadap pelacuran?
“Kasus Aceng memperlihatkan betapa bencinya sebagian kaum wanita yang mengaku Islam terhadap syariat Islam poligami, padahal kasus Aceng bukan kasus poligami, tapi lebih ke soal etika sehingga tidak separah pejabat/anggota DPR yang berzina dan tidak dihukum, karena KUHP tidak mengatur hukum orang yang berzina,” papar Fauzan kepada salam-online.
Seperti diketahui, kata Fauzan, di republik ini berzina, asal suka sama suka, tidak ada delik aduan, maka bebas! UU Perkawinan mensyaratkan izin istri pertama untuk bisa kawin lagi di samping alasan mandul dan cacat tetap.
Ini undang-undang zalim dan kafir, sehingga memaksa suami yang sanggup adil dalam poligami disalahkan karena menikah tanpa izin istri.
Ini demo-demo kaum perempuan yang menentang syariat poligami yang dihalalkan Allah, mendompleg kasus Bupati Garut. Padahal, menurut Fauzan, kasus Bupati Aceng terkait dengan masalah cara dan etika, bukan poligaminya.
Jadi demo-demo yang menentang syariat poligami itu mendompleng kasus Aceng, kata Fauzan. “Demo-demo yang mendompleng kasus Aceng itu yang padahal menentang syariat adalah bentuk kekafiran walaupun dia berjilbab. Jadi mereka harus taubat,” tegasnya.
Sungguh, tutur Fauzan, demo mereka akan mendatangkan azab Allah. Poligami dihalalkan Allah SWT (QS An-Nisaa’: 3). Siapa yang mengharamkannya maka dia kafir (kepada Ayat-ayat Allah).
Ia menambahkan, menikah adalah sunnah Nabi Shallalallhu ‘Alaihi Wasallam, maka siapa yang benci dengan sunnahnya maka dia kafir. Siapa yang ragu terhadap kekafiran mereka yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, maka dia kafir juga.
“Adapun pelanggaran harus tetap dihukum sesuai syariat, bukan dengan undang-undang produk hawa nafsu. Siapa yang berhukum dengan selain Allah maka dia kafir, fasik dan zalim (QS al-Maaidah: 44 ,45, 47),“ terang Fauzan. (isa/salam-online)