JAKARTA (SALAM-ONLINE): Fatwa haram Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tegal untuk Muslim bersekolah di sekolah non-Muslim mengundang reaksi. Salah satunya dari Sekjen Indonesian Committee of Religions for Peace (ICRP), Theophilus Bela.
Ketua Umum Forum Komunikasi Kristiani Jakarta (FKKJ) itu juga mengaku terkejut dengan fatwa MUI Tegal tersebut. “Saya agak terkejut membaca artikel di koran Republika tentang sikap MUI Tegal yang agak galak itu, terhadap sekolah-sekolah Katolik dan Kristen di kota itu,” ungkap Theophilus seperti dikutip itoday, Kamis (13/6/2013).
Theophilus menegaskan, untuk mendidik anak-anak beragama Katolik, para orang tua mutlak membutuhkan sekolah Katolik pula.
“Bagi keluarga Muslim yang tertarik untuk menyekolahkan anak mereka di sekolah Katolik, maka mereka diminta menandatangani sebuah surat pernyataan di atas meterai bahwa mereka akan mentaati aturan kurikulum sekolah yang berciri khas Katolik tersebut. Dan hal ini juga sudah diatur dalam UU Sisdiknas 2003,” kata Theophilus.
Lebih jauh Theophilus mempertanyakan sikap MUI Tegal yang harus bertekad menentang sekolah-sekolah Katolik.
“Saya sendiri sulit untuk memahaminya. Di samping ada sekolah Katolik dan Kristen, di Tegal masih ada banyak sekolah lain berciri agama atau sekolah negeri. Biarkan orang tua bebas memilih sekolah bagi putra-putrinya sesuai dengan penilaian mereka sendiri,” pungkas Theophilus .
Diberitakan sebelumnya, MUI Kota Tegal mengeluarkan fatwa tegas yang mengharamkan orang tua atau keluarga Muslim menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah yang dikelola yayasan non-Muslim.
Ketua MUI Kota Tegal Harun Abdi Manaf, menyatakan, fatwa haram itu dibahas dalam Musda MUI Kota Tegal, akhir April 2013. Harun menyebutkan, keluarnya fatwa tersebut bukannya tanpa alasan. Tapi dilandasi keprihatinan atas perkembangan dunia pendidikan di Kota Tegal dan upaya menyelamatkan anak-anak dari keluarga Muslim.
Tak hanya itu, Harun mengungkapkan, keluarnya fatwa tersebut dilatarbelakangai beberapa kejadian yang menimpa dunia pendidikan di Kota Tegal. Antara lain, adanya penolakan dari sekolah non-Muslim untuk menerima guru Muslim mengajar di sekolah itu.
(itoday), salam-online