Kisah Rasulullah Menenangkan Gunung yang Berguncang

Gunung Uhud-Madinah dengan background Gunung Uhud di malam hari-2-jpeg.image
Madinah dengan latar Jabal (Gunung) Uhud di malam hari

SALAM-ONLINE: Gunung, adalah juga makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan, gunung adalah makhluk yang tak pernah durhaka kepada Allah. Dalam Al Qur’an, gunung dikisahkan enggan menerima amanah Allah, sebab ia khawatir tidak sanggup menjalankannya.

Di zaman Rasulullah, pernah ada gunung yang berguncang. Kisah itu diriwayatkan Imam Bukhari dalam shahih-nya.

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَعِدَ أُحُدًا وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ فَرَجَفَ بِهِمْ فَقَالَ اثْبُتْ أُحُدُ فَإِنَّمَا عَلَيْكَ نَبِيٌّ وَصِدِّيقٌ وَشَهِيدَانِ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendaki Jabal (Gunung) Uhud, diikuti oleh Abu Bakar, ‘Umar dan ‘Utsman. Lalu gunung Uhud itu bergetar, maka beliau bersabda: “Tenanglah wahai Uhud, karena di atasmu sekarang ada Nabi, Asshiddiq (orang yang jujur, maksudnya Abu Bakar) dan dua orang (yang akan mati) syahid (maksudnya ‘Umar dan ‘Utsman),” (HR Bukhari).

Hadits senada juga diriwayatkan oleh Abu Daud, Tirmidzi, dan Ahmad.

Dalam buku “Percikan Sains dalam Al Qur’an; Menggali Inspirasi Ilmiah” dijelaskan bahwa setelah Rasulullah berbicara kepada gunung itu, maka gempa itu pun berhenti. Subhanallah… inilah mukjizat Nabi.

Dalam hadits yang lain disebutkan isyarat Rasulullah tentang interaksi manusia dan gunung sebagai sesama makhluk.

هَذَا جَبَلٌ يُحِبُّنَا وَنُحِبُّهُ

“Ini adalah gunung yang mencintai kami dan kamipun mencintainya,” (HR Bukhari).

Kecintaan kepada gunung bisa dilakukan dengan pendekatan ilmiah dan pendekatan tauhid. Pendekatan ilmiah adalah berinteraksi dengan gunung tanpa melakukan hal-hal yang merusak dan menghancurkannya. Yakni tidak melakukan penebangan liar dan menggunduli hutan yang ada di gunung. Tidak menambang tanpa memperhatikan kesimbangan dan batas-batasnya. Juga dengan menjaga ekosistem yang ada dalam gunung tersebut.

Berinteraksi dengan pendekatan tauhid artinya mendudukkannya sebagai makhluk Allah, tidak menjadikannya sebagai sarana menyekutukan Allah. Tidak menjadikan gunung sebagai tempat maksiat. Jika gunung tunduk kepada Allah dengan caranya sendiri, manusia pun harus tunduk kepada Allah sebagaimana syariat Islam telah diturunkan kepadanya.

Amanah yang tidak sanggup dipikul gunung telah diterima oleh manusia, maka manusia harus menjalankan amanah tersebut sebagai hamba dan khalifah Allah Subhanahu wa Ta’ala di muka bumi, yang juga bertugas memakmurkan bumi termasuk gunung di dalamnya. (IK/bersamadakwah)

Baca Juga
Baca Juga