SINGKIL (SALAM-ONLINE): Berawal dari unjuk rasa elemen masyarakat yang menamakan dirinya Pemuda Peduli Islam (PPI), pada Selasa, 6 Oktober 2015, di Kantor Bupati Kabupaten Aceh Singkil.
Dalam aksinya itu, PPI menuntut Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Singkil segera membongkar Undung-undung (gereja kecil) yang tidak mempunyai Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sebagaimana tertuang dalam Peraturan Gubernur Aceh Nomor 25 Tahun 2007 dan SKB 2 Menteri Nomor 8/9 Tahun 2006.
Kemudian, pada Kamis, 8 Oktober 2015 terjadi pertemuan FKUB Provinsi Aceh, Bimas Katolik Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh beserta Pemda Aceh Singkil yang diwakili oleh Wakil Bupati Aceh Singkil.
Selanjutnya pada Senin, 12 Oktober 2015, Pemda Aceh Singkil mengundang para tokoh dari Unsur Forkopimda, unsur DPRK Aceh Singkil, Pimpinan Dayah/Pesantren, Ormas, dan Ulama untuk mengadakan rapat tentang menanggapi tuntutan dari Pemuda Peduli Islam (PPI) Kabupaten Aceh Singkil. Rapat yang dimulai sejak pukul 10.00 pagi itu tidak membuahkan hasil.
Lalu, Pemda meminta kepada perwakilan rapat untuk masuk ke ruangan kerja Bupati Aceh Singkil. Hasil dari pertemuan itu, disepakati akan membongkar 10 gereja dan Undung-undung pada 19 Oktober 2015.
Selesai rapat, masih di hari yang sama (Senin, 12 Oktober), Unsur Forkopimda melanjutkan Rapat Paripurna, dan perwakilan rapat langsung menuju ke Kampung Lipat Kajang Bawah.
Setiba di sana, massa dari umat Islam sudah menanti. Surat berita acara kesepakatan hendak dibacakan oleh saudara Warman, namun tidak jadi dibaca, karena massa terus mendesak untuk melakukan pembongkaran gereja/undung-undung.
Sekitar pukul 02.00, unsur Forkopimda menjumpai Korlap dari PPI untuk membacakan hasil rapat yang diadakan di kantor Bupati. Besar harapan Bupati agar massa menahan diri untuk tidak melakukan pembongkaran gereja/undung-undung. Begitu juga dengan Dandim, meminta massa untuk tidak melakukan kerusuhan.
Esok harinya, 13 Oktober 2015, usai menggelar Rapat Paripurna, unsur Muspida Aceh Singkil langsung menuju Kampong Lipat Kajang untuk menemui massa, namun kehadiran Bupati beserta rombongan ditolak untuk masuk ke lokasi massa.
Pada Selasa (13/10) itu, massa yang mengatasnamakan umat Islam langsung menuju Kampong Suka Makmur dan membakar Undung-undung. Selesai pembakaran Undung-undung, massa langsung menuju Kampung Dangguran untuk hal yang sama. Namun, belum sempat menertibkan gereja liar itu, pihak Nasrani melakukan perlawanan, yaitu menghujani massa umat Islam yang berada di lokasi dengan tembakan.
Dalam kerusuhan tersebut, korban jatuh di pihak umat Islam. Satu dinyatakan meninggal, dan 5 luka-luka. Mereka yang menjadi korban adalah: Syamsul bin Idal (25)—meninggal terkena tembakan aparat. Peluru itu mengenai sebelah mata, dada sebelah kiri dan leher.
Sedangkan yang menjadi korban luka, yakni: Salman (18)—warga Silatong, luka tembak bagian perut kiri, Uyung (27) asal Tanjung Mas, luka tembak bagian bahu kanan, Asriyanto (21) asal Silatong Kecamatan Simpang Kanan, luka bagian tangan kanan, Amsar (53) asal Bulusema, luka bagian kepala, dan Herman (21) asal Ketapang Indah, Singkil Itara, luka tembak bagian kanan.
Namun pada saat kejadian, polisi langsung menangkap 47 orang umat Islam yang ikut melakukan aksi di Aceh Singkil, demikian laporan yang diperoleh perwakilan Jurnalis Islam Bersatu (JITU) yang saat ini berada di Aceh Sigkil. (Desastian/JITU)