
JAKARTA (SALAM-ONLINE): Anggota Pengurus Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PP Muhammadiyah Mustofa B. Nahrawardaya mengatakan, program deradikalisasi yang dilakukan Densus 88 bersama BNPT dinilai cenderung sebagai “proyek”.
“Ketua Umum kami pernah menyampaikan, kerja Densus 88 ini cenderung sebagai proyek, jadi karena namanya proyek, mereka kalau tidak ada anggaran ya nggak kerja, kalau ada anggaran, mereka kerja, anggarannya ditambah mereka semakin semangat,” ungkap Mustofa mengutip pernyataan Ketua Umum PP Muhammadiyah dalam diskusi publik “Densus 88 & RUU Terorisme Membidik Islam?” di Gedung Joang, Jakarta, Rabu (23/3).
Pengamat ‘terorisme’ ini menyebutkan sejak era Din Syamsuddin pada Februari 2013, Muhammadiyah telah mendatangi Kapolri meminta untuk mengevaluasi kembali BNPT dan Densus 88.
“Kembalikan BNPT kepada presiden, dan Densus 88 kepada Brimob. Supaya diperbaiki dulu. Kalau sudah diperbaiki, tanpa melanggar HAM dan hukum cara pemberantasannya, kembali lagi tidak apa-apa. Yang penting yang sekarang dikasih efek jera, supaya tidak main-main dengan umat Islam,” tegasnya.
Ia juga menduga adanya indikasi kebohongan dari keterangan aparat soal kematian para terduga. Menurut Mustofa, sering adanya ketidakcocokkan antara berita yang bersumber dari aparat dengan yang didapat dari TKP.
Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF) ini memberi contoh, pemberitaan yang bersumber dari keterangan aparat menyatakan adanya baku tembak dan perlawanan, lalu terduga itu ditembak mati. Sedangkan saksi di TKP menyatakan yang ditembak sedang tidur, sedang shalat, atau baru keluar dari masjid, dan sebagainya.
“Jadi ada kebohongan yang tampaknya dilakukan secara berjamaah, ini yang harus dibongkar. Jangan sampai kebohongan ini seolah-olah menjadi sebuah kebenaran, ini berbahaya,” tandas Mustofa.
Aktivis Muhammadiyah ini menegaskan, seharusnya sikap dan perilaku BNPT dan Densus 88 bisa lebih baik daripada yang mereka sebut “teroris”, jangan sampai melanggar hukum.
“Jika Densus dan BNPT selama ini melanggar hukum, kita maupun masyarakat Indonesia bingung dan bertanya, siapa sih ‘teroris’ sebenarnya,” tutupnya.
Selain Mustofa Nahra, tampil sebagai pembicara dalam diskusi ini Ketua Presidium IPW Neta S Pane, Anggota DPR Arsul Sani dan Ketua Lajnah Siyasiyah HTI Yahya Abdurrahman. (EZ/salam-online)