Ketua BPK Ungkap Kejanggalan Pembelian Lahan Sumber Waras

Harry Azhar Azis-3
Dr Harry Azhar Azis, MA

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Dr Harry Azhar Azis, MA mengungkap kejanggalan dan ketidaklaziman pembayaran peralihan hak tanah seluas 3,6 hektar dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ke Yayasan Ksehatan Sumber Waras (YKSW).

Menurut Harry, itu terlihat dari cara mereka membayar dengan menggunakan cek tunai. Selain itu, waktu pembayarannya pun janggal. BPK mempertanyakan kenapa pembayaran peralihan lahan itu dilakukan di akhir Desember.

“Bahwa di akhir Desember, 31 Desember 2014, jam 7 (malam), ada bukti cek tunai, jam 7 sekian detik. Kenapa ini seperti dipaksakan?” ungkap Harry dalam diskusi ‘Pro Kontra Audit Sumber Waras’ di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (16/4).

BPK menilai ada kejanggalan dalam pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras yang dilakukan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Pembelian tersebut dinilai dipaksakan.

Harry mengatakan kejanggalan tersebut terungkap dari audit investigasi yang dilakukan oleh BPK. Dalam audit investigasi yang dilakukan BPK, kata dia, terungkap pembayaran lahan RS Sumber Waras dilakukan setelah tutup buku.

“Pembayaran baru dilakukan pada 31 Desember 2014, padahal tutup buku pada 25 Desember 2014,” imbuhnya.

Harry melanjutkan, pembayaran pun dilakukan setelah jam operasional bank tutup. Dari catatan, lanjut dia, pembayaran dilakukan sekira pukul 19.00 WIB.

“Pukul 19.00 WIB bank sudah tutup, ada bukti transfer, ada bukti cek tunai. Ini ada apa-apa ini. Ada detiknya 49 sekian detik tidak mungkin bank buka, ini seperti dipaksakan siapa yang memaksa?” ujar Harry.

Harry menambahkan, dugaannya semakin kuat lantaran apabila dibayar setelah tanggal 31 maka pembayaran tidak sah. “Seperti ada hal-hal yang belum selesai tapi dipaksakan,” katanya.

Baca Juga

“Kenapa (dipaksakan), memang itu kalau lewat dari jam 12, pembayaran setelah itu tidak sah. Sampai hari ini (lahan) belum dikuasai pemprov DKI,” terang dia.

Harry pun memperbandingkan transaksi PT Ciputra Karya Unggul (CKU)–sebelum akhirnya dialihkan penjualannya ke Pemprov DKI–dengan Yayasan Sumber Waras (YKSW) dengan yang terikat kontrak perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) No. 7 tertanggal 14 November 2013 tentang lahan RSSW seluas 3,6 ha berstatus hak guna bangunan (HGB), dimana pihak CKU hanya memberikan perikatan sebesar 8 persen, bandingkan dengan Pemprov DKI sudah melakukan pembayaran secara tunai (cek tunai) 100 persen, padahal serah terima baru tahun 2018.

“Sumber Waras sekarang siapa yang isi? Apakah sudah dipakai? Sekarang rumah sakit jalan enggak? Uang negara sudah terpakai tidak? Anda simpulkan sendiri,” jelas Harry.

“Dari aktanya jelas dari saya baca dari depan ke belakang, tidak ada klausa penguasan tanah setelah akta ditandatangani, tidak ada klausa si penjual menguasai tanah 2 tahun setelah ditanda tangani akta, kalau sekarang masih dikuasasi penjual siapa yang rugi?” tanya Harry

Meski lahan di RS Sumber Waras telah dibeli oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, namun tetap saja tanah tersebut samapi sekarang masih dimanfaatkan oleh pihak penjual dalam hal ini Yayasan Rumah Sakit Sumber Waras.

Adapun soal letak tanah dan kaitanya dengan NJOP, mestinya pemprov DKI
melakukan klarifikasi ke BPN, tentang letak posisi tanah yang benar.

“Apa sudah ada konfirmasi resmi dari BPN terkait letak posisi tanah? Sudah keluarkan surat belum? Ikut (jalan) Kyai Tapa atau Tomang? Mestinya Pemprov DKI menclearkan soal ini, tidak terburu-buru langsung transaksi, apalagi ini menggunakan uang rakyat loh, ratusan miliar,” demikian Harry. (s)

Sumber: RMOL.co, Republika.co.id

Baca Juga