JAKARTA (SALAM-ONLINE): Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyatakan akan menunggu putusan Komisi Etik Kepolisian Republik Indonesia terhadap dua anggota Densus 88 Anti Teror terkait kasus kematian Siyono.
“Kami menunggu sidang Komisi Etik tersebut putusannya seperti apa, setelah itu kami akan tentukan langkahnya ke depan seperti apa,” kata Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM Prof Dr Busyro Muqaddas di Jakarta, Kamis (21/4).
Menurut mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) tersebut, kasus ini adalah bentuk ujian bagi kepolisian terkait langkah apa yang akan diambil pada dua anggota Densus 88 tersebut.
“Ini bentuk ujian bagi kepolisian, oknum densus itu harus dibuktikan melanggar atau tidak, dan jika melanggar sanksinya seperti apa, kita harap ada keadilan,” salah seorang mantan pimpinan KPK itu.
Sementara itu, Ketua Tim Pembela Kemanusiaan PP Muhammadiyah Dr Trisno Raharjo, SH optimis kepolisian akan membawa kasus kematian Siyono ke ranah pidana.
“Kami percaya kasus ini akan dibawa ke ranah pidana setelah putusan sidang komisi etik karena logikanya sudah jelas,” kata Trisno saat dihubungi.
Bahkan Trisno juga menyebut pihaknya bersama Komnas HAM dan KontraS telah menyiapkan sejumlah strategi jika kepolisian tidak melanjutkannya ke ranah pidana, namun dia enggan merincinya.
“Sejumlah langkah strategis telah kami siapkan, tapi kita tungu saja bagaimana keputusan sidang Komisi Etik Polri,” ujarnya.
Sebelumnya, sidang perdana Komisi Etik Polri terhadap dua anggota Densus 88 Anti Teror telah dilaksanakan pada Selasa (19/4) lalu.
Sidang tersebut digelar oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri secara tertutup. Sidang etik tersebut juga dihadiri unsur sipil yakni keluarga almarhum Siyono, yaitu Marso Diyono (ayah) dan Wagiono (kakak), yang didampingi oleh dua penasihat hukum dari Tim Pembela Kemanusiaan, Trisno Rahardjo dan Fanidian Sanjaya.
Seperti diketahui, Siyono (34) merupakan warga Dukuh Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten, yang ditangkap anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror pada 8 Maret 2016, kemudian meninggal dalam jangka waktu tiga hari, ketika masih dalam pemeriksaan.
Kasus meninggalnya ayah lima anak tersebut memicu kontroversi karena ada dua versi penyebab kematiannya. Menurut keterangan polisi, Siyono tewas karena perdarahan di rongga kepala bagian belakang akibat benturan setelah menyerang anggota Densus di dalam mobil.
Namun, hasil autopsi tim forensik PP Muhammadiyah, mengungkap bukti lain. Siyono meninggal karena hantaman benda tumpul yang dibenturkan ke rongga dada mengarah ke jantung. Selain pukulan benda tumpul di beberapa bagian, ada sejumlah luka di bagian kepala, dada dan kaki.
Dari hasil autopsi juga terungkap, di bagian rongga dada ditemukan patah tulang iga kiri sebanyak lima buah. Lalu, satu tulang patah keluar di bagian kanan. Tulang dada juga patah, bagian tubuh belakang didapati memar yang berarti ada tekanan dari depan ke belakang.
Hal lainnya yang juga dinilai sangat penting, hasil autopsi mengungkap tak ada perlawanan dari Siyono. Itu berbeda dengan klaim polisi yang menyebut ada perlawanan dari Siyono.
Sumber: Antara/salam-online