Pejabat Saudi: “Hubungan dengan ‘Israel’ Dibentuk Berdasarkan Kepentingan Bersama”

Director of the Middle East Centre for Strategic and Legal Studies, Anwar Eshki

SALAM-ONLINE: Arab Saudi akan menormalkan hubungannya dengan “Israel” jika penjajah tanah Palestina itu menerima Inisiatif Arab, demikian diungkapkan Direktur Pusat Studi Strategis dan Hukum Timur Tengah, Anwar Eshki, lansir MiddleEastMonitor, Rabu (28/6).

Dalam sebuah wawancara dengan saluran Jerman, Deutsche Welle, mantan jenderal di angkatan bersenjata Saudi itu mengatakan, normalisasi hubungan dengan penjajah itu bergantung pada persetujuan mereka atas Inisiatif Arab yang diluncurkan pada 2002 oleh Raja Abdullah Bin Abdulaziz dengan tujuan untuk mencapai perdamaian di Timur Tengah dan antara “Israel” dengan Palestina, membangun sebuah negara Palestina yang diakui secara internasional pada tahun 1967 dan menjamin kembalinya pengungsi dan penarikan “Israel” dari Dataran Tinggi Golan yang diduduki.

“Setelah proses perdamaian dan normalisasi, hubungan antara Arab Saudi dan ‘Israel’ akan dibentuk berdasarkan kepentingan bersama dan timbal balik,” ujar Eshki.

Dia menambahkan bahwa begitu pulau-pulau di Tiran dan Sanafir diserahkan ke Arab Saudi oleh Mesir, Kerajaan tersebut akan mengakui Kesepakatan Camp David.

“Tujuan di balik memulihkan dua pulau ke Arab Saudi bukanlah untuk membangun hubungan antara Kerajaan Saudi dan ‘Israel’ namun untuk membatasi perbatasan dengan Mesir.”

Dia mengatakan, ketika perbatasan ditarik, kedua pulau menjadi bagian dari perbatasan Kerajaan (Saudi). Dengan demikian, Kerajaan harus berurusan dengan Camp David Accords. Kesepakatan tidak lagi hanya untuk Mesir-“Israel”, tapi juga internasional.

“Mesir dan Arab Saudi akan bersama-sama mengendalikan rute yang dikirimkan oleh ‘Israel’, Yordania dan kapal lainnya,” katanya.

Menurut Eshki, sejauh yang dia tahu, Kerajaan akan menuju normalisasi hubungan dengan “Israel” setelah pelaksanaan Inisiatif Arab. Perdana Menteri “Israel” Netanyahu, ujarnya, juga mengusulkan sebuah prakarsa, yang sedikit berbeda dari yang Arab dan sekarang sedang dipelajari di Amerika Serikat.

Baca Juga

“Setelah itu, kami akan memeriksanya dan jika saudara-saudara Palestina kami menyetujuinya, Kerajaan tidak akan keberatan,” kata Eshki.

Ia menunjukkan bahwa perbedaan antara kedua inisiatif tersebut adalah “Israel” akan mengizinkan sebuah negara Palestina dengan syarat bahwa ini adalah sebuah konfederasi dan didukung oleh Yordania dan Mesir sebagai penjaminnya.

“Selain itu, usulan ‘Israel’ akan meninggalkan Yerusalem sebagai isu terakhir harus diselesaikan. Inilah yang saya tahu dari inisiatif ini,” terangnya.

Dia menambahkan, jika Kerajaan melakukan hubungan normal dengan “Israel”, semua negara Muslim akan melakukan hal yang sama dan menghentikan isolasi terhadap “Israel” dari negara lain di wilayah ini (Timur Tengah).

Ditanya apakah hubungan diplomatik Saudi dengan “Israel” ini disebabkan oleh adanya musuh bersama, yaitu Iran, Eshki menyatakan, ini bukan kesepakatan tapi situasi yang tidak berarti.

“Keadaan, telah memberlakukan ini pada kami. Permusuhan terhadap Iran memiliki dua sudut, sudut ‘Israel’ dan sudut Saudi,” kata Eshki.

“Iran ingin memusnahkan ‘Israel’, permusuhan di antara mereka. Namun, ketika sampai di Arab Saudi, Iran hanya ingin mengganggu dan melemahkan keamanan kami,” tandasnya. (Nizar Malisy/Salam-Online)

Sumber: MiddleEastMonitor

Baca Juga