HRW: Pemerintah Myanmar Bakar Permukiman Muslim Rohingya di Rakhine
RAKHINE (SALAM-ONLINE): Kelompok hak asasi manusia, Human Rights Watch (HRW), menyatakan melihat kobaran api yang terbentang sepanjang 10 km di wilayah Rakhine melalui pantauan satelit yang diakses oleh kelompok tersebut.
Penduduk dan kelompok aktivis menuding tentara pemerintah melancarkan serangan secara membabi-buta dengan menembaki penduduk sipil yang tidak bersenjata, perempuan dan anak-anak, serta membakar rumah-rumah penduduk dan tempat ibadah.
Pemerintah menepis tudingan tersebut dan balik menuduh bahwa kelompok pejuang Rohingya yang telah membakar rumah-rumah penduduk Rohingya, sementara warga justru mengatakan bahwa pasukan pemerintahlah yang telah melakukan pembantaian di wiayah Rakhine.
Awak media berupaya meminta tanggapan dan penjelasan mengenai aksi pembakaran ini, namun pihak pemerintah tidak dapat memenuhi permintaan tersebut.
“Pemerintah Myanmar harus menjamin akses bagi lembaga independen untuk mencari sumber api, sehingga dapat ditemukan adanya dugaan pelanggaran hak asasi manusia,” tulis HRW dalam pernyataan pada Selasa (29/8) kemarin.
Berdasarkan data satelit, HRW meyakini api telah menjalar sepanjang 100 km area di sepanjang wilayah Rakhine dan membumihanguskannya. Dampak dari pembakaran lahan ini jauh lebih meluas jika dibanding serangan serupa yang juga dilancarkan tentara Myanmar pada Oktober tahun lalu—di mana dari data yang dihimpun HRW sebanyak 1.500 bangunan luluh lantak.
Wakil HRW di Asia Phil Robertson berharap agar temuan kelompoknya itu dapat digunakan untuk menekan Myanmar sehingga pemerintah mau membuka akses bagi lembaga-lembaga kemanusiaan dan organisasi internasional dalam menyalurkan bantuan dan memberi pertolongan terhadap Muslim Rohingya.
“Temuan baru data satelit ini harus menjadi kekhawatiran bersama dan mendorong aksi cepat dari lembaga penyalur bantuan dan PBB untuk mendesak pemerintah Myanmar agar mengungkapkan (kepada publik) kerusakan yang meluas di provinsi Rakhine,” kata Phil seperti dilansir Aljazeera, Rabu (30/8/2017).
Phil juga mengatakan, meskipun berulang kali pemerintah menyangkal mendukung pembantaian Muslim Rohingya, namun sangkalan itu tidak membebaskan rezim Aung San Suu Kyi dari kewajiban memberikan perlindungan dan keamanan bagi warga sipil yang berada di wilayah kekuasaan Myanmar.
“Menuduh pemberontak sebagai pihak yang bersalah tidak membuat pemerintah Burma (Myanmar) terbebas dari tuntutan internasional untuk menghentikan penganiayaan dan menemukan siapa pelakunya,” lanjutnya.
Pada Jumat (25/8) lalu, wilayah Rakhine—tempat tinggal bagi 1,1 juta Muslim Rohingya—kembali menjadi target operasi militer pasukan pemerintah Myanmar. Konflik yang diyakini akan semakin meningkatkan tensi antara Muslim Rohingya dengan mayoritas Budha di Myanmar.
Hingga saat ini, media melaporkan jumlah korban jiwa yang berjatuhan telah mencapai lebih dari 100 orang. Belum diketahui angka pasti korban jiwa mengingat pasukan pemerintah tidak memberi akses bagi media dan lembaga kemanusiaan untuk memasuki wilayah Rakhine. (al-Fath/Salam-Online)
Sumber: Aljazeera