JAKARTA (SALAM-ONLINE): Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengutip data Kementerian Kesehatan pada 2014, menyebut remaja perokok usia 16-19 tahun meningkat tiga kali lipat sejak tahun 1995.
Karena itu, KPAI minta perhatian serius dari DPR dalam membahas RUU Penyiaran terkait dengan masifnya iklan rokok di televisi dengan target anak-anak dan remaja.
“Hal ini mengondisikan anak-anak untuk menganggap rokok sebagai hal yang wajar dan merepresentasikan dirinya sesuai dengan yang dicitrakan dalam iklan rokok. Kondisi ini harus menjadi perhatian serius dalam pembahasan RUU Penyiaran oleh DPR,” kata Ketua KPAI, Susanto, dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (16/10/2017) terkait pernyataan sikap KPAI tentang Rancangan Undang-Undang Penyiaran.
Selain usia 16-19 tahun, ungkap Susanto, perokok pemula usia 10-14 tahun juga meningkat lebih dari 100 persen dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun.
Padahal, ujar Susanto, UU No 36 tahun 2009 sudah secara tegas menyatakan bahwa rokok mengandung zat adiktif. Selain itu, iklan rokok juga diyakini menjadi salah satu faktor meningkatnya perokok di kalangan remaja.
“Salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan prevalensi perokok muda adalah karena lemahnya pengaturan iklan rokok serta masifnya iklan dan promosi rokok yang merupakan bagian dari strategi marketing industri rokok,” imbuh Susanto.
Menurutnya, iklan, promosi dan sponsor rokok adalah strategi marketing industri rokok untuk menjadikan anak dan remaja sebagai target pasar dan perokok substitusi (pengganti).
“Industri rokok, mengemas materi iklan rokok dengan citra keren, gaul, macho, setia kawan, percaya diri dan lainnya,” sesalnya. (EZ/Salam-Online)