Dalam Kasus Rohingya, Indonesia Diminta Desak Myanmar Patuhi Peraturan Internasional

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII) Usman Hamid (ketiga dari kiri) dalam jumpa pers, Selasa (21/11/2017) di Puri Denpasar Hotel, Kuningan, Jakarta Selatan. (Foto: al-Fath/Salam-Online)

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII) Usman Hamid menyatakan pihaknya akan terus mendorong negara-negara ASEAN, termasuk pemerintah Indonesia, agar mendesak  Myanmar segera memulangkan ratusan ribu pengungsi Rohingya yang saat ini hidup di kamp-kamp pengungsian di Bangladesh.

Potensi dan peran strategis Indonesia dalam kasus yang ia sebut sebagai ethnic cleansing (pembersihan etnis) ini, menurutnya, menjadi salah satu alasan peluncuran rilis hasil penelitian Amnesty International digelar di Indonesia—selain di Bangkok sebagai pusat peluncuran.

“Alasan kami mengadakan di Jakarta juga karena peran pemerintah Indonesia dalam kasus ini. Dalam Komite III Sidang Umum PBB pemerintah Indonesia menegaskan kembali keprihatinannya dalam kekerasan di negara bagian Rakhine dan mengutuk segala tindak kekerasan dan menuntut dikembalikannya para pengungsi dengan bermartabat,” ujar Usman dalam jumpa pers di Puri Denpasar Hotel, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (21/11/2017).

Selain itu, Usman juga menyampaikan, ia sepenuhnya mengapresiasi upaya pemerintah Indonesia yang telah menyalurkan bantuan rakyat Indonesia kepada Muslim Rohingya. Namun, menurutnya, yang juga perlu ditekankan adalah adanya dorongan yang kuat dari pemerintah Indonesia untuk melobi atau—jika perlu—mendesak pemerintah Myanmar agar menaati serangkaian peraturan internasional yang telah disepakati bersama.

“Di dalam salah satu poin piagam ASEAN disebutkan bahwa apabila terjadi pelanggaran yang sangat serius, terutama dalam kebebasan dasar dalam melindungi HAM, pemerintah Indonesia dapat merujuk kasus itu untuk membuat sebuah keputusan. Kami juga mendorong pemerintah Indonesia agar meminta Myanmar mematuhi resolusi PBB,” tutur Usman.

Baca Juga
Ketua Tim Pencari Fakta (TPF) PBB Marzuki Darusman dalam kasus Rohingya memberikan penjelasan di hadapan wartawan terkait pelaku kejahatan kemanusiaan di Rakhine, Myanmar, di Puri Denpasar Hotel, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (21/11/2017). (Foto: al-Fath/Salam-Online)

Ketua Tim Pencari Fakta (TPF) PBB dalam kasus Rohingya, Marzuki Darusman, menjelaskan, untuk bisa menyeret pelaku kejahatan kemanusiaan ke pengadilan internasional, perlu dilakukan penelitian yang mendalam terlebih dahulu.

Menurutnya, fakta-fakta yang membuktikan kejahatan tersistematis yang dilakukan pemerintah Myanmar terhadap etnis Rohingya telah banyak terdokumentasikan dalam sejumlah laporan. TPF PBB sendiri baru akan merilis hasil penelitiannya pada September tahun depan, bersamaan dengan selesainya tugas yang dimandatkan PBB.

“Apakah (kasus Rohingya) memenuhi syarat yang mengacu ke humanitarian law, ini membutuhkan analisa dan penelitian yang cermat dalam hal ini. Bisa dipastikan bahwa fakta sudah ada. Suatu fakta tidak bisa dijadikan non-fakta, hakikatnya begitu. Ini sudah sampai titik akhir final reckoning dan itu dijadwalkan akhir September nanti,” pungkas Marzuki. (al-Fath/Salam-Online) 

Baca Juga