Untuk Tingkatkan Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyatnya, Indonesia Perlu Mencontoh Turki

Dr Muhammad Najib (di podium) saat menyampaikan paparannya dalam diskusi publik ‘Telaah Kritis Demokratisasi Dunia Islam: Pengalaman Indonesia, Turki dan Mesir’, Selasa (21/11) di Kantor CDCC, Jakarta. (Foto: EZ/Salam-Online)

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Jika dibandingkan, tiga negara (Indonesia, Turki dan Mesir) terkait proses demokratisasi, maka dalam hal kemajuan demokrasi, Indonesia berada dalam urutan teratas, diikuti oleh Turki.

“Akan tetapi dalam keberhasilan memajukan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, Indonesia perlu mencontoh Turki,” demikian diungkapkan Dr Muhammad Najib, penulis disertasi ‘Telaah Kritis Demokratisasi Dunia Islam: Pengalaman Indonesia, Turki dan Mesir’ dalam diskusi publik di kantor Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC) Jakarta, Selasa (21/11/2017), yang membahas disertasinya tersebut.

Berkaca dari Turki, kata Najib, Indonesia harus bisa mengatasi kesenjangan sosial dan ketertinggalan ekonominya, mengingat pertumbuhan ekonomi RI hanya dinikmati oleh sekelompok menengah atas.

“Hingga mengakibatkan melebarnya kesenjangan antara yang miskin dengan yang kaya,” ujarnya.

Terkait hal ini, ia mengingatkan, masalah SARA bisa meledak kapan saja dan hal itu dipicu oleh Pemilu dan Pilkada. “Bahkan isu SARA berpotensi meledak berlipat ganda mengingat adanya kesenjangan yang berhimpitan antara kaya dan miskin, mayoritas-minoritas, pribumi-non pribumi,” paparnya mengingatkan.

Selain aspek ekonomi, dalam perkembangan demokrasi di berbagai belahan dunia, ujar Najib, Indonesia juga lebih serupa dengan Turki dalam hal artikulasi nilai-nilai Islam melalui partai politik dan implementasinya melalui eksekutif maupun legislatif.

Baca Juga

“Indonesia lebih serupa dengan Turki, terjadi semacam moderasi artikulasi nilai-nilai Islam yang diiringi dengan semangat pluralisme dan toleransi,” kata Najib.

Ternyata Indonesia, Turki dan Mesir, ungkapnya, memiliki pola yang sama dalam hal proses demokratisasi jika dikaitkan dengan kontestasi politik dan aktor-aktor utamanya.

“Ada dua kelompok kontestan resmi yang selalu bersaing dalam memperebutkan kekuasaan, yakni Nasionalis Religius dan Nasionalis Sekuler, ditambah satu kontestan tak resmi yaitu Militer,” tutur mantan Anggota Komisi I DPR RI ini.

Ia memaparkan, demokratisasi dunia Islam mulai muncul pasca perang dunia ke-2 setelah banyak negara Muslim terbebas dari kolonialisme. Indonesia, sebagai salah satu bangsa berpenduduk mayoritas Muslim pun mulai mengimplementasikan demokrasi pada 1945.

“Dalam perjalanannya, dua kali mengalami arus balik demokrasi tidak membuat bangsa Indonesia menjadi jera. Terakhir, reformasi 1998 sebagai upaya demokratisasi mutakhir pun masih mengalami banyak ujian dan belum mencapai tahap konsolidasi demokrasi,” terangnya.

Namun demikian, menurut Najib, tantangan demokrasi di Indonesia adalah bagaimana kesenjangan sosial dan ekonomi dapat diselesaikan, mengingat pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati kelompok menengah ke atas. (EZ/Salam-Online)

Baca Juga