Sulitnya Transportasi Menuju Asmat

PAPUA (SALAM-ONLINE): Rombongan relawan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan wartawan tiba di Bandara Ewer, Kabupaten Asmat, Papua, Selasa (6/2/2018) siang. Rombongan berangkat dari bandara lama, Mozes Kilangin, Timika.

Mozes Kilangin adalah bandara internasional milik PT Freeport Indonesia. Awalnya, bandara ini khusus perusahaan. Namun, pada 2013 peruntukannya diubah menjadi umum.Salah seorang pekerja bandara bernama Atyh Wakum mengatakan, aktivitas bandara belakangan ini menjadi ramai semenjak kasus gizi buruk dan campak menguak ke media.

Rombongan ACT dan jurnalis terbang menggunakan pesawat Charter Twin Otter milik jasa penerbangan Airfast. Maksimal penumpang yang bisa diangkut 19 orang, termasuk awak kokpit.

Pesawat take off pukul 12.00 WIT, rombongan dibawa terbang ke ketinggian 7500 kaki. Dari atas sana, landscape geografis Timika terlihat jelas. Kelok-kelok sungai berwarna kecokelatan membelah hijaunya hamparan kota Timika dan sekitarnya.Untungnya, cuaca saat itu cerah berawan. Perjalanan dilalui tanpa kendala berarti. Kecepatan pesawat 105 Knot. Di angkasa, sebagian jurnalis asyik mengambil objek pemandangan, sebagian berbincang-bincang.

Pukul 12.45 WIT pesawat mendarat di Bandara Ewer, Asmat. Bandaranya kecil, hanya ada satu landasan. Bandara ini dibangun di atas rawa, kontur tanahnya yang empuk membuat pesawat besar tak bisa mendarat di sini.

Rijal Juliawan, pilot yang membawa rombongan menuturkan, panjang landasan 600 meter dan saat ini sedang diperpanjang lagi menjadi 1.100 meter.

Dari kejauhan, bandara itu lebih mirip lapangan kosong dengan aspal melintang di tengahnya. Di sekelilingnya rumah-rumah panggung terbuat dari kayu. Tepat di bawah rumah itu air menggenang.

Tak ada tower komunikasi laiknya bandara lainnya. Rijal menjelaskan, pendaratan dilakukan dengan teknik pendaratan visual (pandangan mata).

Baca Juga

Semenjak kasus gizi buruk dan campak mencuat, frekuensi penerbangan ke Asmat bertambah. “Tadi pagi ada. Besok kita juga ke sini lagi,” tuturnya kepada Islam News Agency (INA), Kantor Berita Islam yang diinisiasi Jurnalis Islam Bersatu (JITU). Hari ini, Rijal sudah dua kali ke Asmat.

Di bandara, rombongan melipir sejenak ke sebuah warung makan—satu-satunya warung di sini—mengisi tenaga untuk melanjutkan perjalanan ke Agats lewat jalur sungai.Makanan yang disediakan hanya mie instan rebus atau goreng. Spesialnya, di warung itu tersedia Wi-Fi. Jaringan komunikasi, apalagi internet, adalah sesuatu yang berharga di Asmat, selain air bersih.

Sebelumnya, kondisi cuaca yang tak menentu sempat membuat relawan dan tim jurnalis tertahan di Timika. Berdasarkan jadwal perjalanan, sedianya Senin (5/2/) pagi tim akan berlayar ke Asmat lewat pelabuhan Pomako.

Namun gelombang laut dan ombak tinggi menjadi kekhawatiran terbesar sehingga tim pada Senin itu menunda perjalanan sampai keesokan harinya. Beberapa penyedia jasa transportasi baik laut atau udara yang dihubungi tim relawan belum ada yang diperbolehkan berangkat ke Asmat.

Ada dua skema perjalanan untuk sampai ke Agats. Pertama, lewat Pelabuhan Pomako di Timika. Kedua, lewat Bandara Ewer di Kabupaten Asmat. Skema pertama bisa menyewa perahu long boat dengan waktu tempuh 10 jam. Jika gelombang laut tinggi, urungkan perjalanan. Karena tidak ada kapal yang diperbolehkan berlayar.Skema kedua, menyewa pesawat Charter dari Bandara Mozes Kilangin menuju Bandara Ewer. Waktu tempuhnya sekitar 45 menit. Konsekuensinya, daya angkut penumpang lebih sedikit. Tentu menyulitkan jika membawa banyak orang dan barang.

Dari Bandara Ewer dilanjutkan dengan speed boat menuju Darmaga Agats dengan waktu tempuh sekitar 20 menit melewati sungai Asewet. Jika membawa banyak orang, sewalah banyak perahu. (Suandri Ansah/INA)

Foto: Suandri Ansah

Baca Juga