Tak Boleh Dilarang, Dirjen Pendis Kemenag: Kita tak Bisa Identikkan Cadar dengan Ideologi Tertentu
JAKARTA (SALAM-ONLINE): Belakangan ini, beberapa Perguruan Tinggi Islam mempersoalkan pakaian cadar di kampus. Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta sebelumnya sempat mengeluarkan larangan cadar bagi mahasiswinya, meski akhirnya sang rektornya menarik aturan tersebut.
Belum lama setelah UIN Sunan Kalijaga, kini Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, diberitakan telah mengeluarkan sebuah surat teguran terhadap seorang Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan atas nama Hayati Syafri yang mengenakan cadar.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Islam (Pendis Kemenag) RI, Prof Dr (Phil) Kamaruddin Amin, MA mengingatkan bahwa pada dasarnya cadar itu tak boleh dilarang dan kita tak bisa mengidentikkannya dengan sebuah ideologi tertentu.
“Kita tentu tidak bisa mengidentikkan antara cadar dengan sebuah ideologi tertentu. Itu dilakukan investigasi dan komunikasi yang intensif. Jadi pada dasarnya cadar itu tidak boleh dilarang, setiap orang punya hak untuk itu,” tegas Kamaruddin saat menghadiri Rakor Kemenag di Ancol, Jakarta Utara, Rabu (14/3/2018).
“Kita tentu hanya bisa memberi arahan mengimbau mereka agar betul-betul memperhatikan banyak faktor terkait dengan cadar ini,” imbuhnya.
Oleh karenanya, Kamaruddin menganjurkan pihak kampus untuk melakukan pendekatan persuasif dan dialogis.
Menurutnya, pemakaian cadar sebagai ekspresi ke-Islam-an, mestinya menjadi pertimbangan khusus pimpinan kampus.
“Karena tentu cadar itu adalah sebuah simbol ekspresi cita rasa keberagamaan sesungguhnya, yang merupakan kombinasi antar budaya, pemahaman keagamaan, tempat dan waktu,” ungkapnya.
Ia mengatakan, jika hanya alasan cadar semata, hal itu mestinya tidak boleh dilarang. Namun jika nantinya ada alasan di balik itu, perlu dipastikan betul alasannya.
Jika alasannya dapat mengganggu proses belajar mengajar, tentu, kata dia, harus dijelaskan dulu bagaimana hal itu bisa dianggap mengganggu.
“Jadi harus betul-betul ditreat secara spesifik dan harus sebijak, searif dan seikhlas mungkin karena mereka itu adalah stakeholder kita, mereka itu adalah mahasiswa dan dosen kita, mereka itu adalah bagian dari kita, sehingga bersama-sama kita harus melakukan komunikasi dan diskusi,” ungkap Kamaruddin.
Karena itu, Kamaruddin berpesan kepada segenap Perguruan Tinggi Islam di seluruh Indonesia untuk bertindak sebijak mungkin, melakukan komunikasi, dialog serta pembinaan.
“Agar suasana keberagamaan yang salah satu ekspresinya dengan menggunakan cadar itu bisa dihormati dan dihargai,” kata dia.
Adapun terkait kewenangan pelarangan, hal itu, ujarnya, sebagaimana UU No 4 tahun 2014 dan UU 12 tahun 2012 tentang penyelenggaraan pendidikan tinggi, adalah wewenang perguruan tinggi. Rektor diberi kewenangan untuk mengurus persoalan akademik dan non akademik.
Dengan demikian, ujar Kamaruddin, pihaknya hanya bisa memberi arahan dan imbauan mengenai hal tersebut. (MNM/Salam-Online)