Belajar dari Kasus RUU HIP, Jagalah Kemurnian Pancasila 18 Agustus 1945

SALAM-ONLINE: Sebenarnya agak aneh, gara-gara RUU Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP), muncul isu, seruan dan desakan yang menghendaki pembubaran PDIP, partai terbesar pemenang Pemilu baik legislatif maupun Presiden. Partai bersimbol banteng ini tentu berbenteng kokoh. Siapa yang berani mengusik keberadaannya?

Di samping jumlah anggota Dewan terbanyak di DPR RI dan di berbagai Daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota, juga berbagai jabatan strategis Pemerintahan dipegangnya di Pusat maupun di Daerah.

RUU HIP ternyata mampu membuka banyak hal. Ditolak rakyat karena dinilai beraroma orde lama, PKI dan Komunisme. Pemerintah “menunda” karena sensitivitas muatan RUU tersebut. Meminta Dewan menyerap aspirasi lebih dalam.

Rakyat yang menolak tak memberi ruang revisi. Minta diusut siapa konseptor yang bisa dikualifikasikan makar. Pasal 107 KUHP diangkat sebagai ancaman pelanggarannya. Dengan Maklumat yang tajam MUI tampil sebagai lokomotif penolakan dari kalangan umat Islam.

“Bongkar-bongkaran” lebih dalam telah menguak platform perjuangan PDIP. Media sosial hari-hari ini diisi dengan uraian Visi dan Misi perjuangan partai. Ternyata di sana ada Pancasila, Trisila dan Ekasila. Rakyat pun terperanjat.

Masyarakat Pancasila yang hendak dibangun PDIP adalah masyarakat Pancasila 1 Juni 1945, bukan Pancasila yang sekarang dijadikan landasan Negara Republik Indonesia hasil 18 Agustus 1945.

Inilah yang disorot sebagai “makar” ideologi oleh sejumlah kalangan. Meski hal itu hanya tersirat, namun narasi yang ada sudah cukup untuk membuat rakyat Indonesia “mengerutkan kening”.

Mukadimah Anggaran Dasar PDIP pada alinea ketiga mencantumkan narasi kalimat antara lain:

PDI Perjuangan memahami Partai sebagai alat perjuangan untuk membentuk karakter bangsa berdasarkan Pancasila 1 Juni 1945.

Lalu:

Partai juga sebagai alat perjuangan untuk melahirkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang ber-Ketuhanan, memiliki semangat sosio nasionalisme dan sosio demokrasi (TRISILA).

Selanjutnya:

Baca Juga

Serta alat perjuangan untuk menentang segala bentuk individualisme dan menghidupkan jiwa dan semangat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (EKASILA).

Pasal 10 tentang Tugas Partai pada butir g tertuang:

Mempengaruhi dan menjiwai jalannya penyelenggaraan negara agar senantiasa berdasarkan pada ideologi Pancasila 1 Juni 1945 dan UUD 1945 serta jalan Trisakti sebagai pedoman strategis dan tujuan kebijakan politik partai demi terwujudnya pemerintahan yang kuat dan efektif, bersih dan berwibawa.

Nah, kini semakin jelas, jika Pancasila demikian yang dipegang dan dimaknai, maka bukan hanya RUU HIP yang beraroma PKI dan Komunisme yang berbahaya, tetapi juga perlu didalami tentang kemungkinan ancaman misi PDIP bagi kemurnian ideologi Pancasila hasil kesepakatan 18 Agustus 1945.

Masyarakat politik dan masyarakat hukum berhak mengkaji lebih dalam untuk memperjelas kasus posisinya, baik dalam konteks RUU HIP maupun misi terselubung di baliknya. Menjadi wacana dan isu yang menarik.

Adakah Pancasila 1 Juni 1945 diperjuangkan PDIP untuk mengganti atau melemahkan Pancasila 18 Agustus 1945? Itulah yang terpersepsi, tetapi perlu klarifikasi.

Jika memang itu yang terjadi, maka keadaan bangsa dan negara Indonesia menghadapi hal yang sangat serius. Rakyat, khususnya umat Islam, perlu waspada. Atau lebih tepat, siaga. TNI pun mesti peduli dengan perkembangan situasi ini.

HIP dan PDIP telah membawa masalah bagi masyarakat, bangsa dan negara.

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 5 Dzulqo’dah 1441 H/26 Juni 2020 M

Baca Juga