SALAM-ONLINE: Pemandangan masyarakat yang kembali beraktivitas dan mulai memadati jalan dan tempat-tempat umum dalam sepekan terakhir di berbagai daerah, menurut Wakil Ketua Fraksi PKS, Dr Sukamta, merupakan salah satu akibat dari seringnya Presiden dan jajarannya mewacanakan pelonggaran PSBB dan New Normal.
Kondisi ini menurut Sukamta dikhawatirkan akan semakin menyulitkan upaya penanganan Covid-19. Demikian pesan tertulis disampaikan Sukamta kepada media, Rabu (10/6/20).
“Kemarin (9/6/2020) jumlah kasus positif pecahkan rekor dengan angka 1.043, hari ini, Rabu (10/6) kembali pecah rekor dengan angka 1.241 kasus positif. Mestinya dengan kondisi seperti ini masyarakat semakin waspada dan berhati-hati, semakin ketat menjalankan protokol kesehatan,” kata Sukamta.
Namun yang terlihat malah masyarakat semakin longgar, terlihat masih banyak yang tidak mengenakan masker dan tidak menjaga jarak.
“Kondisi ini saya kira tidak lepas dari wacana pelonggaran dan juga New Normal yang sering disampaikan pemerintah. Sebagian masyarakat mempersepsi pernyataan-pernyataan pemerintah menganggap kondisi saat ini sudah normal dan bisa beraktivitas seperti biasa. Padahal dulu saat jumlah kasus positif masih sedikit, masyarakat terlihat sangat waspada,” terang alumnus Department of Chemical Engineering, The University of Salford, Inggris, ini.
Menurut anggota DPR RI asal Yogyakarta ini, pernyataan Presiden saat mengunjungi gedung BNPB pada Rabu (10/6/20) dengan menyebutkan akan melakukan pengetatan dan penutupan kembali jika dalam perkembangan ditemukan kenaikan kasus baru, merupakan pernyataan yang tidak jelas arahnya.
“Pernyataan Presiden ini tidak ada penjelasan lebih lanjut, dan seperti itu kebiasaan yang terjadi sehingga sering menimbulkan kebingungan. Pemerintah wacanakan New Normal kan karena pertimbangan ekonomi. Jika dilakukan pengetatan dan penutupan lagi apakah tidak takut mengganggu ekonomi lagi,” ujar Sukamta.
Baru saja, ungkapnya, Menteri Perhubungan melakukan sejumlah pelonggaran pembatasan penumpang moda transportasi. Alasannya juga ekonomi.
“Apakah akan direvisi lagi untuk kesekian kalinnya. Ini kan jelas pemerintah tidak punya konsep dan membiarkan kondisi seperti ini terus berjalan lebih dari 3 bulan,” ujarnya mempertanyakan.
Menurut Sukamta, mestinya pemerintah saat ini semakin ketat dalam mengawal kebijakan yang dibuat dengan memperbanyak tes massal untuk tracking virus, memperkuat layanan fasilitas kesehatan dan banyak melakukan sosialisasi protokol kesehatan.
Jika pemerintah lebih khawatir soal ekonomi dibanding kesehatan dan nyawa masyarakat, tuturnya, harga yang akan dibayar tidak hanya jiwa tetapi kondisi ekonomi juga tidak akan membaik.
“Kita paham masyarakat butuh makan, sehingga perlu bekerja di luar rumah. Namun demikian, kondisi pemerintah yang kadang kebijakannya membingungkan jangan sampai menurunkan kewaspadaan dan disiplin protokol kesehatan karena Virus Corona masih ada di sekitar kita,” pungkasnya. (S)