Menguak PPKM-50: Mobil Mana Mobil?

Catatan M Rizal Fadillah*

M Rizal Fadillah

SALAM-ONLINE.COM: Ketika tidak terealisasi program nasional, maka yang disorot adalah mobil yang bernama Esemka. Esemka yang dijanjikan Esemka yang dipergunjingkan.

Esemka menjadi tersangka. Di balik tersangka ini yang benar-benar bersalah yang diyakini masyarakat adalah sang Wali Kota Solo, Joko Widodo. Mobil mana mobil?

Dalam kasus Peristiwa Pembantaian KM-50 (PPKM-50) persoalan mobil ini mengemuka. Ada tiga mobil yang semestinya muncul menjadi tersangka, tetapi orang atau pejabat yang sebenarnya bersalah tetap sembunyi. Penunggang mobil-mobil itu adalah “pembunuh” lain dari enam anggota pengawal HRS. Ketiga mobil yang dimaksud adalah Avanza hitam B 2739 PWQ, Avanza silver B 1278 KJD dan mobil “komandan” Land Cruiser hitam.

Kisah drama tembak menembak (tepatnya penembakan mobil Chevrolet Spin) terjadi di jalan nasional menuju gerbang tol Karawang Barat. Itu dilakukan oleh penumpang mobil Avanza B 2739 PWQ dan Avanza B 1278 KJD yang sangat mudah untuk diidentifikasi. Merekalah yang patut diduga kuat membunuh dua orang anggota laskar yaitu di area menuju KM 50 atau dibunuh di rest area KM 50 itu sendiri.

Kedua mobil Avanza tersebut tidak diakui sebagai mobil Kepolisian, karenanya inilah bukti nyata akan keterlibatan institusi lain itu. Komnas HAM merekomendasikan pengusutan dan penegakan hukum atas para penumpang kedua mobil Avanza tersebut. Proses peradilan semestinya tidak bisa mengabaikan fakta penting ini. Menutupi sama saja dengan bermain sandiwara boneka.

Baca Juga

Mobil ketiga adalah Land Cruiser hitam. Banyak saksi menyatakan merekalah komandan operasi yang menewaskan keenam anggota laskar pengawal HRS. Setelah menerima arahan dari komandan inilah maka masing-masing unit bergerak dan pembantaian pun terjadi. Meninggal dengan luka penganiayaan yang selayaknya dilakukan di satu tempat tertentu, bukan di mobil yang sedang bergerak.

Mobil mana mobil? Layak untuk dipertanyakan. Semestinya pengusutan dimulai dan diutamakan pada aparat penumpang tiga mobil yang maha penting ini, bukan hanya aparat yang mengendarai mobil B 1519 UTI yang kini ditetapkan sebagai tersangka. Apalagi satu di antaranya telah dinyatakan tewas dalam sebuah kecelakaan. Misterius.

Sesungguhnya sayang Komnas HAM tidak mampu menguak hal mudah ini, atau sebenarnya Komnas HAM mengetahui tetapi takut mengemukakan, dengan alasan kasus ini bukan soal penegakan hukum melainkan operasi intelijen, kepentingan politik kekuasaan.

Adapun mobil-mobil itu adalah bukti operasi. Jika tetap menutup para penumpang tiga mobil penting itu, maka ketiga mobil tersebut akan menjadi mobil hantu. Sama dengan mobil Esemka yang menghilang bagai hantu.

Jadinya lucu seperti film kartun Upin Ipin dalam episode “Upin Ipin bertemu mobil hantu, Ipin takut!”.

*) Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Baca Juga