Dari Konferensi Dialog Nasional di Damaskus: Pemerintah Transisi Larang Kelompok Bersenjata di Suriah

SALAM-ONLINE.COM: Konferensi Dialog Nasional Suriah, yang diadakan Selasa (25/2/2025) di Damaskus, menyatakan bahwa semua kelompok bersenjata yang beroperasi di luar militer negara tersebut dinyatakan “dilarang”. Konferensi memastikan monopoli negara atas senjata.
Pernyataan tersebut mengatakan bahwa para peserta menyerukan “monopoli senjata oleh negara, membangun tentara nasional yang profesional dan menganggap setiap formasi bersenjata di luar lembaga resmi sebagai kelompok terlarang”–sebagai contoh referensi tersirat pada cabang teroris PKK di Suriah yang dipimpin oleh pasukan YPG dan faksi-faksi lain yang menolak untuk meletakkan senjata mereka sejak penggulingan diktator Basyar Assad.
Presiden sementara Ahmad al-Sharaa pada Selasa berjanji untuk memastikan monopoli negara atas senjata. Ia menegaskan bahwa negaranya berada pada “fase bersejarah baru”.
Ratusan orang menghadiri konferensi di istana presiden di Damaskus itu.
Acara yang hasilnya diharapkan bersifat nasihat, merupakan kelanjutan dari seruan komunitas internasional agar pemerintah baru melibatkan seluruh komponen masyarakat Suriah.
Masyarakat sipil, komunitas agama, tokoh oposisi dan seniman terwakili dalam dialog nasional – sebuah inisiatif yang belum pernah terjadi pada masa rezim Assad.
Dalam pidatonya di konferensi tersebut, al-Sharaa mengatakan: “Suriah telah mengundang Anda semua hari ini… untuk berkonsultasi satu sama lain mengenai masa depan negara Anda.”
Ia mengatakan bahwa kejadian terkini adalah tanda dari sebuah fase baru yang bersejarah.
“Suriah tidak dapat dipisahkan; ia merupakan satu kesatuan yang utuh, dan kekuatannya terletak pada kesatuannya,” kata presiden sementara tersebut, seraya menambahkan bahwa “kesatuan senjata dan monopoli negara bukanlah kemewahan melainkan sebuah tugas dan kewajiban”.
Al-Sharaa juga mengatakan pihak berwenang akan berusaha membentuk badan keadilan transisi untuk memulihkan hak-hak masyarakat, menjamin keadilan dan, Insya Allah, membawa penjahat ke pengadilan.
Kantor berita negara SANA mengatakan sekitar 6.000 orang mengikuti konferensi secara online. Banyak di anatara mereka berasal dari luar negeri. Konferensi membahas berbagai isu, termasuk kebebasan dan konstitusi.
Houda Atassi dari panitia persiapan konferensi mengatakan di akun X bahwa acara tersebut akan tercatat dalam sejarah sebagai pengalaman baru bagi rakyat Suriah.
Dia menyatakan harapannya bahwa hal ini akan menjadi awal yang nyata bagi upaya memulihkan stabilitas dan persatuan Suriah.
Al-Sharaa mengatakan awal bulan ini bahwa diperlukan waktu empat hingga lima tahun untuk menyelenggarakan pemilu di Suriah dan dua hingga tiga tahun untuk menulis ulang konstitusi.
Suriah juga tidak memiliki parlemen setelah badan legislatif era Assad dibubarkan menyusul penggulingannya. (mus)