Inggris, Kanada & Australia Resmi Akui Negara Palestina, Prancis Menyusul

SALAM-ONLINE.COM: Inggris, Kanada dan Australia telah resmi mengumumkan pengakuan mereka atas negara Palestina.
Langkah bersejarah ini diambil menjelang sidang Majelis Umum PBB di New York, yang akan dimulai pada Senin (22/9/2025), lapor Middle East Eye (MEE).
Mengikuti ketiga negara tersebut, Prancis segera menyatakan secara resmi pengakuan serupa.
“Hari ini, untuk menghidupkan kembali harapan perdamaian, Inggris secara resmi mengakui Negara Palestina,” ujar Perdana Menteri Inggris Keir Starmer di akun X.
Langkah ini akan semakin memperburuk hubungan yang sudah tegang antara Inggris dengan penjajah “Israel”, yang secara historis keduanya merupakan sekutu dekat.
Pada tahun 1917, pemerintah Inggris pertama kali mengumumkan niatnya untuk mendukung pembentukan tanah air bagi orang Yahudi di Palestina, dalam Deklarasi Balfour.
Chris Doyle, direktur Council for Arab-British Understanding (CAABU), mengatakan: “Banyak warga Palestina ingin merayakan momen simbolis ini, tetapi hal itu tidak dapat mereka lakukan.”
Kenyataannya, pengakuan ini tidak akan mengakhiri serangan, kelaparan, genosida, maupun perlakuan apartheid yang dilakukan penjajah “Israel” terhadap warga Palestina.
Sebelumnya pemerintah Partai Buruh Inggris mengumumkan pada musim panas bahwa mereka akan mengakui negara Palestina bersama Prancis jika “Israel tidak memenuhi serangkaian persyaratan Inggris.
Persyaratan ini termasuk menyetujui gencatan senjata dan berkomitmen untuk tidak mencaplok wilayah Tepi Barat yang diduduki.
Merespons hal ini, “Israel” menuduh Inggris dan negara-negara lain yang bertekad untuk mengakui negara Palestina — termasuk Australia dan Kanada — telah berpihak pada Hamas.
“Israel” telah melancarkan invasi darat dengan skala penuh untuk menduduki Kota Gaza. Para menteri penjajah itu juga mengatakan bahwa mereka sedang bersiap untuk mencaplok Tepi Barat.
Menurut Hannah Bond, salah satu CEO ActionAid UK, pengakuan Inggris atas negara Palestina merupakan langkah yang disambut baik dan signifikan yang menegaskan hak Palestina untuk menentukan nasib sendiri yang dapat dicabut.
“Namun sangat disayangkan hal ini tidak dilakukan lebih awal dan pemerintah (Inggris) berusaha menggunakannya sebagai alat tawar-menawar dalam negosiasinya dengan otoritas Israel,” kata Bond.
Pada akhir Juli lalu Menteri Luar Negeri Inggris saat itu, David Lammy, mengatakan bahwa deklarasi Balfour disertai dengan janji “bahwa tidak akan ada yang dilakukan, tidak ada yang dapat merugikan hak-hak sipil dan agama” rakyat Palestina.
Lammy menegaskan bahwa “hal ini belum ditegakkan dan merupakan ketidakadilan historis yang terus berlanjut”.
Atas dasar ini, lanjutnya, Inggris akan mengakui kenegaraan Palestina.
‘Hak yang Tidak Dapat Dicabut’
Bulan lalu, pemerintah Inggris menerbitkan nota kesepahaman dengan Otoritas Palestina (PA), yang menyatakan bahwa Inggris berkomitmen pada “solusi dua negara berdasarkan garis 1967” dan “tidak mengakui Wilayah Palestina yang Diduduki, termasuk Yerusalem Timur, yang diklaim secara sepihak sebagai bagian dari Israel”.
Memorandum tersebut menyatakan: “Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dan Gaza, harus dipersatukan kembali di bawah otoritas tunggalnya.”
Memorandum tersebut menambahkan bahwa “Inggris menegaskan hak yang tidak dapat dicabut dari rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri, termasuk hak untuk sebuah negara merdeka”.
Dalam pernyataan penting dukungan Inggris terhadap Otoritas Palestina, dokumen tersebut menegaskan bahwa PA “harus memiliki peran sentral dalam fase selanjutnya di Gaza terkait tata kelola, keamanan, dan pemulihan dini”.
Para pejabat Inggris sebelumnya telah menuntut agar Hamas melucuti senjata dan mengakhiri kekuasaannya di Gaza.
Genosida “Israel” di Gaza telah membunuh lebih dari 64.000 warga Palestina dan meratakan sebagian besar wilayah kantong tersebut.
Namun, Inggris hanya menangguhkan 30 dari 250 lisensi ekspor senjata ke “Israel” dan terus memasok komponen untuk jet tempur F-35, pesawat terkuat di gudang senjata “Israel”. (mus)