Respons Hamas atas Proposal Trump: Setuju Bebaskan Sandera, Tolak Pemerintahan Asing di Gaza

Pemimpin senior Hamas Mousa Abu Marzouk

SALAM-ONLINE.COM: Hamas setuju untuk membebaskan semua tawanan penjajah “Israel” yang ditahan di Gaza. Hamas menyatakan pada Jumat (3/10/2025), setelah apa yang digambarkannya sebagai “konsultasi mendalam” dengan jajaran pimpinan, faksi-faksi Palestina, dan mediator.

Pengumuman ini muncul hanya beberapa jam setelah Presiden AS Donald Trump menyatakan di akun TruthSocial-nya bahwa Hamas harus “Melepaskan Para Sandera, Semuanya, Termasuk Jenazah Mereka yamg Sudah Tewas Sekarang Juga! Kesepakatan harus dicapai dengan Hamas paling lambat Ahad malam pukul 18.00 waktu Washington, D.C.”

Hal ini terjadi lima hari setelah Trump mengumumkan rencana kesepakatan 20 poinnya untuk Gaza bersama Perdana Menteri penjajah Benjamin Netanyahu.

“Gerakan ini mengumumkan kesepakatannya untuk membebaskan semua tawanan “Israel’, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, sesuai dengan formula pertukaran yang tercantum dalam proposal Presiden Trump, dengan syarat persyaratan lapangan untuk pertukaran tersebut terpenuhi,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan yang dikutip Middle East Eye (MEE), Sabtu (4/10).

Dalam konteks ini, Hamas menegaskan kesiapannya untuk segera berunding melalui para mediator guna membahas detailnya. Gerakan perlawanan Palestina ini juga memperbarui perjanjiannya untuk menyerahkan pengelolaan Jalur Gaza kepada badan independen Palestina (teknokrat), berdasarkan konsensus nasional Palestina dan dukungan Arab serta Islam,” tambah kelompok tersebut.

Merespons pernyataan Hamas itu, Trump, di akun TruthSocial-nya, menanggapi dengan menuntut agar “Israel” segera menghentikan serangannya ke Gaza agar para tawanan dapat dibebaskan dengan aman.

“Berdasarkan Pernyataan yang baru saja dikeluarkan oleh Hamas, saya yakin mereka siap untuk PERDAMAIAN abadi. ‘Israel’ harus segera menghentikan pengeboman terhadap Gaza, agar kita dapat membebaskan para sandera dengan aman dan cepat!” tulis Trump.

“Saat ini, terlalu berbahaya untuk melakukan itu. Kami sudah berdiskusi mengenai detail yang akan diselesaikan. Ini bukan hanya tentang Gaza, ini tentang PERDAMAIAN yang telah lama dinantikan di Timur Tengah,” ujarnya.

Tanggapan Trump mengejutkan Perdana Menteri penjajah Benjamin Netanyahu, lapor koresponden Washington untuk Channel 12 “Israel”, Barak Ravid, mengutip seorang pejabat senior “Israel”.

Poin-poin yang akan dinegosiasikan

Hamas tidak menyatakan bahwa mereka menyetujui proposal 20 poin penuh yang diusulkan Trump. Namun, dalam sepekan terakhir, Hamas berulang kali mengatakan bahwa mereka perlu menegosiasikan sejumlah poin lebih lanjut.

Kuncinya adalah tuntutan demiliterisasi Gaza

Pejabat Hamas, Mousa Abu Marzouk, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa kelompok pejuang kemerdekaan Palestina itu tidak akan melucuti senjata sebelum pendudukan/penjajahan Zionis “Israel” berakhir. Dengan kata lain, Hamas akan menyerahkan senjata kepada negara Palestina yang Merdeka.

“Isu-isu lain yang disebutkan dalam proposal Presiden Trump mengenai masa depan Jalur Gaza dan hak-hak asasi rakyat Palestina terkait dengan posisi nasional yang komprehensif berdasarkan hukum dan resolusi internasional yang relevan, dan sedang dibahas dalam kerangka kerja nasional,” demikian pernyataan Hamas.

Seorang perwakilan senior Hamas di Doha, Osama Hamdan, mengatakan kepada Al Araby TV setelah pengumuman tersebut bahwa Hamas tidak akan menerima jabatan pemerintahan atau badan Internasional asing untuk mengatur Gaza. Hamas menekankan, wilayah kantong tersebut harus dijalankan oleh orang Palestina, bahkan untuk sementara.

Tema utama dari rencana 20 poin usulan Trump tersebut melibatkan tim miliarder dan tokoh Zionis terkemuka yang dipimpin Tony Blair.

Baca Juga

Trump juga mengunggah pernyataan resmi Hamas
mengenai masalah tersebut ke akun TruthSocial miliknya. Ini menandai pertama kalinya seorang presiden AS menyampaikan kepada publik Amerika kata-kata lengkap dari korespondensi Hamas.

Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt juga telah membagikan foto Trump di Ruang Oval, yang tampak sedang menyampaikan pidato di depan kamera, yang mengatakan bahwa ia menanggapi “penerimaan” Hamas atas “rencana perdamaian”-nya.

Rencana yang Diusulkan Trump

Rencana 20 poin yang diusulkan Trump memberikan prioritas umum kepada pembingkaian “Israel” atas situasi di Gaza dan kekhawatiran keamanannya yang dinyatakan, dimulai dengan poin 1, yang menyatakan “Gaza akan menjadi zona bebas terderadikalisasi yang bebas teror dan tidak menimbulkan ancaman bagi negara-negara tetangganya”.

Rencana Trump tersebut dikritik secara luas sebagai “pemikiran kolonial” karena berupaya menyerahkan nasib rakyat Palestina kepada kepentingan asing.

Rencana tersebut mengusulkan agar Gaza dibangun kembali untuk “kepentingan” rakyat Gaza “yang telah menderita lebih dari cukup”. Bantuan penuh akan dilanjutkan segera setelah perjanjian diterima oleh semua pihak, tetapi memberikan peringatan dengan “minimal, jumlah bantuan akan konsisten dengan apa yang tercantum dalam perjanjian 19 Januari 2025”.

Rencana tersebut menambahkan bahwa perlintasan Rafah juga akan dibuka di kedua arah, sejalan dengan mekanisme yang sama sebagaimana diuraikan dalam perjanjian Januari 2025.

Poin yang lebih relevan dalam perjanjian tersebut adalah bahwa perjanjian itu secara efektif akan mengakhiri peran Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) yang kontroversial dan penuh skandal, serta memberikan tanggung jawab untuk mendistribusikan bantuan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa dan badan-badannya, serta Bulan Sabit Merah dan lembaga-lembaga internasional lainnya yang “tidak berafiliasi dengan pihak mana pun”.

Rencana tersebut kemudian beralih ke Gaza pascaperang dan sebuah “Dewan Perdamaian” yang akan mengawasi pemerintahan teknokratis transisi sementara yang ada. Hamas menyetujui pemerintahan transisi, tetapi yang muncul dari konsensus internal Palestina sendiri. Hamas secara tegas menolak kepemimpinan asing di Gaza dan pelucutan senjata sebelum pendudukan/penjajahan berakhir.

Rencana tersebut kemudian menggembar-gemborkan “rencana pembangunan ekonomi Trump” untuk merevitalisasi Gaza, yang memiliki banyak kesamaan dengan rencana “Riviera” Gaza yang awalnya diusulkan Trump.

Namun, tidak seperti rencana awal, rencana tersebut menyatakan bahwa “tidak seorang pun akan dipaksa meninggalkan Gaza” dan jika ada yang melakukannya, mereka akan bebas untuk kembali (ke Gaza).

Rencana tersebut membayangkan sebuah “Pasukan Stabilisasi Internasional” (ISF) yang akan dibentuk bersama-sama dengan “mitra Arab dan internasional” yang bertugas membangun kendali dan stabilitas di enklave tersebut, serupa dengan rencana sebelumnya yang dibahas tentang pasukan “penjaga perdamaian” Arab atau regional.

Rencana itu dengan tegas menyatakan bahwa “Israel tidak akan menduduki atau mencaplok Gaza”, tetapi masih membuka peluang untuk banyak interpretasi dan menyerahkan keputusan kepada “Israel” untuk menarik diri dari Jalur Gaza. Disebutkan bahwa “Israel” akan menarik pasukan berdasarkan “standar, tonggak, dan kerangka waktu terkait demiliterisasi” yang disetujui oleh pasukan “Israel”, ISF, penjamin, dan AS.

Ditambahkan bahwa pasukan “Israel” akan “secara bertahap menyerahkan wilayah yang didudukinya” kepada ISF sesuai dengan perjanjian dengan pemerintah transisi, “kecuali untuk keberadaan perimeter keamanan yang akan tetap ada hingga Gaza benar-benar aman dari ancaman teror yang muncul kembali”.

Trump menekankan bahwa selama pertemuan mereka, Netanyahu dengan tegas menentang pembentukan negara Palestina.

Namun poin 18 dalam rencana yang dirilis tersebut menguraikan bahwa setelah pembangunan kembali Gaza dan Otoritas Palestina direformasi, “kondisi akhirnya tersedia untuk jalur yang menuju penentuan nasib sendiri dan kenegaraan Palestina, yang kami akui sebagai aspirasi rakyat Palestina”. (mus)

Baca Juga