Dewan Keamanan PBB Cabut Sanksi terhadap Presiden Suriah Terkait Terorisme

Anggota Dewan Keamanan PBB memberikan suara pada resolusi untuk mencabut sanksi terhadap Presiden Suriah Ahmad Al Sharaa. (Foto: PBB/Loey Felipe)

SALAM-ONLINE.COM: Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) pada Kamis (6/11/2025) mengeluarkan resolusi untuk mencabut sanksi terhadap Presiden transisi Suriah Ahmad Hussein al-Sharaa dan Menteri Dalam Negeri Anas Khattab terkait dengan terorisme, demikian dilansir situ PBB, un.org, Kamis (6/11).

Menurut DK PBB, segera setelah jatuhnya Basyar Assad pada 8 Desember 2024, komunitas internasional mulai melonggarkan sanksi terhadap negara tersebut, dalam upaya memperbaiki situasi kemanusiaan dan memulihkan perekonomian yang terpuruk.

Amerika Serikat, Inggris dan Eropa mencabut sanksi yang mencakup aset terbatas dan kebijakan perdagangan senilai sekitar $15 miliar pada Mei lalu.

Kekuatan regional termasuk Arab Saudi, Turki dan Qatar telah mendukung pembaruan kerja sama, menawarkan pendanaan untuk gaji pegawai negeri dan infrastruktur energi, serta mendukung kewajiban Suriah kepada lembaga keuangan internasional.

Anak-anak Suriah menyambut kedatangan misi kemanusiaan PBB, Februari 2025. (UNOCHA/Ali Haj Suleiman)

Membawa kembali Suriah ke dalam pangkuan

Namun, upaya untuk mengembalikan Suriah ke dalam pangkuan mereka menjadi rumit karena kelompok yang memimpin serangan dan menggulingkan Assad dari kekuasaan – Hayat Tahrir al-Syam (HTS) – merupakan kelompok yang dilarang karena dianggap sebagai organisasi “teroris” oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sejak 2014.

Pemimpin HTS dengan nama samaran Mohammad Al-Jolani termasuk di antara mereka yang dikenai sanksi, pembekuan aset, dan larangan bepergian – tetapi sekarang ia menjabat sebagai pemimpin sipil Pemerintah Suriah dengan nama aslinya, Ahmad Hussein Al Sharaa. HTS, sebagai kelompok yang dicap sebagai “teroris asing” kemudian dihapus dari daftar teroris oleh komunitas Internasional, ternasuk Inggris pada Oktober lalu.

Presiden Suriah Ahmad Al Sharaa bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada bulan yang sama dan dilaporkan akan bertemu dengan Presiden AS Donald Trump di Washington pekan depan.

Resolusi yang disponsori AS tersebut menyambut baik komitmen pemerintah sementara Suriah untuk mengizinkan akses kemanusiaan tanpa hambatan ke negara tersebut, memerangi terorisme dan melindungi hak asasi manusia. Sebanyak 14 Anggota Dewan Keamanan PBB memberikan suara mendukung, sementara China abstain.

Duta Besar Michael G. Waltz dari Amerika Serikat menyampaikan pidato pada pertemuan Dewan Keamanan PBB tentang ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional. (Foto PBB/Loey Felipe)

‘Sinyal politik yang kuat’

Duta Besar AS untuk PBB, Mike Waltz menggambarkan resolusi tersebut sebagai “sinyal politik yang kuat” yang mengakui bahwa Suriah berada di era baru.

Pemerintah AS, katanya, “sedang bekerja keras untuk memenuhi komitmennya dalam melawan terorisme dan narkotika, menghilangkan sisa-sisa senjata kimia, dan mempromosikan keamanan dan stabilitas regional serta proses politik inklusif, yang dipimpin dan dimiliki oleh Suriah.”

Baca Juga

China abstain

Perwakilan China, Duta Besar Fu Cong, menjelaskan abstainnya negaranya. Ia menyatakan, meskipun resolusi tersebut menegaskan kembali “persyaratan antiterorisme” DK PBB, Amerika Serikat “tidak sepenuhnya mengindahkan pandangan semua anggota dan memaksa Dewan untuk mengambil tindakan, bahkan ketika terdapat perbedaan pendapat yang besar di antara anggota Dewan dalam upaya untuk melayani agenda politiknya sendiri”.

“Kami menyambut baik pencabutan status tersebut,” kata James Kariuki, Kuasa Usaha Inggris, seraya menyebutkan kemajuan yang telah dicapai Pemerintah Suriah hingga saat ini, termasuk dalam memajukan transisi politik, dan mengambil langkah-langkah positif dalam penanggulangan terorisme dan senjata kimia.

“Kami berharap resolusi ini akan semakin mendorong keterlibatan yang lebih mendalam dengan komunitas internasional,” tambahnya, “dan mendukung rakyat Suriah dalam upaya mereka menuju rekonstruksi dan pembangunan ekonomi.”

Rusia: Percepat Pemulihan Suriah

Vassily Nebenzia, Perwakilan Tetap Rusia di PBB, sepakat tentang perlunya memfasilitasi pemulihan dan pembangunan ekonomi Suriah selama masa transisi. Ia mengatakan, resolusi tersebut mencerminkan kepentingan dan aspirasi rakyat Suriah. Nebenzia merujuk pada pendudukan “Israel” di Dataran Tinggi Golan dan ancaman teroris yang berkelanjutan sebagai faktor-faktor yang menghambat stabilitas jangka panjang di negara tersebut.

Risiko teror juga dicatat oleh Duta Besar Prancis untuk PBB, Jérôme Bonnafont. Ia mengatakan, “Perang melawan Daesh (ISIS) di Timur Tengah belum berakhir dan risiko kebangkitannya tidak boleh diremehkan.”

Resolusi ini, lanjutnya, merupakan “langkah penting dalam perjalanan menuju rekonstruksi Suriah yang berdaulat, bersatu, dan rukun, yang hidup dalam damai dan bebas dari momok teroris.”

‘Sebuah ‘lencana kehormatan’

Delegasi Suriah, Duta Besar Ibrahim Abdulmalik Olabi, menyambut baik dukungan dan komitmen kuat Dewan untuk menghormati kedaulatan dan integritas wilayah negaranya.

“Kami menganggap (resolusi ini) sebagai tanda tumbuhnya kepercayaan terhadap Suriah yang baru, rakyatnya, dan kepemimpinannya,” ujarnya. Ia menggambarkannya sebagai “lencana kehormatan”.

“Suriah sedang membuka lembaran baru tentang perang dan penderitaan,” tegasnya.

Menurutnya, Suriah sedang membangun Negara modern yang didirikan atas dasar hukum.

“Damaskus terus mengulurkan tangannya kepada seluruh negara di dunia,” kata Wakil Tetap Suriah tersebut di PBB seraya menambahkan bahwa pemerintah (Suriah) akan berupaya menjadi titik temu bagi Timur dan Barat. (mus)

Baca Juga