Zionis ‘Israel’ di Balik Kekerasan dan Pembantaian di Sudan
SALAM-ONLINE.COM: Setidaknya 642 orang yang melarikan diri dari kekerasan dan pembantaian di El-Fasher, ibu kota Negara Bagian Darfur Utara di Sudan barat, telah tiba di Negara Bagian Utara Sudan setelah “perjalanan yang sulit dan berbahaya,” kata sebuah kelompok medis setempat, Sabtu (1/11/2025).
Dilansir Anadolu, Sabtu (1/11), keluarga-keluarga pengungsi lolos dari pembantaian (genosida) yang dilakukan oleh Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter di El-Fasher dukungan penjajah “Israel”. Mereka tiba di wilayah Al-Dabba, kata Jaringan Dokter Sudan dalam sebuah unggahan di akun X.
Jaringan tersebut memperingatkan bahwa para pendatang baru tersebut hidup dalam “kondisi kemanusiaan yang mengerikan”, dengan tempat tinggal yang tidak memadai, kekurangan makanan dan air bersih yang parah, serta kurangnya layanan kesehatan dasar, terutama yang berdampak pada anak-anak, perempuan dan lansia.
“Keluarga-keluarga ini sekarang menghadapi tantangan hidup berat yang melampaui kapasitas masyarakat tuan rumah untuk mengatasinya,” kata jaringan tersebut, yang memperingatkan bahwa jumlah pengungsi diperkirakan akan meningkat tajam dalam beberapa hari mendatang seiring memburuknya situasi di Darfur.
Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), mengimbau otoritas lokal dan kelompok-kelompok kemanusiaan “di dalam dan di luar Sudan untuk segera memberikan bantuan medis, makanan, tempat tinggal, dan dukungan psikologis guna mencegah “runtuhnya situasi kemanusiaan secara total”.
IOM mengatakan pada Jumat (31/10) bahwa lebih dari 62.000 orang telah mengungsi dari El-Fasher dalam empat hari setelah RSF menguasai kota tersebut.
El-Fasher jatuh ke tangan RSF awal pekan ini setelah pengepungan selama berbulan-bulan. Kelompok-kelompok hak asasi manusia menuduh kelompok paramiliter tersebut melakukan pembunuhan massal (genosida), menahan orang, dan menyerang rumah sakit.
Sudan telah dilanda perang antara tentara dengan RSF sejak April 2023, yang menyebabkan ribuan kematian dan jutaan orang mengungsi.
RSF adalah kelompok milisi Pasukan Dukungan Cepat yang dilaporkan terus melakukan pembantaian di Sudan, terutama setelah berhasil menguasai kota El-Fasher.
Diketahui, milisi ini mendapat dukungan dari Zionis “Israel” penjajah.
Konflik dan pembantaian yang terjadi di Sudan saat ini awalnya tak lepas dari perebutan kekuasaan antara dua jenderal, Abdel Fattah al-Burhan yang memimpin militer Sudan (SAF), dan M Hamdan Dagalo alias Hemedti yang memimpin kelompok paramiliter Rapid Support Force (RSF). Kelompok bersenjata ini merupakan kelanjutan dari milisi Janjaweed yang terlibat kekerasan di Darfur pada masa lalu. Kelompok ini punya riwayat catatan yang kelam.
Konflik yang terjadi saat ini juga tak terlepas dari revolusi populer yang menggulingkan Presiden Omar al-Bashir pada April 2019. Pasca penggulingan itu dibentuk Dewan Kedaulatan Transisi (TSC) yang diisi pihak militer dan sipil.
Dari sinilah kemudian masuk kepentingan geopolitik. Sudan jadi sasaran selanjutnya proyek normalisasi hubungan “Israel” dengan negara-negara di Timur Tengah. Amerika Serikat menjanjikan akan menghapus Sudan dari daftar “negara teror”, asal mau bersahabat dengan penjajah “Israel”. Uni Emirat Arab (UEA) yang sudah lebih dahulu menormalisasi hubungannya dengan “Israel”, turut menjadi fasilitator.
Sudan mendapat posisi penting dalam peta strategis “Israel”. Penjajah tanah Palestina itu memandang Sudan sebagai pintu gerbang utama untuk memperluas jejaknya di Afrika dan Laut Merah. Dengan meningkatkan pengaruh regional dan jangkauan logistiknya.

“Israel” juga menganggap Sudan sebagai titik penting untuk memantau aktivitas al-Qaida dan Iran yang dianggap memiliki gudang senjata di negara ini. Bagi “Israel”, Sudan pun dipandang memiliki potensi sebagai koridor penyelundupan senjata ke faksi-faksi Palestina di Gaza.
“Israel” memahami ambisi Hamdan Dagalo, yang kala itu masih menjadi wakil al-Burhan. Ia dilaporkan mulai menjalin hubungan dengan Mossad pada 2020. Hubungan ini dilatari kepentingan bisnis Dagalo di berbagai sektor.
Menurut The New Arab, pada Agustus 2020 Uni Emirat Arab (UEA) mengatur pertemuan rahasia antara pemimpin RSF dengan kepala agen mata-mata “Israel”. Dilaporkan saat itu Dagalo tiba menggunakan pesawat pribadi ke satu tempat rahasia. Dia disebut bertemu dengan pemimpin Mossad Yossi Cohen.
Dilansir The New Arab, pejabat tinggi UEA juga hadir di pertemuan itu. Begitu pula Penasihat Keamanan Nasional Tahnoun Bin Zayed, saudara laki-laki Putra Mahkota UEA Mohamed bin Zayed Al-Nahyan.
Pembicaraan mencakup pada rencana bilateral, termasuk pengumuman normalisasi penuh hubungan antara Sudan dengan “Israel”, serta kerja sama ekonomi yang lebih luas. (is)
