Dipuji ‘Israel’, Trump Tetapkan Ikhwanul Muslimin sebagai ‘Organisasi Teroris’

SALAM-ONLINE.COM: Presiden AS Donald Trump pada Senin (24/11/2025) menandatangani perintah eksekutif untuk memulai proses penetapan cabang-cabang tertentu dari Ikhwanul Muslimin (IM), organisasi dan gerakan Islam berpengaruh yang didirikan di Mesir, sebagai “Organisasi Teroris Asing (FTO)” dan “Teroris Global” yang diterapkan secara khusus.
Penetapan yang akan memberikan sanksi terhadap salah satu organisasi dan gerakan Islam tertua dan paling berpengaruh di dunia Arab itu, mendapat sambutan baik dari penjajah, Zionis “Israel”
Duta Besar penjajah “Israel” untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Danny Danon, melontarkan pujian untuk Washington.
“Ini merupakan keputusan penting, tidak hanya bagi ‘Israel’, tetapi juga bagi negara-negara Arab tetangga yang menderita akibat ‘terorisme’ Ikhwanul Muslimin selama beberapa dekade,” kata Danon dalam pernyataan di media sosial X, Senin (24/11).
Seperti dilansir AFP dan Reuters, Selasa (25/11/12025), perintah eksekutif Trump itu secara spesifik menyebutkan cabang-cabang kelompok Ikhwanul Muslimin di Mesir, Lebanon, dan Yordania.
“Perintah ini memulai proses di mana cabang-cabang tertentu atau subdivisi lain dari Ikhwanul Muslimin akan dipertimbangkan untuk ditetapkan sebagai Organisasi Teroris Asing,” bunyi perintah tersebut, yang secara spesifik menyebutkan cabang-cabang di Lebanon, Mesir dan Yordania.
Cabang-cabang tersebut “terlibat dalam atau memfasilitasi dan mendukung kekerasan dan kampanye destabilisasi yang merugikan wilayah mereka sendiri, warga negara Amerika Serikat, dan kepentingan Amerika Serikat,” bunyi perintah tersebut.
Trump menyampaikan melalui telegram pada akhir pekan bahwa ia berencana untuk melanjutkan rencana penetapan Ikhwanul Muslimin sebagai FTO.
“Ini akan dilakukan dengan cara yang paling kuat dan paling tegas,” kata Trump kepada situs web Just the News. “Dokumen-dokumen akhir sedang disusun.”
Perintah eksekutif Trump muncul di tengah upaya Kongres untuk menetapkan Ikhwanul Muslimin sebagai “organisasi teroris global”.
Senator Republik Ted Cruz sedang mendorong RUU yang akan menetapkan Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris. Senator Republik Tom Cotton dan Senator Demokrat John Fetterman sebagai salah satu pendukungnya.
Dewan Perwakilan Rakyat memiliki versi RUU mereka sendiri yang disponsori bersama oleh empat anggota Partai Demokrat, termasuk Jared Moskowitz, Thomas Suozzi, dan John Gottheimer.
Namun, Trump tidak memerlukan undang-undang baru untuk menetapkan Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris, karena kewenangan tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang Imigrasi dan Kewarganegaraan.
Berdasarkan undang-undang tersebut, Menteri Luar Negeri memulai proses untuk menetapkan suatu kelompok berdasarkan kriteria tertentu; organisasi tersebut harus asing, dan Departemen Luar Negeri harus menilai bahwa kelompok tersebut terlibat dalam aktivitas teroris yang mengancam AS.
Middle East Eye (MEE) sebelumnya mengajukan pertanyaan ini kepada profesor Universitas George Washington, Nathan Brown, yang merupakan pakar politik Timur Tengah dan anggota dewan pengawas di Universitas Amerika di Kairo.
Dalam hal apa Ikhwanul Muslimin menjadi ancaman bagi keamanan nasional AS?
“Tidak sama sekali,” bantahnya.
Trump dan Ikhwanul Muslimin
Presiden AS juga memiliki wewenang luas berdasarkan Perintah Eksekutif 13224 untuk menggunakan Departemen Keuangan, Luar Negeri, dan Kehakiman untuk memblokir properti, serta menjatuhkan sanksi dan pembatasan perjalanan terhadap kelompok-kelompok yang dianggap pemerintah sebagai “organisasi teroris”.
Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengatakan pada Agustus lalu bahwa penetapan FTO sedang “dalam proses”.
Jelas, ada berbagai cabang Ikhwanul Muslimin, jadi Anda harus menunjuk masing-masing cabang,” kata Rubio dalam sebuah acara bincang-bincang radio. Menurutnya, Departemen Luar Negeri sedang terlibat dalam proses untuk menilai berbagai cabang Ikhwanul Muslimin.
Langkah Trump untuk menunjuk Ikhwanul Muslimin merupakan kelanjutan dari upaya yang dimulai selama pemerintahan pertamanya.
Menurut laporan New York Times, Trump nampaknya mulai mendorong langkah tersebut dengan sungguh-sungguh setelah bertemu dengan Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi di Gedung Putih pada musim semi 2019.
Pada saat itu, penasihat keamanan nasional Trump, John Bolton, dan Mike Pompeo, mantan Menteri Luar Negeri, mendukung langkah tersebut. Sementara para pengacara pemerintah AS, pejabat pertahanan, dan staf keamanan nasional karier menyuarakan keberatan, lapor surat kabar tersebut.
Gubernur Texas Greg Abbott mengumumkan awal bulan ini bahwa ia juga menetapkan Ikhwanul Muslimin serta Dewan Hubungan Islam Amerika (Cair) — kelompok kebebasan sipil terbesar bagi Muslim Amerika — baik sebagai organisasi teroris asing maupun organisasi kriminal transnasional.
Keputusan tersebut berdampak lokal dan menghentikan kedua kelompok “dari membeli atau memperoleh tanah” di negara bagian Texas, kata Abbott.
Penetapan itu juga memberikan keleluasaan kepada jaksa agung negara bagian untuk menuntut kelompok-kelompok tersebut.
Ikhwanul Muslimin (Persaudaraan Muslim) paling dikenal di dunia Arab sebagai partai politik yang didirikan berdasarkan prinsip dan hukum Islam. Dukungan terhadap Ikhwanul Muslimin meningkat setelah bermunculannya aksi protes di negara-negara Arab (Arab spring) pada tahun 2011. Sejumlah unjuk rasa dalam aksi tersebut bertujuan untuk menggulingkan penguasa otokratis.
Ikhwanul Muslimin didirikan pada akhir 1928 di Mesir untuk menentang penjajahan Inggris.
Kemudian, gerakan ini dilarang dan diserang oleh para penguasa Arab nasionalis seperti Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser dan Hafez al-Assad dari Suriah. Namun, Ikhwanul Muslimin mendapatkan popularitas pada tahun 1970-an dan 1980-an ketika pemerintahan sekuler dan otoriter mendorong modernisasi dan agenda Barat.
Pada tahun 2012, setelah penggulingan Hosni Mubarak, penguasa Mesir selama tiga dekade, kemudian digelar pemilu. Pemilu yang dipantau secara internasional itu menghasilkan kemenangan untuk Ikhwanul Muslimin. Terpilihlah Dr Mohammad Mursi sebagai presiden pertama dari Ikhwanul Muslimin di negara itu.
Adalah Abdel Fattah el-Sisi, mantan kepala intelijen militer, yang kemudian menjadi menteri pertahanan di bawah Presiden Mursi. Namun pada tahun 2013, Sisi berkhianat. Antek zionis dan AS ini mengudeta Mursi dari kekuasaan dan melakukan aksi biadab terhadap anggota Ikhwanul Muslimin di Mesir.
Ketegangan atas kelompok tersebut memuncak dalam keretakan antara kekuatan regional Turki dan Qatar di satu pihak dengan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) di pihak lain (yang mendukung kudeta di Mesir). Arab Saudi pun memimpin blokade terhadap Qatar yang dianggap melindungi dan memberi tempat kepada para pemimpin dan anggota Ikhwanul Muslimin. Saudi dan UEA juga terlibat dalam perang proksi dengan Turki di negara-negara seperti Libya.
Baru-baru ini, negara-negara Teluk telah mencoba memperbaiki hubungan, tetapi Ikhwanul Muslimin tetap menjadi sumber pertikaian di kawasan tersebut. Banyak rezim monarki memandang kelompok tersebut sebagai ancaman bagi kekuasaan dinasti mereka.
Pengaruh Ikhwanul Muslimin di kawasan
Pengaruh Ikhwanul Muslimin di Timur Tengah telah mereda sejak kudeta terhadap Mursi. Tetapi gerakan yang didirikan oleh As-Syahid Hassan Al Banna ini masih mempertahankan dukungan di kawasan tersebut.
Di Tunisia, partai Ennahda, yang berafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin, telah dilecehkan. Para pemimpinnya ditangkap. Presiden Kais Said, yang terpilih secara demokratis, telah mengonsolidasikan kekuasaan di tangannya, menutup parlemen, dan membersihkan negara dari lawan-lawan politik, baik yang sekuler maupun Islamis.
Namun, di sisi lain, sekutu AS telah bekerja sama dengan pemerintah yang didukung oleh partai-partai lokal yang dianggap dekat dengan Ikhwanul Muslimin.
Misalnya, pemerintah Yaman yang diakui secara internasional, yang didukung oleh Arab Saudi, mencakup anggota partai Islah, yang secara historis dekat dengan Ikhwanul Muslimin.
AS sendiri tidak menunjukkan keraguan untuk bekerja sama dengan para pemimpin yang mendeklarasikan diri sebagai Islamis, seperti Presiden Suriah Ahmad al-Sharaa, yang pernah menjalani hukuman sekitar lima tahun di penjara AS di Irak (setelah dia pergi ke Irak untuk melawan invasi AS tahun 2003 ke negara itu). Sharaa kemudian mendirikan Front al-Nusra, cabang al-Qaida di Suriah. Ia baru secara resmi dihapus dari daftar teroris AS pada November 2025 lalu sebelum kunjungannya ke Gedung Putih.
Jika Trump benar-benar melanjutkan penetapan Ikhwanul Muslimin (sebagai gerakan teror), maka kelompok tersebut dapat mengajukan banding ke Pengadilan Banding AS di Washington, DC.
AS juga menetapkan Hamas yang berafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teror pada tahun 1987.
Selain di Mesir, Ikhwanul Muslimin juga dilarang di Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, dan yang terbaru di Yordania. (ib)
