Presiden Suriah Peringatkan ‘Israel’ untuk tidak Mengutak-atik Perjanjian Gencatan Senjata 1974

Presiden Suriah Ahmad Al Sharaa

SALAM-OMLINE.COM: Presiden Suriah Ahmad al-Sharaa memperingatkan “Israel”, bahwa setiap upaya penjajah itu ingin mengubah Perjanjian Pelepasan 1974 atau mengupayakan pengaturan alternatif, termasuk usulan zona penyangga, itu berarti akan menjadikan kawasan tersebut sebagai “tempat berbahaya dengan konsekuensi yang belum diketahui”.

Berbicara dalam sesi dialog di Forum Doha 2025, Sabtu (6/12), Sharaa, seperti dilansir Anadolu, mengatakan “Israel” berusaha “mengekspor” krisisnya ke negara lain dan menghindari tanggung jawab atas pembantaian yang sedang berlangsung di Gaza.

Ia menyebut “Israel” membenarkan semua tindakannya dengan dalih masalah keamanan. “Sementara Suriah, sejak pembebasannya, telah mengirim pesan positif yang bertujuan memperkuat stabilitas regional,” kata Sharaa.

Sharaa mengatakan Suriah bersikeras bahwa “Israel” harus mematuhi dengan sungguh-sungguh perjanjian 1974 yang mengatur garis gencatan senjata di Dataran Tinggi Golan.

Ia mempertanyakan logika di balik seruan untuk zona penyangga demiliterisasi. Kata Sharaa, proposal semacam itu gagal membahas siapa yang akan mengamankan wilayah tersebut jika pasukan Suriah dikecualikan.

“Ada banyak pertanyaan seputar tuntutan zona demiliterisasi. Siapa yang akan melindungi wilayah ini jika tentara Suriah tidak hadir?” ujarnya.

“Setiap perjanjian harus menjamin kepentingan Suriah,” tegasnya. “Suriah adalah pihak yang rentan terhadap serangan ‘Israel’, jadi siapa yang lebih berhak menuntut penarikan pasukan dan pengaturan keamanan?”

Pemimpin Suriah itu mengungkapkan bahwa terdapat negosiasi dengan “Israel” dengan partisipasi AS. “Semua negara mendukung tuntutan Suriah agar “Israel” mundur ke garis pertahanan sebelum 8 Desember 2024.

– ‘Model untuk stabilitas regional’

Baca Juga

Sharaa menegaskan bahwa Suriah telah memulihkan banyak hubungan internasionalnya pasca jatuhnya Basyar Assad. Dikatakan, Suriah telah bergeser dari “kawasan pengekspor krisis menjadi kawasan yang dapat menjadi model stabilitas regional”.

Ia berjanji untuk terus berupaya meyakinkan AS agar sepenuhnya mencabut sanksi Undang-Undang Caesar (aturan yang menjatuhkan sanksi kepada rezim Assad atas kekejamannya di Suriah).

“Pemerintahan Presiden Trump mendukung langkah pencabutan sanksi terhadap Suriah,” kata Sharaa. Menurutnya, pemulihan ekonomi akan sangat membantu mencapai stabilitas.

Mengenai upaya pembangunan negara, Sharaa mengatakan Suriah telah bertransisi ke sistem pemerintahan yang berbeda dari sebelumnya setelah “keberhasilan revolusi rakyat”.

“Semua orang saat ini terwakili dalam pemerintahan berdasarkan kompetensi, bukan kuota,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa sistem pemerintahan yang baru akan didasarkan pada deklarasi konstitusional sementara, yang akan diikuti dengan penyusunan konstitusi dan pemilihan umum setelah empat tahun.

“Suriah berkembang berdasarkan pemilu, dan meskipun kami belum siap untuk itu saat ini, kami menyelenggarakan pemilu Majelis Rakyat dengan cara yang konsisten dengan fase transisi, dan prinsip bahwa rakyat memilih siapa yang akan memerintah adalah fundamental.”

“Setelah pembebasan, kami mengadakan konferensi dialog nasional yang komprehensif yang menghasilkan deklarasi konstitusional sementara,” ujarnya.

“Deklarasi ini memberikan wewenang kepada presiden untuk menjabat selama lima tahun, di mana banyak undang-undang akan dikeluarkan dan konstitusi—yang akan menjadi acuan fundamental bagi sistem pemerintahan—akan disusun. Setelah empat tahun, kami akan menyelenggarakan pemilu.”

Pemerintah Suriah telah meningkatkan upaya untuk menstabilkan keamanan di seluruh negeri sejak penggulingan Assad pada 8 Desember 2024, setelah lebih dari dua dekade berkuasa. (af)

Baca Juga