Fahmi Salim, MA: Di MIUMI, Seluruh Ulama Muda Bisa Duduk Satu Meja

Jakarta (salam-online.com): Selasa (28/02/2012), bertempat di Hotel Grand Sahid Jakarta dideklarasikan Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI). Acara peluncurannya dihadiri banyak tokoh. Di antaranya ada intelektual muda Dr Adian Husaini, Budayawan Taufiq Ismail, Dr Din Syamsuddin, Fadhlan Garamatan, Dr Bambang Wijayanto (KPK), Dr Yunahar Ilyas, MA (Muhammadiyah), KH Cholil Ridwan (MUI), Prof Dr Mahfud MD (MK), Dr Fuad Bawazier, Sekjen FUI M. Khaththath, juga Farid Okbah.

Apa dan bagaimana kiprah MIUMI? Belum lama ini, hidayatullah.com mewawancarai Wakil Sekjen MIUMI,Fahmi Salim, MA yang juga penulis buku “Kritik terhadap Studi Al-Qur’an Kaum Liberal”. Inilah petikan wawancaranya.

***

Mengapa harus ada MIUMI, Bukankah sudah banyak lembaga Islam, mengapa harus membentuk lembaga baru? 

Sejauh pengamatan saya hingga lahirnya MIUMI, belum ada lembaga atau komunitas yang memiliki keunikan seperti MIUMI. Selama ini, saya melihat ormas-ormas Islam sibuk mengurusi internal rumah tangga mereka karena mengelola banyak kader anggota dan aset lembaga pendidikan yang mereka dirikan di seluruh tanah air, belum lagi menjalankan program masing-masing lajnah atau majelis atau divisi organisasi. Ormas seperti NU dan Muhammadiyah itu strukturnya ibarat Negara dalam Negara.

Tentu ini menguras banyak energi, perhatian dan sumber daya. Potensi dan aset ormas Islam itu patut kita syukuri dan apresiasi, dan harus terus dikembangkan sebagai wujud dinamika Islam di Indonesia.

Namun karena postur dan asetnya yang sedemikian besar, dapat memperlambat geraknya dalam merespon tantangan keumatan baik ideologi, pemikiran, dsb. Tentu di atas semua itu ada MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang menjadi wadah silaturahim ulama, zuama dan cendekiawan Muslim.

Hampir semua ormas Islam menempatkan wakil kader terbaiknya di dalam struktur pimpinan dan komisi-komisi MUI. Produk fatwa MUI juga telah jadi rujukan para pengambil kebijakan di negeri ini, dan setiap RUU yang akan disahkan DPR bersama Pemerintah yang terkait kehidupan dan kemaslahatan keagamaan, MUI selalu dilibatkan. Ini positif. Tapi disisi lain, fatwa MUI tidak jarang diabaikan oleh Pemerintah dan unsur masyarakat lain seperti Fatwa Rokok, Fatwa Ahmadiyah, Fatwa Natal Bersama, Fatwa Doa Bersama Lintas Agama, dan lain-lain sehingga ada kesan “Nu’minu bi ba’dhin wa Nakfuru bi ba’dhin” (kita ambil sebagiannya, dan kita tolak sebagian lainnya). Ada kelompok yang menyatakan lantang “Indonesia bukan Negara Agama” sehingga Negara harus steril dari intervensi agama dan otoritas ulama dalam menciptakan struktur sosial di Indonesia. Di sisi lain, tampak kekuatan Islam terpecah dan tak jarang tak satu suara menyikapi persoalan strategis bangsa dan umat.

Nah, di sinilah, MIUMI menghimpun potensi ulama muda lintas mazhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah untuk mengisi peran-peran yang telah ataupun yang belum dimainkan oleh ormas-ormas Islam dan MUI.

Apakah perannya akan saling bertabrakkan dengan MUI?

Peran kita lebih kepada penguatan wibawa dan otoritas ulama di mata publik dengan memberikan solusi ilmiah dan syar’iah terhadap segala permasalahan bangsa, termasuk MUI. Selain itu kita tidak ingin menjadi ormas yang mencari dan merekrut anggota atau massa, sebab ke depan sudah pasti akan memberatkan langkah dan dinamika MIUMI yang bergerak pada level wacana dan aksi sekaligus. MIUMI akan membentuk komunitas-komunitas ilmiah di seluruh daerah Indonesia sebagai tempat berhimpunnya ulama dan intelektual muda lintas mazhab Sunni, sesuai dengan komitmen awal. MIUMI lebih tepatnya menggalakkan masyarakat ilmu sehingga publik Indonesia dapat menghargai produk-produk keilmuan ulama sebagai solusi bangsa.

Juga penting dicatat, konsepsi Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang diterima sebagai rumusan MIUMI adalah mencakup seluruh ormas Islam yang ada di Indonesia. Paling tidak persatuan akidah ini penting dan menjadi acuan bersama seluruh komponen yang bergabung di MIUMI. Sebab umat juga merindukan tokoh-tokoh Islam yang berbeda mazhab Sunni bergandeng tangan dan bersatu seperti dahulu Dr Mohammad Natsir (DDII) dan KH Masykur (NU) mendirikan Forum Ukhuwah Islamiah. Dengan framework ideology dan pemikiran yang jelas dan baku, kita dapat lebih tepat sasaran memberikan solusi Islam bagi permasalahan bangsa.

Mengapa MIUMI baru terbentuk?

Betul sekali, komunitas MIUMI ini memerlukan waktu dan kesamaan visi dan proyeksi dakwah yang strategis di Negara sebesar dan sekompleks Indonesia. Kalau kita membentuknya asal-asalan dan prematur, atau asal comot orang yang tidak paham dan menjiwai dakwah dan keilmuan tentu akan sulit sekali menggerakkan dakwah berbasis riset di Indonesia ini. Kita ingin menjadikan MIUMI sebagai lembaga dakwah sekaligus lembaga think tank yang dapat mempengaruhi opini publik dan para pengambil kebijakan secara maksimal di Indonesia ini. Dakwah kita bukan dakwah biasa dan rutinitas, tapi dakwah yang mengawinkan aktivisme dai dan intelektualisme ulama yang sophisticated, karena memang lahan dakwah Indonesia ini sudah banyak yang mengisi namun lemah di sisi riset dan wacana ilmiah. Cita-cita kita besar yaitu membangun peradaban Islam dengan segala struktur sosialnya di tengah umat. Dan ini tidak bisa tidak, harus dengan fondasi ilmu yang kuat.

Apakah Anda yakin MIUMI bisa bekerja dengan baik di masa depan?

Saya optimis, dengan ghirah dakwah dan kepakaran disiplin ilmu yang dimiliki oleh para pengasasnya, MIUMI akan berkiprah maksimal. Tentunya ini harus didukung oleh dana dan tim kerja yang solid. Dana ini soal dapur dan bensin organisasi untuk memaksimalkan gerak dan penetrasi ilmiah ke publik secara luas. Para pengasas MIUMI tentu tidak mengharap gaji tetap, tapi kinerja organisasi pasti harus didukung dana yang cukup. Oleh sebab itu, saya mengimbau kepada umat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang dikaruniai Allah Subhanahu Wata’ala rezeki untuk menyisihkan harta bagi perjuangan Islam melalui MIUMI ini.

Di sisi lain, agar peran MIUMI maksimal, perlu didukung oleh tim kerja dan media yang solid. Abad kita saat ini adalah abad teknologi informasi. Jika dahulu di abad ke-15 Sultan Usmani Muhammad Al-Fatih sanggup menaklukkan Konstantinopel –yang sekarang menjadi Istanbul Turki- dengan logistik dan pasukan militer yang kuat, maka tak mustahil, sesuai tren zaman yang terus berkembang, umat Islam akan menaklukkan Ruum, seperti prediksi Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, dengan kekuatan ilmu, argumentasi dan media informasi sehingga Islam masuk diterima oleh seluruh rumah di bumi ini yang terjangkau sinar matahari. Insya Allah.

Baca Juga

Sejauh ini, apa yang menjadi kekuatan bagi MIUMI?

Kekuatan kita pertama-tama adalah semangat dakwah dan ilmu (baik ilmu syariah maupun ilmu dunia). Inilah modal awal kita. Kedua, adalah semangat ukhuwah. Di MIUMI seluruh ulama muda lintas mazhab Sunni bisa duduk satu meja membahas dan mencari solusi problematika umat. Ketiga, adalah platform Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan framework pemikiran yang jelas dan konsisten, para aktivis MIUMI adalah sudah pasti anti liberal, anti Syiah, dan anti aliran-aliran sesat. Karena kita semua berkeyakinan, bahwa problematika bangsa ini, dan bahkan dunia, tidak akan bisa selesai dan keluar dari kemelutnya jika solusi yang ditawarkan tidak berlandaskan akidah yang benar dan metodologi pemahaman Islam yang benar dan valid yang telah diwariskan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dan para ulama sepeninggal beliau.

Insya Allah, dengan tiga pilar kekuatan MIUMI itu, kita berharap Allah Subhanahu Wata’ala berkenan memberikan pertolongan-Nya kepada umat ini sehingga dapat segera keluar dari krisis multidimensi. Ingat, pertolongan dari Allah Subhanahu Wata’ala ini sangat penting dan faktor kunci, WA MAN NASHRU ILLA MIN ‘INDILLAH, tetapi untuk meraih pertolongan Allah itu tentu saja ada syarat dan ketentuan berlaku! Yang di antaranya adalah akidah yang sahih, ukhuwah dan ittihad yang sejati, dan dakwah yang ikhlas.

Sejauh ini apa yang telah dikerjakan MIUMI sejak dikenalkan ke publik?

Kami berusaha memetakan potensi yang dimiliki oleh seluruh eksponen MIUMI di pusat dan daerah. Setelah maping ini selesai baru kami akan mensinergikan kekuatan potensi itu sesuai dengan bidang garapan problematika yang dihadapi umat. Karena watak MIUMI adalah komunitas ilmiah dan dakwah, maka, ke depan tak lama lagi, kami akan mengaktifkan dan menggalakkan majelis-majelis ilmiah dan muzakarah ulama muda di pusat dan daerah, setiap pekan sekali. Kita akan me-link and match-kan kajian syariah dengan tuntutan problematika umat kontemporer. Kita akan gelar majelis tafsir, majelis hadits, majelis fiqih dan ushul fiqih, majelis akidah dan lain-lain. Produk dari muzakarah ulama dan majelis-majelis ilmiah ini lalu akan kita sosialisasikan seluas-luasnya kepada umat dalam bentuk buku, e-book, info website, dan media jejaring sosiall lainnya. Kita juga akan adakan forum jumpa pers dengan media-media Islam dan nasional (cetak, online dan TV) untuk merespon perkembangan terkini isu-isu strategis keumatan yang bersifat nasional dan sosialisasi hasil-hasil kajian para ulama muda.

Program-program MIUMI sangat membutuhkan pemikiran dan kinerja yang tinggi, sesuai dengan tantangan faktual umat di tanah air. Khusus soal peran media, kita akan bekerjasama dengan media untuk sosialisasi sikap dan fatwa serta pembentukan opini publik di segala lini kehidupan.

Karena menghimpun potensi berbagai mahzab dalam Ahlus Sunnah, apa yang akan menjadi kelemahan MIUMI?

Kita sadari latar belakang dari school of thoughts Sunni yang heterogen, harus diantisipasi jangan sampai perbedaan furu’  dapat menciptakan jarak/gap antar para eksponen MIUMI di pusat maupun daerah. Atau bisa jadi imej kalangan awam dan yang fanatis kepada ormas tertentu mungkin akan menilai kita adalah abu-abu dan tidak jelas, ini besar kemungkinan muncul karena kelompok Muslim di Indonesia sudah lama terkotak-kotak. Nah kita ingin buktikan bahwa perbedaan antar mazhab Sunni di kalangan kita tidak menjadi halangan untuk berjalan bersama dan bersinergi untuk kemajuan umat.

Selain itu manajerial dan financial. Harus kita akui banyak lembaga dakwah dan pemikiran umat yang manajemennya ala ustadz atau ala kadarnya. Oleh sebab itu MIUMI harus digawangi oleh dua komponen utama; thinkers, yaitu para ulama dan intelektual, dan kaum profesional yang memenej program dan mencari dana organisasi. Di mana-mana, bahkan sejarah dakwah Islam membuktikan Rasulullah selalu ditopang para pengusaha dan profesional yang dibina oleh beliau seperti Khadijah RA (istri beliau), Abu Bakr, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin ‘Auf, dll. Tapi kita harus optimis, “Man Jadda Wajada, Man Saara ‘ala Darbi Washala.” Jadi kita harus mengelola perbedaan ini dengan hati dan azzam yang kuat.

Adakah konsep kaderisasi anggota MIUMI? Siapa saja ulama yang kriterianya bisa masuk menjadi anggota?

Kaderisasi ulama akan menjadi agenda penting MIUMI dalam jangka menengah, 5 tahun pertama. Kita harus membangun struktur ilmu yang benar dulu berdasarkan Islamic-worldview (pandangan alam Islam), lalu kita merumuskan syarat-syarat keulamaan yang bisa diterima dalam komunitas MIUMI yaitu mereka yang memiliki integritas ilmu, integritas akhlak dan integritas sosial. Integritas ilmu artinya dia harus pakar di bidang tertentu. Integritas akhlak artinya dia harus berakhlak mulia yang menjadi cerminan Islam sehingga dia pantas diteladani. Dan integritas sosial, artinya dia harus berkarya nyata menjadi agen perubahan umat dengan menulis buku, mengajar, berdakwah, dan aktif di tengah masyarakatnya. Dengan demikian, para ulama muda yang tergabung dalam MIUMI ini kelak akan menjadi pemimpin masa depan bangsa, baik di ormasnya, di struktur sosialnya, di politiknya, di ekonominya dan seterusnya.

Apa harapan Anda dengan lembaga ini ke depan?

Harapan saya, MIUMI harus menjadi lembaga dakwah berbasis riset dan keilmuan. Kita berharap juga MIUMI dapat menjadi think tank yang disegani oleh seluruh umat Islam dan komponen bangsa yang lain. Dan juga menjadi barometer opini publik nasional terkait isu keIslaman dan kebangsaan. Untuk membentuk opini calon pemimpin nasional misalnya, MIUMI sudah semestinya kampanyekan pentingnya integritas ilmu dan akhlak kepada lembaga-lembaga survey sebagai kriteria calon pemimpin bangsa. Solusi yang ditawarkan oleh MIUMI kepada umat dan bangsa harus fundamental, komprehensif dan solutif. Kita juga punya impian, MIUMI bisa memiliki Islamic Centre (markaz Islami) yang dapat mengorganisir kegiatan dakwah, keilmuan, training, dan pendidikan umat. Itu semua kita lakukan dalam rangka membentuk struktur sosial umat Islam di Indonesia.

Selain itu, 5-10 tahun mendatang diharapkan kita sudah memantapkan otoritas media dan publik sehingga pandangan-pandangan MIUMI dapat menjadi rujukan umat dan bangsa secara keseluruhan. Di samping itu, kita akan fokus menggarap kaderisasi ulama, sehingga pada 5-10 tahun yang akan datang ulama-ulama muda MIUMI diperhitungkan dan berpotensi menjadi pemimpin umat. Itulah cita-cita kita yang mendambakan lahirnya kepemimpinan ilmu dan ulama di tengah-tengah umat Islam. Tanpa solusi ilmu yang radikal, sulit membayangkan terjadinya kebangkitan Islam di Indonesia dan dunia pada umumnya. Wallahu a’lam bil-shawab.Thufail al-Ghifary

Cholis Akbar/hidayatullah/salam

Foto: Suara-Islam

Baca Juga