Jakarta (salam-online.com): Ini cukup mengejutkan. Partai Golkar, salah satu partai koalisi, akhirnya bersikap perihal BBM. Sekjen Golkar Idrus Marham membacakan sikap partainya, Kamis malam ini, pukul 19.00 (29/3/12). Yang mengejutkan, sikap dan keputusan Golkar: menolak naiknya harga BBM. Ini, menurut Idrus, harus menjadi sikap Fraksi Partai Golkar (FPG) pada sidang paripurna DPR, Jumat besok.
Pernyataan resmi Partai Golkar ini, merupakan respon atas rencana penaikan BBM oleh pemerintah 1 April mendatang. “Sikap politik Partai Golkar ini instruksi kepada Fraksi Partai Golkar di DPR agar dapat dilaksanakan,” kata Idrus membacakan poin ke-4 dari sikap Golkar, di kantor DPP Partai Golkar, Jalan Anggrek Neli Murni, Slipi, Jakarta Barat.
Dengan adanya sikap Golkar ini, maka partai koalisi terpecah. Suara pendukung penaikan harga BBM berkurang. Sebelumnya PKS sudah menunjukkan isyarat untuk menolak rencana penaikan harga BBM itu. Lalu, akankah voting besok Jumat (30/3/12) dimenangkan kubu yang menolak penaikan harga BBM? Jika demikian, bagaimana sikap pemerintah dengan partai koalisinya—mungkin minus PKS dan Golkar—yang menginginkan harga BBM naik?
Jika memang benar Golkar dan PKS—yang merupakan anggota partai koalisi pendukung pemerintah—berada di posisi bersama PDIP, Gerindra dan Hanura yang selama ini sudah bulat menolak naiknya harga BBM, maka sidang paripurna akan berjalan seru. Para pengunjuk rasa yang dikabarkan akan datang bersama massa yang lebih besar lagi dari sebelumnya sudah tentu akan mensupport kubu yang menolak kenaikan ini.
Dan, tentu lebih dahsyat lagi adalah, bagaimana nasib partai koalisi—khususnya Golkar dan PKS—jika keduanya bergabung bersama PDIP, Gerindra dan Hanura untuk menolak naiknya harga BBM? Akankah dua partai ini akan menarik para menteri mereka dalam kabinet atau justru “dimakzulkan” oleh Presiden SBY atas desakan Partai Demokrat?
Apapun, yang terang keputusan Golkar itu akan mengubah konstelasi politik tanah air. Dan, nasib koalisi pun terancam pecah! Tapi tunggu dulu. Sebelum Fraksi Partai Golkar di sidang paripurna sungguh-sungguh terbukti menolak naiknya harga BBM, maka yang namanya politik pada detik-detik terakhir bisa saja berubah. Apalagi lobi-lobi antarpartai-antarfraksi pun masih berlangsung menjelang sidang paripurna. Ditambah lagi, selama ini Ketum Golkar Aburizal Bakri tak pernah menyatakan menolak naiknya harga BBM, bahkan terkesan mendukung rencana pemerintah tersebut.
Begitulah cara berpolitik yang tak mengacu pada nilai-nilai ilahiyah, semuanya serba situasional, orientasinya keuntungan partai atau kelompok, bukan mana yang benar, mana pilihan yang membela rakyat–meskipun omongannya berpihak pada rakyat. Kenyataannya yang kerap terjadi di detik-detik terakhir, mereka justru kompromi, mengambil keuntungan untuk mereka sendiri. Rakyat ditinggalkan.
Tapi tentu rakyat masih berharap, bahwa Golkar, PKS dan partai koalisi lainnya, menolak penaikan harga BBM itu. Benarkah Golkar dan PKS akan menolak rencana yang membuat rakyat bertambah sengsara itu? Bohong atawa jadi kenyataan di sidang paripurna? Jika pun benar Golkar-PKS atau bahkan partai koalisi lainnya menolak naiknya harga BBM, masalahnya kemudian, relakah mereka menarik para menteri mereka dari kabinet SBY? Atau cukup punya nyalikah Presiden Beye mendepak menteri-menteri yang berasal dari partai pembangkang ini?
Lihat saja nanti…!