Sinopsis Buku: KEZALIMAN MEDIA MASSA TERHADAP UMAT ISLAM
SALAM-ONLINE: Media massa, setelah Orde Baru tumbang, menjadi institusi sipil yang memiliki kewenangan besar. Sebagai bagian dari kehidupan demokrasi, media massa tumbuh dan mendapat pengakuan negara atas nama kebebasan sipil.
Namun, kebebasan media massa digunakan pihak swasta menjadi sebuah industri untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Atas nama kebebasan berbicara, negara tidak boleh mengatur media, karena awak media dianggap bisa mengatur diri sendiri dan menjalankan kewajibannya sebagai pilar keempat demokrasi.
Ironisnya, kaum Muslimin sebagai umat terbesar di negara ini, belum bisa memanfaatkan ruang publik dengan optimal. Umat Islam terpinggirkan dalam hal komunikasi dan informasi. Alhasil, opini publik yang buruk tentang Islam dan kaum Muslimin menghiasi berbagai pemberitaan di media massa.
Dalam beberapa kasus, media massa melakukan banyak kekeliruan yang berulang-ulang berkaitan dengan Islam dan kaum Muslimin. Pemberitaan “terorisme” adalah salah satu bentuk kezaliman media massa terhadap umat Islam.
Bahkan, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyatakan ada sembilan dosa yang dilakukan jurnalis tentang peliputan “terorisme”. Salah satunya adalah jurnalis acapkali menjadikan satu nara sumber resmi, yakni Polri.
Selain pemberitaan “terorisme”, masih ada lagi bentuk kezaliman media massa terhadap umat Islam. Di antaranya adalah pemberitaan penolakan Irshad Manji dan Lady Gaga, serta aksi Indonesia tanpa Liberal yang diikuti oleh ribuan umat Islam.
Di sebuah portal berita, aksi ribuan itu hanya disebut 150 orang. Dari penyebutan jumlah saja, media massa sudah tidak fair karena melaporkan tidak sesuai fakta.
Kisruh FPI dengan massa AKKBB di Monas pada 1 Juni 2008 juga tidak luput dari kezaliman media massa. Pada saat itu, sebuah harian nasional menurunkan berita foto Munarman yang tengah mencekik salah seorang demonstran.
Di pemberitaan disebutkan Munarman melakukan kekerasan karena mencekik anggota AKKBB, namun belakangan ternyata yang dicekik Munarman adalah anggota FPI sendiri. Kesalahan yang sarat dengan sikap sinis dan tendensius ini cukup menjadi bukti adanya kezaliman media massa terhadap umat Islam..
Masih banyak bentuk kezaliman media massa terhadap umat Islam, seperti pemberitaan penolakan warga terhadap pembangunan Gereja Yasmin, kisruh Gereja HKBP Ciketing Bekasi, konflik Sunni-Syiah, Ambon dan Poso.
Semuanya bermuara pada kesimpulan, “media massa menuding umat Islam intoleran dan pelaku kekerasan”. Padahal, jika ditelaah lebih mendalam akar masalahnya tidak sesederna itu itu. Analisa yang jernih dan obyektif tidak dilakukan media massa, sehingga merugikan image positif umat Islam Indonesia.
Bentuk kezaliman media massa tidak hanya terjadi di Indonesia. Dalam konteks global, media massa internasional pun melakukan banyak kezaliman.
Seorang jurnalis senior di Gedung Putih, Helena Thomas, mengundurkan diri karena mengkritik kebijakan mantan Presiden AS George W. Bush menginvasi Irak. Langkah AS dan sekutu yang menginvasi Afghanistan dan Irak setelah runtuhnya menara kembar WTC pada 2001, juga tidak mendapat kritik dari berbagai media massa internasional.
Jerry D. Grey menyebut korps wartawan gedung putih sebagai corpse (bangkai) karena hilangnya sikap kritis terhadap kebohongan terbesar abad 21 ini.
Buku ini tidak hanya menampilkan data dan fakta tentang kezaliman media massa. Di bab terakhir, penulis menawarkan sebuah resolusi bagaimana seharusnya umat Islam menjawab tantangan ini. Penguasaan opini publik menjadi penting agar umat Islam tidak terombang-ambing oleh derasnya arus informasi saat ini.