JAKARTA (SALAM-ONLINE): Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengecam praktik penangkapan oleh Densus 88 terhadap dua warga Poso, Farid Makruf dan Ahmad Wahyono atas dugaan “terorisme”.
“Praktik ini sama dengan penghilangan orang secara paksa,” ujar Wakil Ketua Komnas HAM Siane Indriani, Rabu (17/12), seperti dikutip Republika Online.
Farid tidak pulang sejak 8 Desember 2014 seteleh berjualan di Pasar Tinombo, Poso. Ada saksi yg melihat Farid disergap dan dimasukkan ke mobil beserta motornya secara kasar hingga satu sandal jepitnya tertinggal.
Hingga kini istri dan ketiga anaknya yang masih kecil sering menangis mencari kabar Farid. Setelah kejadian tersebut, ungkap Siane, beredar kabar Farid ditangkap Densus 88 tanpa surat pemberitahuan, meskipun ia tidak masuk dalam daftar pencarian orang.
Sementara kronologi penangkapan Ahmad Wahyono ditangkap di Jalan Pulau Seram pada 10 Desember 2014 lalu dilaporkan oleh Komnas HAM juga tanpa surat pemberitahuan.
“Atas dua kejadian ini, Komnas HAM mengecam keras aksi brutal Densus yang terus menerus dilakukan,” jelas Siane.
Selama ini sudah ratusan orang ditangkap tanpa pemberitahuan dan sebagian besar mengalami penyiksaan. Bahkan, menurutnya, lebih dari 110 orang ditembak mati sebelum menjalani proses hukum.
“Tuduhan terlibat dalam aksi ‘terorisme’ selalu dipakai sebagai alasan untuk menyiksa dan menculik orang dengan dalih berbahaya. Densus dan BNPT seharusnya menyetop cara kekerasan atas nama ‘terorisme’, karena ada banyak fakta yang ternyata salah tangkap dan tidak bisa dibuktikan karena sudah telanjur tewas dalam penangkapan tanpa perlawanan,” ujar Siane. (ROL)
salam-online