Laporan Pandangan Mata dan Kronologi Kericuhan Aksi Tuntut Ahok

kronologi-aksi-ricuh-4-novemberJAKARTA (SALAM-ONLINE): Suara tembakan menggelegar di atas langit Ibu Kota, tepat di depan Istana. Mobil Barracuda itu menyemburkan cahaya yang bercabang ke atas langit dan kembali bercabang menukik mengkilat keemasan.

“Blush…,” asap menyebar melayang-layang menyergap hidung dan mata.

“Dor…dug… dor…,” susulan tembakan terdengar super keras berdentam. Takbir menggema di segala penjuru di hamparan Jalan Merdeka Barat selemparan batu dari Istana Negara kita. Polisi memegang pentungan dan perisai mulai merangsek maju.

Lampu-lampu mobil baja itu berkelap-kelip. Gemuruh riuh di sana-sini. “Brrrmmmm…,” mobil Water Cannon itu mulai menderung menyemburkan ribuan kubik air tak henti-hentinya.

Takbir bercampur haru di tengah hampir satu juta massa Aksi Bela Islam atau Aksi Bela Al-Qur’an Jumat (4/11/2016) malam sekitar pukul 19.30 WIB.

Berdasarkan laporan pandangan mata di lapangan, aksi kericuhan bermula karena ketidak-jelasan Presiden Joko Widodo menemui massa umat Islam yang menuntut penegakan hukum atas dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama.

Sebelumnya, Ustadz Bachtiar Nasir, Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) mengabarkan mereka hasil pertemuan dengan Wakil Presiden RI M Jusuf Kalla bahwa sudah ada komitmen pemerintah memproses Basuki Tjahaja Purnama dalam waktu dua minggu.

Tenggat waktu yang dinilai lama ini rupanya ikut memicu kemarahan massa yang datang hampir dari seluruh provinsi di Indonesia.

“Kenapa Pak Presiden tidak mau menemui kami yang jumlahnya mencapai satu juta orang? Sementara GIDI pelaku pembakaran Masjid di Tolikara beliau malah mengundang ke Istana?” ujar seorang pria berbaju putih berjenggot tipis.

Kericuhan lain juga dipicu oleh kepanikan perwakilan Himpunan Mahasiswa Muslim (HMI)-MPO setelah menerima informasi Presiden Jokowi tak berada di tempat yang padahal semula diharapkan menerima perwakilan pengunjuk rasa. Kericuhan itu makin ditambah setelah adanya kabar pemerintah akan menyelesaikan kasus hukum Ahok dalam dua minggu. Waktu yang terlalu lama bagi pengunjuk rasa.

Selain itu, massa HMI-MPO juga terjebak, karena di depan mereka ada polisi, sementara samping dan sepanjang belakang mereka ada jutaan massa, sehingga mereka tak bisa mundur. Lempar-lemparan botol dan benda lainnya tak terhindarkan.

Massa mulai panik ketika polisi memulai tembakan gas air mata di tengah massa.

“Jangan tembak kami, jangan tembak kami,” seru massa aksi damai itu. Namun, suara-suara minor itu terkalahkan dengan suara menggelegar yang memenuhi awan. “Dor…dor…dor…”

Berpuluh-puluh gelegar menggantung di atas langit Jakarta. Korban gas air mata banyak terjadi di pihak massa Aksi Bela Al-Qur’an.

Air mata menggeliat tak terasa dari sudut mata. “Ya Rabb…itu kiai dan habib kami ditembaki,” ujar seorang peserta unjuk rasa melihat mengapa polisi menembaki ke arah mobil yang ditempati para tokoh Islam, kiai dan habaib. Termasuk di antaranya ada KH Bachtiar Nasir, Ustadz Arifin Ilham, Habib Rizieq Syihab dan beberapa lainnya.

Baca Juga

Di atas mimbar, Habib Rizieq masih menenangkan massa. “Apa salah para ulama kami Ya Allah,” lirih massa lainnya. Sementara massa terus menutup hidung dan mengucek mata. Hawa yang memekakkan mata membuat air mata terus berderai. Sebagian lari mencari tempat aman.

Sementara para jurnalis terhenyak, menutup telinga, suara tembakan yang berseru tak berhenti sekejap pun. Semua menepi, mulai mengoleskan secuil odol di kantung-kantung mata dan apa saja yang bisa menjadi pengaman tubuh. Sebagian membasahi wajahnya dengan air. Gas air mata sudah mengambang di pelataran Medan Merdeka.

“Allahu Akbar… Allahu Akbar,“ teriak para wartawan yang juga terlihat panik. Sementara itu, di atas pick up, para ulama terus bertakbir, beristighfar bahkan sempat menyeru melafalkan Kalimat Tauhid. “Laa ilaaha illallah…laa ilaaha illallah…laa ilaaha illallah…,” suara Habib Rizieq menggema menenangkan massa. Sementara tembakan gas air mata tak berhenti dan beberapa peserta aksi ada yang tumbang.

Nampaknya, seruan jangan tembak menguap dan sirna di udara malam yang semakin memanas. Satu per satu peserta aksi tumbang, mual, hingga batuk-batuk dan muntah. Nyala keemasan menyala di atas langit, membentuk kabut merah.

Gemuruh semakin hebat. Massa hanya bisa pasrah ditembaki hingga para kiai dan tokoh-tokoh Islam yang berdiri di mobil komando Aksi Bela Islam. Kalimat takbir, tahlil, tahmid masih terus terlafal. Habib Rizieq bahkan masih berkali-kali menenangkan massa sambil berlafal kalimat tauhid.

Tiba-tiba suara ketukan mikrophone menggelegar. “Saya Panglima TNI, semua dengarkan saya, komando ada di saya,” ujar Jenderal TNI Gatot berusaha menenangkan suasana di tengah tembakan yang terus terjadi.

“Ini ada Kapolri ingin bicara, coba dengarkan,” seru Panglima TNI menyerahkan mikrophone ke Kapolri.

“Saya Tito Karnavian, Kapolri kalian, kepada setiap anggota kepolisian tolong hentikan tembakan,” pinta Jenderal Tito yang datang memerintahkan kepada anggotanya untuk tak menembak. Bukannya mereda, suara tembakan justru semakin banyak.

“Tolong dengarkan saya sebagai Kapolri, hentikan tembakan sekarang juga,” kata Tito kembali mengulang.

Namun, imbauannya tak digubris. Suara tembakan masih terus menggelegar. Polisi masih terus menembaki demonstran.

Pada pukul 20.30 WIB suasana makin tak terkendali, massa sebagian mundur dan banyak terluka, terutama kena pengaruh gas air mata.

Pukul 21.00 malam massa umat Islam menarik diri beristirahat di Masjid Istiqlal, sebagian terus menuju Kantor DPR-MPR Jalan Gatot Subroto, Jakarta, untuk menginap dan beristirahat. Sementara itu, suasana sekitar Istana Negara mulai sepi.

Laporan pandangan mata wartawan anggota Jurnalis Islam Bersatu/JITU (Rizki L, M Pizaro, M Firdaus)

Baca Juga