JAKARTA (SALAM-ONLINE): Jelang natal dan tutup tahun 2016 masehi, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa haramnya umat Islam menggunakan atribut non-Muslim.
“Atribut keagamaan adalah sesuatu yang dipakai dan digunakan sebagai identitas, ciri khas atau tanda tertentu dari suatu agama dan/atau umat beragama tertentu, baik terkait dengan keyakinan, ritual ibadah maupun tradisi dari agama tertentu,” demikian pernyataan MUI Pusat yang ditandatangani Ketua Komisi Fatwa Prof Dr H Hasanuddin AF, MA dan Sekretaris Dr HM Asrorun Ni’am Sholeh, MA, pada 14 Rabiul Awal 1438 H/14 Desember 2016 M di Jakarta.
Setelah Menimbang, Mengingat dan Memperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits-hadits shahih serta Fatwa MUI tentang Perayaan Natal Bersama pada Tanggal 7 Maret 1981, Pasal 29 UUD 1945 dan Pendapat, Saran serta Masukan yang berkembang dalam Sidang Komisi Fatwa MUI pada 14 Desember 2016, Komisi Fatwa MUI sampai pada Keputusan:
Pertama, menggunakan atribut keagamaan non-Muslim adalah Haram. Kedua, mengajak dan/atau memerintahkan penggunaan atribut keagamaan non-Muslim adalah Haram.
Untuk itu Komisi Fatwa MUI Merekomendasikan:
Pertama, umat Islam agar tetap menjaga kerukunan hidup antara umat beragama dan memelihara harmonis kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tanpa menodai ajaran agama, serta tidak mencampuradukkan antara akidah dan ibadah Islam dengan keyakinan agama lain.
Kedua, umat Islam agar saling menghormati keyakinan dan kepercayaan setiap agama. Salah satu wujud toleransi adalah menghargai kebebasan non-Muslim dalam menjalankan ibadahnya, bukan dengan saling mengakui kebenaran teologis.
Ketiga, umat Islam agar memilih jenis usaha yang baik dan halal, serta tidak memproduksi, memberikan dan/atau memperjualbelikan atribut keagamaan non-Muslim.
Keempat, pimpinan perusahaan agar menjamin hak umat Islam dalam menjalankan agama sesuai keyakinannya, menghormati keyakinan keagamaannya dan tidak memaksakan kehendak untuk menggunakan atribut keagamaan non-Muslim kepada karyawan Muslim.
Kelima, pemerintah wajib memberikan perlindungan kepada umat Islam sebagai warga negara untuk dapat menjalankan keyakinan dan syari’at agamanya secara murni dan benar serta menjaga toleransi beragama.
Keenam, pemerintah wajib mencegah, mengawasi dan menindak pihak-pihak yang membuat peraturan (termasuk ikatan/kontrak kerja) dan/atau melakukan ajakan, pemaksaan dan tekanan kepada pegawai atau karyawan Muslim untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama seperti aturan dan pemaksaan penggunaan atribut keagamaan non-Muslim kepada umat Islam.
Sebagai Penutup, Komisi Fatwa MUI menegaskan bahwa Fatwa ini berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata dibutuhkan perbaikan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
“Agar setiap Muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini,” demikian Komisi Fatwa MUI. (s)