Sebut Suu Kyi ‘Mitra Genosida’, Rohingya Eropa: Mereka Ingin Menghapus Kami dari Myanmar

Kelompok advokasi Rohingya yang berbasis di Eropa mengatakan bahwa Myanmar ingin menghapus etnis Rohingya dan mengambil alih tanah mereka.

Penasihat Negara dan Menteri Luar Negeri sekaligus sebagai pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi. (Sumber Foto: Anadolu Agency)

SALAM-ONLINE: Kelompok Rohingya yang bermarkas di Eropa mengatakan pada Jumat (15/9/2017) bahwa Aung San Suu Kyi, Pemenang Nobel Perdamaian, Pemimpin de Facto, Penasihat Negara, sekaligus Menteri Luar Negeri Myanmar, mendukung “genosida” Muslim Rohingya di negaranya.

Ketua Dewan Rohingya Eropa, Hla Kyaw, mengatakan kepada kantor berita Anadolu di Ankara, Turki, bahwa Suu Kyi duduk dan memantau, karena “tentara terus membakar rumah dan desa” di negara bagian Rakhine, Myanmar barat itu.

Kyaw menyebut pemimpin de facto itu “tidak hanya terlibat dalam genosida, tapi dia juga merupakan partner (mitra) genosida”.

Suu Kyi berada di bawah tekanan internasional karena membisu dalam menghadapi kebiadaban terbaru di negara bagian Rakhine yang, menurut PBB, telah memaksa sekitar 400.000 orang untuk melarikan diri ke Bangladesh.

Pada Jumat (15/9), juru bicara UNICEF, Marixie Mercado, mengatakan 36.000 bayi Rohingya di bawah satu tahun dan 92.000 anak di bawah usia lima tahun tiba di Bangladesh.

Para pengungsi tersebut menyelamatkan diri dari operasi militer Myanmar yang dilakukan terhadap mereka. Dalam operasi itu, seperti kesaksian para jurnalis dan hasil investigasi Amnesty International, militer Myanmar dan gerombolan Buddha membunuhi pria, wanita dan anak-anak, menjarah rumah dan membakar desa Rohingya.

Menurut pemerintah Bangladesh, sekitar 3.000 orang Rohingya meregang nyawa dalam aksi kekerasan yang dilakukan militer Myanmar dan gerombolan Buddha tersebut.

Kyaw mengatakan bahwa komunitas Rohingya dulu mendukung Suu Kyi saat dia ditahan oleh junta militer Myanmar, antara 1989 dan 2010, sesuatu yang membuatnya menjadi simbol perdamaian dan perlawanan internasional.

‘Mereka Ingin Menghapus Kami’

“Dari kota-kota di Eropa, kami memprotes (penahanan Suu Kyi), karena kami berharap (kelak) dapat bernapas dengan bebas di bawah kepemimpinannya, karena dia adalah putri Jenderal Aung San, Bapak Kemerdekaan Myanmar,” ungkap Kyaw seperti dilansir Anadolu, Jumat (15/9).

Sekarang, kata Kyaw, negara di bawah Suu Kyi ingin menghapus Rohingya (yang dulu mendukungnya) dari Rakhine, Myanmar.

“Mereka telah merencanakan untuk menempatkan kami di kamp konsentrasi. Tujuan utamanya adalah menghapus kami, lalu mengambil alih properti dan tanah kami,” terangnya.

Baca Juga

Dia mengatakan bahwa pemerintah dan tentara telah mengetahui segala hal tentang Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA), kelompok militan, namun (militer Myanmar) memilih untuk tidak melakukan tindakan menentangnya. Mengapa?

“Mereka membutuhkan ARSA sebagai dalih untuk melakukan pembunuhan massal di Rakhine, atas nama keamanan nasional, dan memerangi ‘terorisme’. Mereka juga ingin memobilisasi opini publik terhadap komunitas Rohingya,” ujar Kyaw.

Dia mengatakan pemerintah Myanmar memiliki dukungan kuat dari India dan Cina, dua negara yang memiliki kepentingan ekonomi di wilayah tersebut.

“Cina memiliki proyek pipa minyak dan gas, sementara India memiliki proyek laut di wilayah ini,” katanya.

‘Lebih dari 4.000 Orang Tewas’

Kyaw menolak rilis resmi korban tewas 400 orang yang disampaikan oleh pemerintah Myanmar dalam kekerasan sejak 25 Agustus lalu itu. Menurutnya, sekitar 5.000 orang terbunuh dalam aksi kekerasan tersebut.

“Sekitar 4.500 sampai 5.000 orang tewas dalam kekerasan tersebut. Angka ini bisa meningkat, karena banyak orang meninggal saat melintasi Sungai Naf. Banyak orang tua meninggalkan anak-anak mereka saat mereka melarikan diri,” paparnya.

Dia mengatakan bahwa lebih mudah bagi orang-orang di kota Maungdaw untuk melarikan diri ke Bangladesh, karena letaknya di dekat perbatasan. Namun tidak bagi mereka yang tinggal di Rakhine.

Di daerah lain seperti Buthidaung, militer menghalangi mereka dari segala arah. Orang berjalan 10 sampai 15 hari di daerah pegunungan, hanya untuk mencapai perbatasan.

Karena itu, Kyaw mendesak masyarakat internasional, termasuk PBB dan Uni Eropa, untuk memberikan tekanan pada pemerintah Myanmar agar menghentikan genosida ini.

“Mereka harus mengambil tindakan bersama untuk menghentikan krisis internasional ini.” (S)

Sumber: Anadolu

Baca Juga