89 Tahun Sumpah Pemuda, Fadli: ‘Berani Adil’, bukan ‘Berani Bersatu’  

Fadli Zon

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menyatakan bahwa meskipun Sumpah Pemuda telah berhasil mempersatukan kita sebagai bangsa, namun persatuan itu masih perlu diteguhkan terus-menerus.

Menurut Wakil Ketua Umum Gerindra ini, semua elemen bangsa harus menyadari bahwa persatuan butuh dirawat. Dulu, tantangan untuk membangun persatuan adalah perbedaan suku, adat, agama dan bahasa.

“Namun, dengan visi dan kebesaran hati para pendahulu kita, mereka kemudian berhasil melampaui semua perbedaan tadi, sehingga akhirnya kita bisa dipersatukan menjadi sebuah bangsa,” ujar Fadli dalam siaran persnya, Sabtu (28/10/2017), bertepatan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda tahun ini yang bertema ‘Berani Bersatu’.

Fadli mengingatkan, saat ini tantangan merawat persatuan telah berubah. Tantangan kita terkait persatuan pada hari ini adalah ketidakadilan dan ketimpangan.

Maka, menurutnya, setiap kali kita membiarkan terjadinya ketidakadilan, baik politik, hukum, ataupun ekonomi, maka kita sebenarnya sedang melonggarkan ikatan persatuan. Mengutip studi Amy Chua, Fadli mengatakan, sebuah sistem yang hanya dikuasai oleh sekelompok kecil masyarakat memang akan melahirkan konflik dan instabilitas.

“Jadi, kalau dulu problem persatuan kita lebih bersifat kultural, maka kini problemnya menjadi bersifat struktural. Itu sebabnya kita harus memperhatikan isu keadilan dan kesetaraan secara serius, karena pertaruhannya bisa sangat mahal,” paparnya.

Baca Juga

Fadli menyebut, masalah ketimpangan, misalnya, bukan hanya semata masalah ekonomi, namun bisa mendatangkan masalah bagi persatuan kita. Menurutnya, kita sudah sering melihat dari pengalaman masa lalu bahwa setiap kali jurang ketimpangan ekonomi menganga, maka pada saat itu juga kohesi sosial kita melemah.

Masalahnya, ia melanjutkan, setidaknya dalam sepuluh tahun terakhir, berbagai data menyebutkan pertumbuhan ekonomi kita sebenarnya hanya menguntungkan 20 persen warga terkaya saja, 80 persen warga sisanya, yang mencakup sekitar 205 juta penduduk, tetap tertinggal di belakang.

“Pertumbuhan pendapatan 10% orang terkaya Indonesia tiga kali lipat lebih cepat ketimbang pertumbuhan 40% warga termiskin,” terangnya.

Sebabnya, ujar Fadli, dalam rentang 2013 hingga 2015 yang lalu, angka koefisien gini kita mencapai 0,41, sebuah rekor ketimpangan tertinggi sepanjang sejarah. Tahun ini, angka koefisien gini kita memang turun ke angka 0,39, tapi karena kelas menengah menurun income dan konsumsinya. Itu bukan realitas yang bagus.

“Sehingga, bagi pemerintah tema peringatan Hari Sumpah Pemuda seharusnya bukanlah ‘Berani Bersatu’, tapi ‘Berani Adil’ dan ‘Berani Mengatasi Ketimpangan’,” kata Fadli.

Satu lagi, ujarnya, perbedaan suku, agama, ras dan lainnya selalu menjadi kekuatan di tangan pemimpin yang kuat dan adil. “Tapi hal itu bisa jadi ancaman di tangan pemimpin yang lemah dan tak adil,” ujarnya. (EZ/Salam-Online)

Baca Juga