Diculik Geng Kriminal Internasional, Aktivis Kemanusiaan Inggris Dibebaskan Pejuang Suriah

Seorang aktivis kemanusiaan Inggris di Suriah, Mohammad Shakiel Shabir, diculik di Idlib pada November 2018. Kelompok penculiknya, geng krimnal internasional, menuntut tebusan $ 4 juta USD untuk pembebasannya. Namun Shabir berhasil dibebaskan kelompok pejuang Suriah, Hay’ah Tahrir al-Syam (HTS). HTS sebelumnya bernama Jabhah Fath Syam (JFS) dan Jabhah Nushrah (JN) yang dikenal berafiliasi kepada Al-Qaidah, berhasil membebaskan Shabir dalam beberapa menit yang menegangkan.

Aktivis kemanusiaan asal Birmingham, Inggris, Muhammad Shakiel Shabir, bersama penulis, Yvonne Ridley, setelah berhasil dibebaskan dari para penculiknya oleh para pejuang HTS, di Idlib, Suriah pada 11 Januari 2019.

SALAM-ONLINE: Sebuah geng kriminal internasional berbasis di Suriah yang menculik seorang aktivis kemanusiaan Inggris pada November 2018 dan menuntut tebusan $ 4 juta USD dalam bentuk Bitcoin telah dihancurkan. Mohammad Shakiel Shabir yang lahir di Birmingham, Inggris, diculik dengan todongan senjata dua bulan lalu dari luar blok apartemennya di Idlib, Suriah, yang dilanda perang.

Penculikan di wilayah Suriah ini telah menjadi risiko sehari-hari bagi warga sipil dan pekerja kemanusiaan. Tetapi Shabir tidak pernah membayangkan bahwa itu akan terjadi padanya. Bekerja di negara itu sejak api revolusi dimulai pada 2011, dia adalah seorang tokoh terkenal dan kharismatik yang selalu berhasil menavigasi aktivitas perjalanannya dengan terampil melewati ladang ranjau dari medan perang di Suriah.

Shabir menjadi pekerja bantuan kemanusiaan yang berkomitmen mencurahkan waktunya untuk “orang-orang Syam”. Dia dikagumi oleh banyak lembaga bantuan kemanusiaan yang beroperasi di Suriah.

Karena itu, mungkin tak terhindarkan bahwa ia akan menjadi sasaran geng penculik yang kejam—sebagian besar terdiri dari orang-orang Chechen (Chechnya, red) dan beberapa gangster Suriah. Mereka telah melakukan teror di Idlib dan distrik sekitarnya hingga perbatasan Turki. Geng kriminal ini menargetkan keluarga-keluarga Suriah yang kaya. Pada tahun 2018 lalu, kejahatan mereka diperkirakan menghasilkan jutaan dolar.

Hasil (uang) penculikan itu diperoleh dari menggunakan jaringan perbankan yang canggih di seluruh Eropa dengan pembayaran tebusan yang terkadang menggunakan Bitcoin. Seluruh operasi yang mereka jalankan diyakini hanya melibatkan tidak lebih dari 30 orang.

Shabir yang memberikan keterangan pertamanya kepada media, Middle East Monitor (MEMO), nampak rapuh setelah mengalami cobaan itu. “Hari ini adalah batas waktu pembayaran dan saya pikir hari ini akan menjadi yang terakhir,” ia merefleksikannya secara filosofis.

Dia menggambarkan pengalamannya yang mengerikan dengan plot yang begitu banyak liku-liku layaknya bak film Hollywood. Sepanjang penahanannya dia disiksa, disetrum, dipukuli, diberi obat bius dan kadang-kadang tidak diberi makanan dan minuman. Selama penyiksaannya, dia menerima banyak pukulan. Kaki kanannya patah dan oleh penculiknya dibiarkan tanpa pengobatan dan perawatan.

Aktivis kemanusian nggris Muhammad Shakiel Shabir, mengangkat kitab suci Al-Qur’an. Dengan Al-Qur’an, Shabir melalui semua perlakuan kejam penculiknya. Alhamdulillah, dia berhasil dibebaskan dari para penculiknya oleh para pejuang Suriah, HTS, di Idlib, Suriah, pada Jumat, 11 Januari 2019

Satu-satunya kebaikan yang diperolehnya adalah ketika dia diberi kitab Al-Qur’an. “Inilah (Al-Qur’an) yang membuat saya melalui semuanya,” katanya, sambil mengangkat kitab suci yang sangat berharga itu. “Itu adalah panggilan untuk saya dan kesempatan untuk menilai hidup dan pekerjaan saya.”

Allah menyelamatkan Shabir melalui kelompok pejuang Hay’ah Tahrir al-Syam (HTS) di Idlib pada Jumat, 11 Januari 2019 lalu. HTS sebelumnya bernama Jabhah Fath Syam (JFS) dan Jabhah Nushrah (JN) yang dikenal berafiliasi kepada Al-Qaidah.

Jadi apakah dia akan berhenti dari aktivitas bantuan kemanusiaan? Shabir memberikan salah satu senyum khasnya dan mengatakan, “Tidak mungkin! Saya justru lebih bertekad lagi untuk terus bekerja membantu rakyat Suriah. Tidak ada bisa menghentikan saya.”

Pengalaman itu membawanya lebih dekat lagi kepada keyakinannya. Dia mengakui bahwa seluruh mimpi buruk itu telah mengguncang kepercayaannya ketika muncul bahwa beberapa penculiknya ternyata adalah sekelompok pria yang sebenarnya pernah ia coba bantu. Memang, ada sedikit atau tidak ada komunikasi normal dengan para penculiknya. Mereka berkerudung atau ditutup matanya. Karena itu, Shabir tidak tahu identitas orang-orang di sekitarnya itu. Hanya ketika cobaannya berakhir dengan cara dramatis, dia menemukan identitas mereka.

“Saya terkejut. Di antara mereka ada Chechen yang pernah saya bantu dan dukung. Saya memberi mereka makanan, pinjaman dan bahkan menawari mereka tempat tidur untuk malam itu. Dibalas dengan cara ini telah mengguncang saya. Itu adalah pengkhianatan kepercayaan.”

Baca Juga

Awal Shabir diculik. Penculiknya itu berkerudung. Dia disembunyikan di sebuah rumah, di kota, sebelum dipindahkan ke lokasi lain dan akhirnya ke sebuah rumah di satu desa bernama Jisr Shuhr, yang berada di pegunungan.

Selama beberapa minggu pertama, para penculiknya terus mengubah narasi untuk menyembunyikan identitas mereka yang sebenarnya. Awalnya Shabir berpikir bahwa mereka adalah sisa-sisa ISIS, yang telah diusir dari wilayah tersebut. Kemudian dia merasa bahwa mereka mungkin kelompok militan lain.

Pada satu titik selama penculikannya, Shabir dituduh sebagai mata-mata serta mencuri bantuan. “Pertanyaan-pertanyaan terus berubah arah dan saya pikir itu semua dirancang untuk membuat saya bingung,” jelasnya.

“Pada akhirnya saya menyadari bahwa ini adalah geng kriminal yang dimotivasi murni oleh uang. Mereka tampaknya berpikir bahwa IHH (sebuah lembaga kemanusiaan dan badan amal terkenal dari Turki, red)akan membayar uang tebusan,” tutur Shabir. Memang, aktivitas kemanusiaannya bermitra dengan badan amal Turki terkenal tersebut.

Para penculik membuat video tentang dirinya yang meminta bantuan. Ketika tenggat waktu pembayaran semakin dekat, pekerja bantuan itu mengakui bahwa tidak ada yang mau dan bisa membayar mendekati $ 4 juta dolar USD (sekitar 57 miliar rupiah).

Sementara berita tentang penculikan Shabir tidak diblowup ke dunia luar, beberapa badan amal dan kelompok pejuang Suriah, termasuk Hay’at Tahrir Al-Syam—yang membebaskan Shabir—mencoba mencari tahu tentang keberadaannya. Terobosan besar terjadi ketika geng penculik Shabir itu menculik bocah laki-laki berusia 15 tahun. Orang tua anak itu adalah orang kaya. Namun hebatnya, anak itu melakukan perlawanan terhadap para penculiknya. Dia meraih granat tangan, menarik pin dan melemparkannya ke para penculik tersebut. Dia kemudian melarikan diri dan membunyikan alarm.

Anggota HTS yang pada saat yang sama berada di dekat peristiwa tersebut berhasil menangkap dua penculik yang terluka. Sebuah handphone tanpa baterai ditemukan pada penculik. Satu hal yang membangkitkan rasa penasaran salah seorang anggota HTS itu adalah satu data (berupa video) yang dihapus dari Handphone tersebut berhasil dikembalikan dan dibuka. Di situ terungkap salah satu pesan video dari Shabir.

Setelah diinterogasi lebih lanjut terkait Shabir, salah seorang penculik asal Chechnya itu membawa anggota HTS ke sebuah rumah terpencil di gunung, tempat Shabir ditahan. Pejuang dari kelompok militan itu pun mengepung rumah tersebut sebelum melancarkan operasi penyelamatan dan pembebasan. Dalam beberapa menit yang menegangkan, aktivis kemanusiaan asal Birmingham, Inggris, itu pun berhasil dibebaskan.

“Saya bingung dan berpikir saya sedang bermimpi ketika seseorang meneriakkan nama saya. Saya sebelumnya bermimpi untuk bisa diselamatkan,” ungkapnya.

Rekaman penyelamatan menunjukkan dengan jelas Shabir nampak bingung. “Butuh beberapa saat untuk menyadari bahwa ini adalah nyata,” tuturnya.

Hayat Tahrir Al-Syam, yang sebagian besar terdiri dari orang-orang Suriah, menegaskan bahwa mereka akan mengadili para penculik setelah semua tersangka ditangkap. Mereka berharap menerapkan hukuman mati terhadap para anggota kelompok geng kriminal itu.

Mohammad Shakiel Shabir, berusaha untuk kembali hidup normal, apa pun “normal” untuk Suriah. Saat ini, masih terlalu dini untuk mengetahui dengan pasti apa artinya ini baginya. Tetapi satu hal, Shabir bersikeras akan tetap tinggal di negeri dilanda perang itu untuk membantu sebanyak mungkin orang. (Yvonne Ridley, Jurnalis dan penulis Inggris)

Sumber: MEMO

Baca Juga