Memikul Jabatan Menuju Surga atau Neraka?

 Catatan KH Athian Ali M Da’i, Lc, MA

KH Athian Ali M Da’i, Lc, MA

SALAM-ONLINE.COM: Jabatan itu amanah yang sangat berat. Jika saja seorang Mu’min menyadarinya, pasti ia akan berpikir sekian kali untuk berani memikulnya.

Beratnya amanah jabatan terungkap jelas dari pernyataan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada Abu Dzar ketika beliau meminta jabatan:

Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau seorang yang lemah, sementara jabatan itu amanah yang bisa membuat seseorang itu hina dan menyesal di akhirat nanti, kecuali bagi orang yang mampu mengemban dan menunaikan Amanah jabatan itu dengan sebaik-baiknya,(HR Muslim).

Jika jabatan tidak sepatutnya diberikan kepada yang tidak memiliki kemampuan, maka lebih tidak layak lagi jika yang bersangkutan memintanya.

Hal ini terungkap jelas dari penegasan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa beliau tidak akan pernah menyerahkan jabatan kepada yang memintanya dan tidak pula kepada orang yang berambisi untuk mendapatkannya (HR Bukhari dan Muslim).

Jika kepada yang berambisi saja tidak layak diberikan jabatan, maka terlebih Iagi bila seseorang terkesan begitu sangat bernafsu dan menghalalkan segala cara untuk memperolehnya.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menamsilkan seseorang yang sangat bernafsu untuk memperoleh harta dan jabatan itu jauh lebih berbahaya bagi masyarakat, terutama bagi agamanya, dibanding dua ekor serigala yang sangat rakus dan lapar yang berada di antara sekumpulan kambing (HR Tirmidzi).

Begitu sangat beratnya amanah jabatan menurut Islam, sehingga ketika Abu Bakr Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu ditetapkan sebagai khalifah pertama, beliau pun menyatakan:

Demi Allah, saya tidak pernah berambisi untuk menjadi pemimpin. Saya sama sekali tidak punya keinginan untuk itu. Saya juga tidak pernah meminta kepada Allah untuk dijadikan pemimpin…. Saya justru merasa diberi beban yang sangat berat yang rasanya saya tidak mungkin akan sanggup memikulnya kecuali dengan pertolongan Allah.

Prinsip tersebut beliau kemukakan di hadapan kaum Muslimin pada hari pertama mengemban amanah. Beliau berdiri di mimbar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kemudian menyampaikan pidato pertamanya:

Wahai sekalian manusia, kini aku telah diangkat sebagai pemimpin kalian, namun itu tidak berarti aku yang terbaik di antara kalian. Jika nanti aku berbuat baik dan benar, maka dukunglah. Sebaliknya jika aku berbuat tidak baik dan salah, maka tegur dan ingatkan. Kejujuran itu amanah, sedangkan berdusta itu pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian sangat kuat di sisiku, sampai aku dapat mengembalikan haknya dengan izin Allah. Sementara orang yang kuat di antara kalian lemah di sisiku, sampai aku dapat mengambil darinya hak orang lain dengan izin Allah….
Taatlah kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya (Al-Qur’an dan As-Sunnah). Jika aku bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya (menyimpang dari ketentuan Al-Qur’an dan As-Sunnah) maka kalian tidak wajib taat kepadaku.

Baca Juga

Dari pidatonya tersebut nampak secara eksplisit betapa Abu Bakr begitu sangat takut jika tidak amanah dan berbuat kesalahan. Karenanya beliau bukan hanya siap dikritik, tapi bahkan meminta dirinya dikritik dan dikoreksi.

Prinsip yang mulia tersebut diwarisi kemudian oleh penggantinya Umar bin Al-Khahthab Radhiyallahu ‘Anhu. Dalam pidato di awal pemerintahannya Khalifah Umar juga di antaranya mengucapkan ikrar yang sama:

Jika aku berbuat baik dan benar, dukunglah. Sebaliknya jika aku berbuat tidak baik dan salah, maka tegur dan ingatkan aku.

Di luar dugaan, tiba-tiba berdiri sekelompok pemuda yang dengan pedang terhunus mereka menyatakan:

“Wahai Umar, jika Anda nanti tidak amanah dan melakukan kesalahan, maka kami akan mengingatkan Anda dengan pedang-pedang ini!”

Mendengar pernyataan para pemuda itu, Umar pun kemudian mengangkat kedua tangannya sambil menyatakan:

Alhamdulillah telah ada sekelompok pemuda yang siap menegur Umar dengan pedang-pedang mereka jika Umar tidak amanah dan melakukan kesalahan.

Allahu Akbar! Betapa beratnya amanah jabatan di mata 2 dari 10 sahabat Rasul yang sudah dijamin Allah Ta’ala sebagai ahli surga itu.

Keduanya menyadari betul, bahwa  jabatan itu amanah yang kelak harus dipertanggungjawabkan di akhirat, di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka, jika seorang pemimpin Muslim mampu memenuhi amanah dan berlaku adil, kelak ia akan tergolong dalam kelompok pertama dari tujuh kelompok umat Islam yang akan memperoleh perlindungan Allah memasuki surga tanpa hisab (HR Bukhari dan Muslim).

Namun sebaliknya, jika seorang pemimpin Muslim mengkhianati amanah dan bertindak zalim, maka ia akan termasuk kelompok pertama juga dari tujuh kelompok muslim yang akan masuk neraka jahannam tanpa hisab (HR Ad-Dulaimi).

Na’uudzu billaahi min-dzaalik.

*Ketum Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI)/Ketum ANNAS Pusat

Baca Juga