ISAC Minta Densus 88 HindariTembak Mati dalam Perkara ‘Terorisme’

Sekretaris ISAC Endro Sudarsono

SALAM-ONLINE.COM: Penanganan Densus 88 terhadap sangkaan atau dugaan kasus “terorisme” yang dilakukan terhadap Dokter Sunardi asal Sukoharjo, Jawa Tengah, mendapat reaksi negatif dari masyarakat.

Upaya paksa dengan menembak terduga, Rabu (9/3/2022) malam diperkirakan pada bagian punggung atas dan pinggul kanan bawah berakibat pada kematian dr. Sunardi (54).

Publik mempertanyakan penembakan yang berakibat kematian aktivis kemanusiaan itu. Terlebih dr. Sunardi tinggal dan buka praktik di perkampungan pinggir jalan besar.

Demikian disampaikan The Islamic Study and Action Center (ISAC) yang ditandatangani oleh Dr M Kurniawan BW, S.Ag, SH, MH (Ketua) dan Endro Sudarsono, S.Pd (Sekretaris) dalam siaran pers yang diterima redaksi pada Jumat (11/3/2022) malam.

ISAC meminta masalah waktu dan tempat agar bisa dipertimbangkan secara matang sehingga situasi dan kondisinya terkontrol dengan baik, tanpa ada dampak yang merugikan semua pihak.

ISAC menyesalkan karena hingga serah terima jenazah di RS Bhayangkara Semarang, keluarga belum menerima surat penangkapan dari Densus 88. Dengan demikian keluarga belum mengetahui status hukum dr. Sunardi dan keterlibatan kasus “terorisme”-nya.

Dengan meninggalnya dr. Sunardi maka proses hukum otomatis terhenti dan tidak bisa dilanjutkan ke persidangan. Dengan demikian maka dr. Sunardi lepas dari sangkaan kasus “terorisme”.

Dalam analisis ISAC, prosedur penangkapan yang menyebabkan penembakan pada terduga atau tersangka “teroris” tanpa adanya ancaman atau perlawanan dari pihak terduga, maka penggunaan senjata api harus dihindarkan.

Baca Juga

“Sesuai dengan Pasal 15 Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian harus melakukan tindakan tembakan peringatan terlebih dahulu,” terang ISAC.

Karena itu, Densus 88 sebagai pelaku operasi penumpasan “terorisme” harus memperhatikan asas praduga tak bersalah dengan cara menghindari tindakan yang sewenang-wenang.

ISAC berharap Komnas HAM, DPR RI dan Kompolnas bisa menginvestigasi kematian dr. Sunardi, apakah ditemukan pelanggaran hukum dan HAM atau tidak.

“Juga ada baiknya keluarga bisa menempuh jalur hukum berupa Pra Peradilan atau Gugatan Perbuatan melawan hukum, Hal ini penting dilakukan untuk menguji peristiwa proses penangkapan yang berujung kematian itu,” pinta ISAC.

Yang lebih penting lagi, ISAC mengingatkan, agar kasus mirip Siyono di Klaten dan perkara lain yang berhubungan dengan tembak mati di tempat tidak terulang lagi.

“Agar asas kepastian hukum dapat diketahui serta menghindari spekulasi atas peristiwa tembak mati di tempat sebelum adanya pengujian pembuktian minimal 2 alat bukti dipersidangan,” ISAC menekankan.

Terkait penetapan tersangka dr. Sunardi, ISAC mempertanyakan kepada Densus 88, apakah pernah diterbitkan dan dilayangkan surat pemanggilan saksi/tersangka kepada dr. Sunardi atau keluarganya untuk dimintai keterangan dalam berita acara pemeriksaan atau tidak.

“Karena untuk penetapan status tersangka perlu tahap klarifikasi/pemanggilan terlebih dahulu, kecuali jika tertangkap tangan,” pungkas ISAC. (S)

Baca Juga