Prof Suteki: Status Facebook Rektor ITK Berbahaya, Memecah Belah Anak Bangsa

Guru Besar Undip Prof Dr Suteki, SH, M.Hum

SALAM-ONLINE.COM: Selain berbahaya, status Facebook Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK), Profesor Budi Santosa Purwokartiko juga dianggap disorientasi, disharmoni dan memecah belah anak bangsa.

Hal itu disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip), Prof Dr Suteki, SH, M.Hum dalam video yang diunggah di akun YouTube MimbarTube berjudul “Live! Prof Budi Santoso R4S1S Dikritik Habis Prof Suteki & Prof Daniel M Rosyid” pada Ahad (8/5/2022).

“Ada 4 bagian yang perlu saya sampaikan di sini. Kalau saya lihat pernyataan yang disampaikan oleh Prof Budi Santosa Purwokartiko itu, ini sangat berbahaya,” ujar Prof Suteki dikutip redaksi dari Kantor Berita Politik RMOL, Ahad (8/5) malam.

Menurut Prof Suteki, pernyataan Prof Budi merupakan ketakutan terhadap manusia gurun atau alam manusia gurun seperti yang dituliskannya.

“Saya katakan alam manusia gurun atau kalau kita kaitkan dengan pakaian berarti persoalan jilbab, karena ini menyangkut wanita. Atau mungkin lebih tepatnya, ketakutan terhadap kadrun. Wah kadrun itu bisa macam-macam itu, malah kemarin ada kadrun varian baru. Ada saja istilahnya itu macam-macam,” tutur Prof Suteki.

Atau kata Prof Suteki, ketakutan secara irasional terhadap simbol-simbol syariah Islam. Seperti kerudung, jenggot, celana cingkrang, maupun ucapan-ucapan khas umat Islam.

“Jadi berarti ada ketakutan yang menurut saya itu irasional, baik oleh yang mewawancarainya maupun yang diwawancarai. Ini kan berbahaya,” kata Prof Suteki.

Selanjutnya yang kedua, ujar Prof Suteki, misi yang diemban oleh Prof Budi adalah memimpikan manusia, baik pelajar, dosen diharapkan memiliki pola pikir membumi dan hedonis, rasis, fasis dan xenophobia.

Baca Juga

“Ini kalau kita teliti dari kata-kata beliau sampaikan itu. Nah karakter ini, justru bertentangan dengan sistem internasional yang konon itu diyakini dengan katanya oleh pendukungnya sebagai sistem yang terbaik, apa namanya, demokrasi,” terang Suteki.

Padahal menurut Suteki, sifat fasis, rasis dan xenophobia merupakan anti demokrasi atau anti keragaman.

“Artinya, di sini memang kalau menurut saya apa yang disampaikan oleh Prof Budi itu mengalami disorientasi. Disorientasi terhadap visi manusia Indonesia. Nah di situ saya katakan, pernyataan itu adalah mengalami disorientasi,” tutur Suteki.

Selanjutnya yang ketiga adalah, tulisan Prof Budi, kata Suteki, menunjukkan adanya ketidakselarasan terhadap pemenuhan kebutuhan hakikat hidup manusia.

“Yang disampaikan itu kan hanya persoalan-persoalan yang sifatnya itu duniawi, sehingga apa, saya katakan di sini tidak terpenuhinya aspek pemenuhan, baik batiniah maupun yang sifatnya lahiriah. Nah di sini saya mengatakan, di situlah terjadi namanya keadaan yang disharmoni,” jelas Suteki.

Dan yang keempat, kata Suteki, narasi yang dibuat oleh Prof Budi dapat memecah belah anak bangsa, baik secara vertikal maupun secara horizontal.

“Karena apa? Karena pernyataan itu kan mengkotak-kotakkan mahasiswa, yaitu secara diametral, mana yang moderat, mana yang radikal, mana yang suka demo, mana yang tidak suka demo, bahkan dikatakan yang melangit, mana yang membumi, coba bayangkan itu,” terang Suteki.

“Kalau ini diteruskan, itu sudah bibit perpecahan, itu sudah dimulai dari sini pernyataan-pernyataan ini. Kalau saya mengatakan di sini, tulisannya itu tidak menyatukan keragaman, tetapi justru memecah belah anak bangsa. Di sini berarti bisa kita simpulkan, pemikiran beliau itu bersifat disintegratif,” tegas Suteki. (rmol)

Baca Juga